Bagian 6

25.3K 2.2K 49
                                    

Aku terjerembab setelah salah seorang menabrakku. Tubuhku sudah lemas karena sudah seharian berjalan berkeliling. Ternyata kota ini luas sekali, banyak sekali jalan-jalan kecil yang belum di ketahui ujungnya.

"Kau tidak apa-apa?" Seseorang menyodokan tangannya ke arahku.

Aku mendongak ke atas, sontak aku terperangah begitu melihatnya. Aku benar-benar shock karena kagum. Ya Tuhan, tampan sekali! Aku belum pernah melihat pemuda setampan ini bahkan dalam dimensiku sekalipun. Aku menelan ludah dan jantungku serasa amblas ke bawah.

"Hey nona, kau baik-baik saja kan?" Ia melambaikan tangan di depan wajahku.

Aku mengerjap dan rasa malu langsung membajiriku. Aku menjadi gugup seketika. "Iya—aku tidak apa-apa"

"Biar kubantu Nona."

Dengan sigap aku menepis tangannya sebelum menyentuhku. "Terimakasih. Aku baik-baik saja," tolakku sambil bangun dan berdiri.

Aku memandangnya sekali lagi. Pemuda itu memiliki mata elang biru yang indah. Mata yang benar-benar indah seperti pantulan air laut yang luas dan membiru. Rambutnya berwarna pirang kecoklatan. Benar benar tampan dengan wajahnya yang pucat. Ia tersenyum padaku. Rasanya aku ingin ambruk sekali lagi, tapi aku tidak mungkin melakukan hal yang paling memalukan seperti itu bukan?

"Maaf aku tidak sengaja menabrakmu," ucapnya dengan nada menyesal.

"Iya tidak apa-apa." Aku tersenyum sebaik mungkin untuk meyakinkannya meskipun sebenarnya tanganku sedikit terkilir.

"Syukurlah," ujarnya lega. "Hmm—jujur saja, aku baru pernah melihatmu di sini dan—tubuhmu rapuh sekali seperti bayi. Apa selama ini kau selalu di dalam ruangan dan tidak pernah keluar rumah?"

Aku hanya mengangguk. Aku sadar seharusnya aku tidak boleh sampai kagum pada siapapun di sini. "Aku—."

"Tunggu," sergahnya sambil memicingkan mata kearahku. "Ada yang aneh dengan wajahmu."

Aku terbelalak dan semakin merapatkan tudung kepalaku dan merunduk. "Maaf, aku sedang terburu-buru. Permisi!"

Aku melangkah menjauhi pemuda itu dengan panik, tepatnya—aku tidak boleh ketahuan sebelum bertemu Alex.

"Heyy tunggu!"

Aku menoleh kebelakang dan kulihat ia mengikutiku. Kupercepat langkahku hingga setangah berlari. Gawat, dia mulai curiga!

"Tunggu aku nona!" teriaknya lagi.

Aku mulai berlari dan ia masih mengejarku. Aku berlari kencang sekuat tenaga dan sialnya, larinya juga ikut kencang demi mengejarku.

"Hey nona kenapa kau lari?" Ia berteriak di belakangku.

Nafasku tersengal-sengal dan lariku semakin kalang kabut tak tahu arah. Tampan sih tampan, tapi kalau begini urusannya apa yang harus aku lakukan? Aku harus bersembunyi di mana? Kulihat, laki-laki tadi masih mengejarku dan aku semakin berlari sekuat tenagaku.

Tenagaku semakin terkuras sementara ia semakin cepat mengejarku. Gawat, dia hampir sampai! Dia hampir meraihku! Tidak!

"Kena kau!" Ia berhasil meraih tanganku dan menggenggamnya. "Apa ini?" Ia memandang tanganku.

"Tolong lepaskan aku!" Aku meronta sekuat tenaga tapi pemberontakanku justru membuatnya menggenggam tanganku semakin erat dan membuat pergelanganku sakit. Tangannya sama kerasnya seperti kayu, seperti tangan Alex namun dalam versi laki-laki.

"Diam!" teriaknya tepat di wajahku.

Tubuhku langsung melemas karena lelah dan shock. Aku menunduk sementara ia masih membolak balikan tanganku. Ia nyentuhkan tanganku ke wajahnya. "Hangat sekali." Kemudian ia mengendus-endus tanganku. "Baunya sedikit aneh seperti bau—."

LoizhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang