BAB 8
>>Pertarungan di Bawah Sinar Bulan Purnama<<
Sehari sebelum bulan purnama tiba. Suasana di pos barat terasa sangat menengangkan. Semua hunter terlihat sibuk berlatih untuk menghadapi Lycan yang akan menyerang besok. Apalagi saat bulan purnama muncul kekuatan para Lycan mencapai puncaknya. Itu berarti para hunter harus berusaha sekuat tenaga agar bisa menang.
Seluruh rumah di desa bagian barat terlihat sepi. Tak satu pun warga yang terlihat. Ya, semua warga itu telah mengungsi ke desa lain, karena mereka takut jika masih berada di rumah masing-masing, mereka akan menjadi korban keganasan Lycan. Yang bisa mereka lakukan hanya berdoa agar para hunter bisa menang melawan para lycan, supaya mereka bisa kembali lagi ke rumah dan menjalani hari-hari seperti biasanya.
Sherry duduk di dekat sebuah parit yang telah dibuat warga desa. Angin berhembus dengan kencangnya, sehingga membuatnya merasa sedikit kedinginan, tapi ia tak menghiraukan hal itu. Sherry terus duduk di sana sambil menatap langit yang dipenuhi bintang. Meski begitu, pandangannya tetap tertuju pada satu hal, yaitu bulan yang bentuknya hampir mencapai bulan purnama penuh. Ia terus menatap langit sambil menunggu Raven untuk menjemputnya dan kembali ke pos, karena sebentar lagi, ia mendapat tugas untuk menggantikan Clarent, seorang hunter yang berasal dari pos utara untuk bertugas menjaga pos.
"Kudengar jika terkena cakaran atau gigitan Lycan, seorang manusia bisa menjadi Lycan. Apa kau tak takut pada Lycan?" suara pria itu tiba-tiba terdengar dari arah belakang. Sherry menoleh kearah belakang untuk melihat siapa pemilik suara itu.
Kini Sherry menatap pria itu dengan tatapan kesal. "Kau? Sedang apa di sini?" tanya Sherry sinis setelah mengetahui kalau pria itu adalah Zero.
Zero berjalan mendekati Sherry, lalu duduk disamping gadis itu. "Tentu saja untuk menemui Aidenku." Jawab Zero santai.
"Aku sedang tidak ingin bertemu denganmu. Lagi pula aku sudah menegaskan padamu bahwa aku bukan Aidenmu." Kata Sherry ketus.
"Aku tahu kalau kau tidak ingin bertemu denganku." Ujar Zero sambil menatap kearah parit sambil tersenyum tipis.
"Lalu?" Sherry mengernyitkan dahinya.
Zero mengalihkan pandangannya, lalu menatap Sherry sambil memasang sebuah senyum yang mencurigakan. "Aku datang ke sini karena merasa haus." Katanya. Zero mulai bergerak. Ia mengarahkan taringnya menuju ke leher Sherry agar ia bisa mendapatkan darah dari Aidennya.
Sherry menghentikan Zero dengan kedua telapak tangannya. Sekarang ia terlihat sangat kesal. "Tidak! Pokoknya tidak akan kuizinkan kau meminum darahku!" ujar Sherry sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa? Kenapa? Kau kan sudah resmi menjadi Aidenku?" Zero tampak kesal.
"Pokoknya tidak boleh!" jawab Sherry. Sebenarnya alasannya terus menolak Zero adalah kalimat yang pernah dikatakan Ikiru ketika ia sedang sakit.
"Apa ini karena pria yang bernama Ikiru?" tanya Zero yang mulai curiga.
Sherry terlihat kaget mendengar pertanyaan Zero. "A-apa? Darimana kau mengetahui namanya?" tanya Sherry penasaran.
"Tentu saja aku tahu. Apa kau tahu? Kaptenmu itu sering membicarakan pria itu, sehingga membuatku merasa bosan saat mendengar namanya." Jawab Zero."Lalu, apa yang kutanyakan itu benar?" tanya Zero sambil menatap Sherry dengan tatapan menyelidik.
"A-apa?" wajah Sherry mulai memerah.
"Hm... sepertinya dugaanku memang benar." Kata Zero sambil menghela nafas.