Hari selasa, tiga hari berlalu saat gadis yang mengaku bernama Alex datang mengunjungiku. Apakah sekarang dia sedang mengawasiku dalam dimensinya? Aku yakin masih ada sejuta kejutan yang suatu saat bisa meledak darinya. Una, sebenarnya apa itu? Seperti apa wujud aslinya sebelum ia menjiwai manusia? Seperti boneka kah?
Entah kenapa boneka kayu legendaris si Pinokio terlintas dalam pikiranku. Boneka kayu yang bisa bergerak tanpa tali penggerak dan menjadi manusia berkat peri biru.
Aku membilas rambut dengan air. Bilasan terakhir membuatku harus lebih lama mengguyur rambutku yang masih terasa licin. Aku ingat hari ini ada meeting. Perubahan jadwal meeting yang secara mendadak selama empat kali dalam sebulan cukup membuatku bergejolak. Itu benar-benar menyebalkan sekali. Rasanya hari ini aku tidak ingin masuk kerja. Di tambah lagi ada Lisha, orang yang paling ingin tahu privasi orang lain dan membenamkannya dalam gosip gratisan.
Setiap meeting pasti selalu bertemu dengannya dan dengan tampang yang sama, sok intelejen. Mengingat semua itu semakin membuat perutku mulas. Aku memeras rambut dengan handuk sebelum membungkusnya.
Pikiranku kembali ke Alex, si gadis una yang selalu datang tanpa pemberitahuan. Gema teriakan dan tawanya serasa masih membekas di setiap sudut ruangan. Apa yang sedang dia lakukan sekarang yah? Mungkin sedang mencari mangsa baru untuk dijiwainya. Huff... dasar makhluk copy paste. Kenapa aku jadi memikirkannnya?
"Baaaaaaa! Hahahahah!" Seraut wajah menggunakan topeng kera muncul di depanku saat aku membuka pintu kamar mandi.
Sudah tiga kali ini Alex membuat jantungku berhenti seketika. "Apa kau bisa bertemu denganku dengan cara tidak mengagetkanku!" bentakku emosi.
Tawanya membahana. "Sudah kubilang ekspresimu lucu sekali jika sedang kaget seperti itu."
Alex memperagakan ekspresi kagetku. Aku tidak tahu apakah ekspresiku sekonyol yang ia peragakan atau tidak, yang jelas itu membuat suasana hatiku sedikit memburuk.
"Tertawalah sepuasmu." Aku berlalu meninggalkannya, tidak peduli dengan rajukannya.
Aku membuka lemari mencari seragam kerjaku, tapi seragam yang kucari tidak ada. Seingatku, sebelum kutinggal mandi seragamku tergantung di lemari. Aku memilah-milah pakaianku di lemari berkali-kali tapi tidak ketemu. Tanganku masih menyibakan pakaian meskipun sudah ketahuan tidak ada seragamku di sana.
"Hmm—yang ini bagus. Cocok sekali untukmu." Sebuah tangan meraih cardigan biru.
"Yang benar saja! Itu bukan baju kerja." Pikiranku mulai kalut.
"Kau mau pakai yang seperti apa?"
"Tentu saja seragam kerjaku. Tadi sebelum mandi aku yakin ada di sini." Aku menutup lemari dengan putus asa. Dan—seragamku—, "Hey kenapa kau pakai baju itu? Ini seragam kerjaku!"
"Mana kutahu kalau ini seragam kerjamu. Aku hanya asal ambil saja."
"Kalau begitu lepas bajumu sekarang!"
"Tidak mau."
"Hey ayolah, baju itu mau kupakai. Kalau kau ingin bermain nanti saja. Aku bisa telat masuk kerja!" Aku mulai merasa kesal.
"Kau kan punya baju banyak, kenapa harus merebut baju yang sedang dipakai orang lain?"
"Tapi itu seragamku. Aku harus memakainya sekarang! Kau boleh pinjam bajuku tapi jangan yang ini."
"Tidak! Tidak, aku tidak mau. Aku sudah nyaman dengan baju yang ini," bentaknya keras kepala.
"Jangan sampai aku memaksamu!" Emosiku mulai memuncak karena gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loizh
FantasiaSUDAH TERBIT ! Una adalah sosok elf namun dengan derajat dan kemampuan yang lebih tinggi di bandingkan para peri maupun elf. Ketika mereka mulai tertarik pada Manusia, mereka akan menjiwainya dan seiring berjalannya waktu, merekapun mulai memiliki k...