Bagian 7

22.5K 2K 80
                                    

"Karin!" Suara gadis memanggilku lewat telepati.

Itu suara—. "Alex?" sahutku.

Akhirnya, ia kembali muncul setelah menghilang dan membuatku panik.

"Iya ini aku. Kemana saja kau?"

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Kemana saja kau?" tanyaku gemas.

"Maafkan aku. Waktu aku tahu kau menghilang, aku tidak sempat mencarimu."

"Kenapa? Apa yang terjadi?"

"Aku dipanggil ayah dan ibuku. Itu sangat mendadak sekali tanpa sempat aku mengantarmu ke rumahku."

"Memangnya kau tidak serumah dengan orang tuamu?"

Alex menghela nafas. "Untuk sementara ini tidak. Kau ada dimana sekarang? Sepanjang hari aku memikirkanmu."

"Aku berada di rumah Hazna."

"Hazna siapa?" tanyanya dengan nada menyelidik.

"Hazna Freyy. Kau kenal?"

"Hazna Freyy? Sebentar—." Alex terdiam beberapa saat. "Oh, si laki-laki cengeng itu."

"Dia perempuan Alex."

"Iya perempuan yang menjiwai manusia laki-laki, tapi tetap saja sifat cengengnya sangat menonjol. Itu karakter bawaan sebelum Hazna menjiwai manusia." Ada yang aneh dengan nada bicara Alex. Terdengar seperti mengejek dan—aku tidak menyukainya.

"Hey, setidaknya karakter Hazna cengeng secara alami. Tidak sepertimu, laki-laki yang menjiwai perempuan cengeng yang mati gantung diri," ujarku dengan nada tidak suka.

"Kau marah padaku Karin?"

"Tidak. Aku hanya tidak suka dengan nada bicaramu saja. Tunggu—kau bilang una di lahirkan dengan jiwa yang kosong bukan? Lalu apa maksudmu karakter bawaan sebelum menjiwai manusia."

"Pada dasarnya una dilahirkan benar-benar masih dengan jiwa yang kosong seperti lembaran kertas yang belum tersentuh. Kami semua di lahirkan sama seperti itu. Tapi tidak dengan Hazna, dia sudah aneh saat dilahirkan. Dia lahir dengan mata basah. Sebelum menjiwai manusia, ia selalu menangis. Matanya selalu mengeluarkan air mata, tapi una menganggap itu adalah kelainan. Ia memang dilahirkan dengan karakter bawaan hingga ada yang memvonis bahwa Hazna dilahirkan cacat, karena itu ia hidup di tempat yang paling terpencil. Dulu kami menyebutnya si Air Mata, setelah kami menjiwai manusia dan mengerti bahasanya, kami menyebutnya si Cengeng."

"Jujur saja, aku lebih suka Hazna di panggil si Air Mata dari pada si Cengeng. Bagi manusia itu panggilan yang mengejek."

"Benarkah?"

"Iya, tapi seharian ini aku belum melihatnya menangis."

"Kurasa ia sudah sedikit mampu membendung air matanya setelah menjiwai manusia."

"Syukurlah, jadi kau takan mengejeknya lagi," kataku dengan nada menyindir. "Oiya kenapa kau susah sekali dipanggil? Kupikir aku yang tidak bisa melakukan Telepati dengan benar."

"Aku berada dalam pengawasan orangtuaku sekarang, karena itu aku tidak bisa memusatkan pikiranku. Ini kebetulan saja aku sedang sendirian."

"Apa segitu ketatnya orang tuamu menjagamu?"

"Apa boleh buat Karin, aku tidak bisa lolos dari mereka. Kekuatanku tidak sebanding dengan mereka. Oiya, apa kau baik-baik saja di sana?"

"Tentu, Hazna sangat baik padaku."

"Apa dia tahu kau manusia?"

"Iya, itupun karena tidak sengaja, tapi aku percaya bahwa dia tidak akan memberitahukan pada yang lain tentang hal ini."

LoizhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang