Bagian 11

18K 1.9K 129
                                    

"Karin! Karin!" Suara laki-laki yang sudah tidak asing lagi memanggilku.

"Hazna? Kau kemana saja? Apa yang terjadi?" tanyaku bertubi-tubi.

"Aku di serang! Dan sekarang aku terkurung di penjara bawah tanah."

"Siapa yang menyerangmu?"

"Roy. Dia mengira aku bersekutu dengan Alex dan membawamu kabur." Hazna terdiam sejenak. "Kau ada di mana? Aku dengar ada yang menyerang menara ketujuh dan membawamu kabur. Siapa dia?"

"Seorang Una menyelamatkanku. Namanya Mikha dan Azhra,hmm—aku tidak tahu kenapa mereka berdua bisa tahu aku dipenjara di sana," kataku sedikit berbohong.

"Tunggu, Mikha dan—siapa? Azhra?" tanyanya mengulang.

"Iya mereka berdua yang menyelamatkanku."

"Kau yakin mereka una?"

"Hmm—yahh. Aku yakin sekali," ucapku berbohong lagi. "Ada sesuatu?"

"Mikha dan Azhra?" Hazna kembali mengulang namun dengan nada berpikir. "Namanya terdengar seperti—bukan nama una."

Nah, sesuai dugaanku, Hazna mulai mencurigai identitas mereka.

"Jika itu memang mereka, kau tidak perlu berbohong untuk menutupi identitas mereka Karin. Aku lebih menyukai kejujuranmu yang selalu apa adanya," lanjutnya lagi.

Aku lupa bahwa una bisa membaca pikiran di saat Telepati. Wajar jika Hazna langsung mengetahuinya tanpa aku menjelaskannya. "Baiklah, maafkan aku, aku hanya—ingin semuanya baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang Roy lakukan padamu?" tanyaku mengalihkan perhatian.

"Roy mengunci ulqi-ku," jawabnya hampa.

"Berarti kau—." Aku tidak bisa membayangkan Hazna duduk tergolek dengan tangan terikat di sudut penjara dengan pasrah.

"Iya, aku tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Maafkan aku, aku tidak bisa banyak membantumu." Suaranya terdengar pasrah.

"Tidak! Ini bukan salahmu. Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Kau seperti ini karena aku dan terlibat masalahku." Rasa bersalah menyelimutiku seperti kabut gelap di langit yang sudah temaram. Mataku mulai memanas dan nafasku mulai sesak. "Seandainya saja kau—."

"Hei jangan menangis. Aku hanya—."

"Karin!" Suara berbisik lembut tepat di telingaku dan memotong pembicaraanku dengan Hazna, seperti suara Mikha. Indraku mulai terbuka satu-persatu.

Kubuka mata perlahan dan kulihat sosok gadis tepat di depanku. Sosoknya semakin jelas seiring melebarnya mataku yang terbuka. "Mikha? Apa yang kau lakukan?"

"Kau tertidur pulas sekali. Sampai Azhra tidak tega membangunkanmu." Mikha tersenyum dan duduk di sampingku.

Aku terbangun dan duduk. Sudah berapa lama aku tertidur? Hazna. Oh iya, tadi aku sedang bertelepati dengannya dan ia sedang dipenjara.

"Maaf sudah membangunkanmu. Aku juga khawatir karena kau tidur terlalu lama," tambahnya lagi.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. "Iya tidak apa-apa. Terimakasih karena sudah mengkhawatirkanku."

"Mau jalan-jalan?" ajaknya sambil memberikan sebuah handuk kapas yang aku percaya itu tidak akan mudah rusak, yang berarti aku di minta untuk mandi.

Aku mengangguk. "Dengan senang hati."

* * *

Pemandangannya indah sekali. Untuk pertama kalinya aku melangkah keluar rumah dan pergi ke taman. Banyak sekali tanaman bunga di tempat ini. Mereka tumbuh dengan barisan yang rapi. Banyak una yang berlalu lalang melewati tempat ini. Mereka tampak acuh-tak acuh dengan kesibukan mereka, selain itu kulihat sebuah pintu dari kejauhan. Di atasnya terdapat papan transparan yang terbuat dari unsur sihir dengan ukiran yang membentuk sebuah tulisan sehingga tulisan itu terlihat seperti mengambang di udara. Harazh, tulisan itu tampak dengan huruf terbalik jika terbaca dari dalam pintu.

LoizhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang