BAB 13
>>Kenapa Aku Tak Bisa Membunuhmu?<<
Waktu terus berlalu. Sedikit demi sedikit mentari mulai menampakkan wujudnya. Burung-burung mulai berkicau menyambut mentari yang mulai menerangi bumi, sekaligus menandakan datangnya pagi.
Sherry, Zero, Terrence, dan beberapa vampire lainnya masih terus bergerak menyusuri Darkforest. Sambil terus mengamati keadaan sekitar, mereka terus berlari agar bisa sampai di desa lebih cepat.
"Hm... sepertinya sebentar lagi kita akan sampai," gumam Terrence dengan mata yang terus menatap ke depan.
Sesuai perkiraan Terrence, saat ini mereka telah sampai di desa. Namun saat baru sampai di pagar kayu pembatas, tiba-tiba mereka berhenti. Wajah mereka tampak sangat kaget. Sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi.
"Jean!" teriak Terrence sambil berlari menuju kearah seorang gadis vampire yang saat ini sedang terikat di pagar kayu dengan tubuh yang penuh luka. Saat Terrence moncoba memeriksa keadaan gadis itu, ternyata gadis itu telah meninggal.
"Apa lagi yang terjadi sekarang?" tanya Zero yang tampak bingung. Ia memperhatikan pagar kayu yang ada di depannya. Ternyata bukan hanya Jean yang terikat di sana, tapi juga beberapa vampire lain yang sebelumnya sempat ia beri tugas untuk menolong para hunter yang terluka saat berada di Darkforest. Saat vampire lain memeriksanya, ternyata hasilnya sama seperti Jean. Vampire-vampire malang itu kini terikat di pagar kayu dalam keadaan tak bernyawa dengan tubuh yang penuh luka.
"Apa bangsa lycan telah berhasil menyerang desa?" tanya Sherry yang terlihat sedikit cemas sambil menatap Zero yang sedang berdiri di sampingnya. Sementara Zero hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Bukan Sherry, bukan lycan yang berhasil menyerang kami, tapi kamilah yang berhasil menyerang vampire-vampire yang berniat mencelakai kita," ujar seorang pria yang baru saja muncul dan saat ini sedang berdiri di puncak pos yang berada di dekat pagar kayu. Tinggi pos itu cukup tinggi, jadi bisa dilihat dari bawah.
"Ayah!" Sherry tampak kaget setelah mengetahui kalau orang yang baru saja mengatakan hal itu adalah ayahnya sendiri. "Apa maksud Ayah? Kenapa Ayah bisa mengatakan hal seperti itu? Bukankah kita telah sepakat tentang perjanjian damai?" tanya Sherry yang tak mengerti dengan maksud dari ucapan ayahnya.
"Dulu kami memang mempercayainya, tapi setelah sekelompok vampire menyerang desa semalam, kami jadi ragu untuk mempercayai bangsa vampire," jawab ayah Sherry.
"Apa?!" Zero tampak kaget setelah mendengar jawaban dari ayah Sherry. "Bagaimana mungkin kami mengingkari perjanjian itu! Aku berani bersumpah kalau pasukanku tidak melakukan hal keji seperti itu!" seru Zero memcoba membela pasukannya.
"Sudahlah! Kami tak ingin mendengar alasan kalian, karena kami tahu kalau saat ini, kalian sedang berbohong," kata ayah Sherry tegas.
"Sungguh! Bukan kami pelakunya!" bantah Zero, tapi ayah Sherry tetap tak mempercayainya.
"Zero, kurasa mereka tak akan mempercayai kita," bisik Terrence setelah berdiri di sebelah Zero. Ia mengamati ke sekitar pagar kayu pembatas. Saat ini, ia melihat ada banyak hunter yang sedang bersiap menembak mereka dengan senapan dan pistol yang mereka bawa.
"Sherry, jika kau masih setia pada desa ini, cepat bunuh pemimpin vampire itu!" seru ayah Sherry secara tiba-tiba sambil menunjuk kearah Zero.
Sherry tampak kaget setelah mendengar perintah ayahnya tadi. Ia menatap wajah ayahnya. Saat ini, wajah ayah Sherry tampak sangat marah. Sepertinya, ayah Sherry bersungguh-sungguh mengucapkan hal itu.
"T-tapi..." Sherry tampak ragu. Dalam hatinya, ia merasa bingung, apakah ia harus mengikuti perintah ayahnya untuk menembak Zero atau tidak.
"Tembak dia!" seru ayahnya.
Sherry tak bisa menolak. Sebenarnya, ia tak ingin menuruti perintah ayahnya untuk menembak Zero. Namun sebagai seorang hunter, ia harus mengutamakan kepentingan desanya dari pada perasaannya sendiri. Akhirnya, dengan terpaksa Sherry mengeluarkan pistolnya dan langsung mengarahkannya kearah Zero dengan posisi siap menembak. Namun, setelah waktu terus berlalu, ia belum juga melepaskan tebakannya.
"Tidak, aku tak bisa melakukannya," lirih Sherry sambil meneteskan air matanya ketika ia melihat wajah Zero yang sedang menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam hatinya, ia merasa seperti ada perasaan yang menghalanginya untuk menembak Zero. Entah perasaan apa itu, tapi yang jelas, perasaan itu membuatnya merasa sangat tertekan.
"Cepat lakukan, Sherry!" seru ayahnya yang memaksa Sherry untuk segera menembak Zero.
"Aku tak bisa melakukannya! Aku tak bisa melakukannya!" lirih Sherry. Kini tangannya terasa gemetar.
Melihat Sherry yang tampak ragu, Terrence merasa kalau ini adalah kesempatan yang baik untuk melarikan diri. Dengan gerakkan cepat, ia melayangkan tendangannya hingga membuat pistol yang berada dalam genggaman Sherry terlempar sangat jauh.
"Cepat lari, Zero!" seru Terrence sambil menarik tangan Zero dan membawanya pergi meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian, vampire yang lainnya pun mengikutinya.
"Bodoh! Kenapa kau membiarkannya pergi?" tanya ayah Sherry yang sepertinya sangat marah.
Sherry hanya terdiam. Ia hanya menatap Zero yang kini semakin menjauh darinya. Meski begitu, ia masih bisa melihat raut wajah Zero yang menatapnya dengan raut wajah yang terlihat sedih. Tak lama kemudian, ia merasa kalau saat ini kepalanya sangat pusing. Perlahan, Sherry pun mulai kehilangan kesadarannya.
Sinar mentari semakin terik. Cahayanya yang terasa menyilaukan mulai menembus jendela kamar Sherry yang terbuka, sehingga membuat Sherry yang saat itu sedang tertidur lelap, terpaksa harus membuka matanya.
"Kau sudah bangun, sayang?" tanya ibu Sherry yang saat itu sedang duduk di sampingnya dengan lembut.
"Apa yang terjadi?" tanya Sherry yang seolah-olah tak ingat dengan apa yang telah terjadi.
"Tadi saat kau baru sampai, terjadi suatu hal buruk yang membuatmu tertekan hingga akhirnya pingsan," jawab ibunya.
"Suatu hal buruk?" Sherry berusaha mengingat apa yang telah terjadi sebelum ia pingsan.
"Jika kau sudah merasa lebih baik, cepat turun. Ibu telah menyiapkan makanan untukmu," kata ibu Sherry sambil beranjak meninggalkan Sherry yang saat itu masih terbaring di tempat tidurnya.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa aku tak bisa mengingatnya?" gerutu Sherry sambil terus berusaha mengingat apa yang telah terjadi.
Sherry bangkit dari tempat tidurnya. Setelah itu, ia melangkahkan kakinya menuju ke dekat jendela. Ia menatap keluar jendela. Tak lama setelah itu, ia telah mengingat kejadian yang telah terjadi sebelum ia pingsan.
"Kenapa saat itu kau menatapku seperti itu? Wajahmu yang terlihat sedih itu membuatku tak bisa membunuhmu," guman Sherry ketika teringat wajah Zero sebelum pergi melarikan diri. "Zero, kenapa aku tak bisa membunuhmu? Kenapa rasanya sulit sekali? Aku tak tahu apa yang membuatku tak bisa membunuhmu. Mungkinkah itu karena aku mulai menyukaimu dan menganggapmu sebagai orang yang berharga bagiku?" batin Sherry. Tanpa terasa, air mata mulai menetes dari
Sherry membalikkan tubuhnya. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk menuju ke ruang makan. Kepalanya terasa sakit jika mengingat hal yang telah terjadi. Karena itulah, untuk saat ini, Sherry lebih memilih melupakan kejadian itu.
==Bab 13 Selesai==
![](https://img.wattpad.com/cover/5463086-288-k741278.jpg)