BAB 1 - A

42.4K 1.5K 293
                                    

KONJUR - Kontrakan Jurig

Oleh : Andhika Wandana


BAB 1


Sebuah mobil mpv yang sedang melaju sekencang kijang akhirnya menghentikan perputaran rodanya tepat di depan pagar sebuah rumah yang terpampang nomor 007 di tembok.

Dari dalam mobil yang bisa menampung satu keluarga itu turunlah dua orang pria dewasa dan seorang wanita, sedangkan di dalam kendaraan dibiarkan seorang anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar untuk menunggu. Namun pandangan anak kecil itu turut mengamati keadaan rumah dari balik kaca kendaraan.

Ketiga orang dewasa yang telah turun dari mobil itu kemudian berdiri di luar pagar rumah. Mereka memperhatikan tampilan sekitar rumah dari depan.

"Jadi yang ini rumahnya?"

"Benar sekali, Pak Woles. Ini rumah kontrakan yang Bapak cari. Bagaimana, sesuai dengan kriteria yang bapak minta kan?" ucap Tarso yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai tukang bubur kacang ijo sedangkan pekerjaan utamanya sebagai tukang bubur ayam.

Pak Woles mengangguk, ditatapnya rumah yang berbalut cat putih itu. Sebuah bangunan bertingkat dua yang berdiri dengan kokohnya menerima terpaan sinar matahari tanpa harus takut temboknya menjadi hitam legam karena kepanasan berkat lapisan catnya yang mengandung tabir surya.

"Rumah ini sepertinya enak," kata Bu Woles.

"Rumah kok enak, Ibu pasti membandingkan sama kue bolu lagi ya?" tanya sang suami.

"Kok Ayah tahu sih. Ini tuh seperti bolu Puteri Salju yang penuh dengan lapisan krim yang tebal loh."

Pak Woles hanya menggeleng-gelengkan kakinya melihat tingkah sang istri yang pikirannya selalu ke makanan melulu. Namun Pak Woles tetap senang, walaupun istrinya doyan makan tetapi tubuhnya tetap ideal seperti model iklan pelangsing di televisi.

"Pak, itu kakinya kenapa kejang-kejang?" tanya Tarso melihat tingkah kliennya yang lagi goyang-goyangin kaki.

"Eh, nggak apa-apa kok," jawab Pak Woles. Lagian salah sendiri geleng-geleng kaki, coba kalau kepala yang di geleng-geleng, paling disangka lagi triping.

Pak Woles lalu melangkah mendekati sebuah tembok pagar yang bertuliskan nomor 007. Sebuah nomor unik yang membuat dirinya tergelitik untuk bertanya, "Kok nomornya 007 yah, kenapa tidak 07 atau 7 saja?"

"Mungkin karena James Bond pernah tinggal di sini kali," jawab Bu Woles sekenanya.

"Ah Ibu bisa aja. Yang benar saja, masa James Bond pernah menetap di sini," sanggah Pak Woles.

Tarso yang mendengarkan percakapan sepasang suami-istri tersebut, langsung ikut nimbrung kayak semut nemu gula.

"Eh si Bapak tidak tahu yah! Rumah ini ditulis nomor 007 karena James Bond memang pernah tinggal di sini loh, Pak." Tarso menimpali.

"Ah masa sih? Yang benar nih," kata Pak Woles seakan tak percaya tralala-trilili.

"Beneran kok, Pak. Dulunya plang nomor rumah ini memang cuma angka 7 saja. Namun semenjak ketahuan rumah ini pernah ditempati oleh agen James Bond 007, si pemilik rumah kontrakan lalu menambahkan variasi pada plang nomor rumahnya menjadi 007."

"Loh, lalu bisa tahu kalau dia itu James Bond darimana? Dia itu agen rahasia loh, masa bisa ketahuan. Barangkali yang tinggal itu namanya James Bono kali?" tanya Bu Woles seraya membeberkan alibinya.

Tarso terdiam sejenak.

"Memang benar kok dan dia orang bule. Ketahuannya gara-gara sedang memata-matai Mpok Minah pedagang lotek yang sedang mandi, hingga akhirnya apeslah dia kepergok oleh warga. Nah dari situlah identitas James Bond mulai terungkap setelah di interogasi oleh Pak RW."

"Oh begitu." Pak Woles manggut-manggut.

"Itu sih namanya ngintip, bukan memata-matai. Dasar agen playboy!" ketus Bu Woles sambil menatap suaminya.

"Eh Si Ibu kenapa melototnya ke Ayah," kata Pak Woles yang bergidik serasa dipelototin Wewe Gombel kena stroke.

"Kenapa? Ayah merasa ya!"

"Issh... enak saja!" Pak Woles segera mengalihkan pandangannya menatap pekarangan rumah.


***


TUNGGU LANJUTANNYA...

#Jangan lupa komentarnya ya

@andhikawandana


KONJUR ( Kontrakan Jurig )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang