Sinar mentari siang bersinar sangat terik. Panasnya terasa membakar kulit. Diluar perbatasan Desa Hunter, aroma tak sedap mulai tercium dari mayat-mayat lycan yang telah tewas dalam perang kemarin dan kini dibiarkan tergeletak begitu saja.
Setelah selesai menyantap makan siangnya, Sherry berjalan keluar dari rumahnya yang sangat sepi. Ibu dan adiknya kini sedang mengungsi di desa barat. Sementara ayahnya masih sibuk bekerja di pos. Dengan lesu, Sherry membuka pintu dan berniat pergi ke pos. Sampai saat ini, Sherry masih belum bisa percaya dan menerima bahwa ia telah menjadi setengah vampire.
"Hei, kenapa kau lama sekali, sih?!" seru Raven yang kini sedang berdiri di halaman rumah Sherry dengan wajah kesal. Di sampingnya juga ada Terrence dan Zero yang saat itu sedang sibuk membicarakan sesuatu.
"R,Raven?" gumam Sherry. Ia tak mengira kalau temannya itu masih berani datang ke rumahnya setelah ia menjadi setengah vampire.
Raven berlari menuju Sherry. Sambil tersenyum, Raven menarik tangan Sherry dan mengajaknya keluar dari halaman rumah lalu berjalan meninggalkan Zero dan Terrence yang akhirnya mengikuti mereka menuju ke pos.
Dalam perjalanan, Sherry hanya terdiam. Dalam hatinya, ia takut jika di saat-saat tertentu, tanpa sadar dia akan menjadi monster yang haus darah dan bahkan mungkin ia akan membunuh Raven untuk mendapatkan darah yang diinginkannya. Namun saat melihat temannya itu, Sherry tak melihat rasa takut di wajah Raven.
"Kenapa? Apa ada yang aneh denganku?" tanya Raven bingung setelah ia menyadari kalau sejak tadi Sherry terus menatapnya.
"Ng... apa kau tak merasa takut padaku?" tanya Sherry ragu.
Raven tampak kaget. Tak lama kemudian, ia langsung tertawa. "Takut? Untuk apa?" tanya Raven sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Aku vampire sekarang. Mungkin suatu saat nanti aku bisa saja membunuhmu!" kata Sherry sambil meneteskan air mata.
"Kita teman bukan?" Raven balik bertanya. "Seorang teman yang baik tak akan pernah meninggalkan sahabatnya dalam keadaan apapun meski ia telah berubah menjadi monster. Aku percaya kau tak akan melukaiku sedikit pun," ujar Raven sambil menghapus air mata Sherry dengan kedua tangannya. "Lagi pula aku percaya kalau Zero yang menyayangimu akan selalu menjagamu agar kau tak berubah menjadi monster yang menakutkan," ejek Raven dengan seringai yang tampak aneh sambil memandang ke arah Zero yang sedang berjalan di belakangnya bersama dengan Terrence.
Mendengar ucapan Raven, wajah Sherry langsung memerah. Sementara Zero yang tampak terkejut langsung menatap Raven dengan tatapan kesal.
"Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" sindir Raven setelah melihat reaksi yang diperlihatkan Zero.
Zero menghela napas lalu melanjutkan langkahnya. "Aku benci berjalan selambat manusia," ketus Zero berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Ckckck, vampire bodoh itu," gumam Terrence sambil tertawa kecil.
"Hehehe, ternyata mudah sekali membuat dia terlihat konyol," sambung Raven yang ikut mentertawakan sikap Zero. Tanpa sadar, ia menggandeng tangan Terrence. Sementara Terrence membiarkan Raven yang menggandeng tangannya.
Sherry menatap Raven yang menggandeng Terrence dengan tatapan bingung. Melihat hal itu, ia pun langsung tersenyum. "Hei, sejak kapan kalian punya hubungan khusus? Kenapa tidak memberi tahuku?" tanya Sherry. Sekarang, giliran Sherry yang akan membuat Raven dan Terrence terpojok.
"E,eh? Apa maksudmu?" tanya Raven gugup dengan wajah memerah. Cepat-cepat ia melepaskan tangan Terrence.
"Hmm... sudahlah. Aku tak ingin mengganggu kalian," sindir Sherry yang kemudian berjalan meninggalkan Raven dan Terrence yang saat itu masih terlihat gugup.