BAB 2 - C
Pak Woles dan Tarso kini sudah berada di dalam pekarangan rumah, sedangkan Bu Woles masih berada di luar area.
"Ayaah...!" panggil Bu Woles dari balik pagar.
"Ada apa, Bu?"
"Ibu mau ikut memanjat juga!"
"Aiih... jangan! Ibu tunggu di luar aja. Jagain mobil."
"Huh, memangnya Ibu tukang parkir," ketus Bu Woles.
Pak Woles pura-pura tidak mendengar keluhan istrinya. Bersama dengan Tarso perlahan-lahan mulai mendekati lokasi tempat ayunan bergoyang.
Sosok anak kecil yang sedang membelakangi dan asyik bermain ayunan tidak menyadari kalau ada dua orang manusia yang mengendap-endap mendekati dirinya dari belakang.
"Pak! Yakin itu anak Bapak?"
"Iya saya yakin, tapi kok kenapa bisa ada di dalam rumah ini yah?" ujar Pak Woles berbisik.
"Jangan-jangan..."
"Jangan-jangan apa?!"
"Eung... nggak kok!"
Semakin dekat dengan objek, perasaan mereka berdua pun semakin was-was tak menentu.
Setelah dekat dengan ayunan yang sedang bergerak-gerak lengkap dengan penumpangnya, maka dengan sigap lengan Tarso langsung meraih gagang ayunan tersebut hingga akhirnya berhenti bergoyang.
Perlahan-lahan kepala anak kecil itu menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang telah mengusik dan mengganggu goyangannya. Dahinya mengerut dengan tatapan mata yang menyorot tajam.
"Aaaaaa... gangguin Meikel aja!" ketusnya.
"Meikel...! Ayah tadi cari kamu kemana-mana ternyata malah ada di dalam rumah ini!" sergah Pak Woles.
"Maaf, habisnya tadi Meikel lihat di dalam rumah ini ada ayunannya. Ya udah Meikel masuk saja ke dalam."
Tarso kemudian berjongkok di dekat Meikel yang masih duduk di kursi ayunan seraya bertanya, "Adik kok bisa ada di dalam rumah ini. Kan pagarnya masih terkunci-- digembok?"
"Iya, Ayah juga bingung. Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam sini dan asyik bermain ayunan?"
"Meikel tadi panjat tembok itu!" tunjuk Meikel.
Tarso dan Pak Woles lalu menoleh ke arah pembatas tembok yang dimaksud oleh Meikel.
"Loh itukan tembok yang kita panjat tadi," kata Pak Woles.
"Iya, benar. Ternyata lewat situ juga."
"Ayo Meikel, kita pulang," ajak Pak Woles memegang bahu anaknya.
"Nggak ah, Meikel pengin tinggal di rumah ini saja."
Gerakan Pak Woles tertahan.
"Loh, memangnya kenapa?"
"Ada ayunannya. Meikel suka!" serunya dengan berseri.
"Ayunan?"
Tarso mengernyitkan dahinya memandang Pak Woles yang diam termenung memperhatikan anaknya.
"Iya, nanti kita bicarakan di rumah. Kalau Ibu suka, kita akan tinggal di sini," ujar Pak Woles menatap Meikel.
"Yang benar saja, apa Bapak serius?!" Tarso mendelik mempertanyakan keseriusan ucapan Pak Woles.
"Iya, saya serius banget. Kalau mereka suka, saya akan pilih rumah ini," ungkap Pak Woles.
"Ya sepertinya memang serius," desah Tarso sedikit kecewa setelah mendengar pernyataan Pak Woles.
Meikel lalu turun dari ayunan dalam genggaman kedua lengan bapaknya. Mereka bertiga kemudian berjalan mendekati pintu pagar tempat Bu Woles berdiri menunggu.
"Bu, nih Meikel anakmu!" kata Pak Woles yang berdiri di samping Meikel sambil menggantungkan lengan di bahu anaknya.
"Anakmu... anakmu! Itukan anak Ayah juga kali!" ketus Bu Woles sambil menunjuk suaminya.
Pak Woles yang ditunjuk malah nyengir kuda poni sedangkan Tarno nyengir kuda laut mendengar percakapan sepasang suami-istri itu.
"Meikel, kamu ngapain sih pakai masuk ke rumah orang segala. Ayah dan Ibu daritadi pusing loh mencari kamu!" seru Bu Woles dari balik pagar.
"Saya juga pusing, Bu!"
"Tuh Kang Tarso juga pusing!" lanjut Bu Woles.
"Makanya Om Tarso, nanti minum obat yah biar pusingnya hilang!" ucap Meikel.
Tarso dengan mata mendelik hanya diam saja tidak menimpali ucapan si bocah Meikel.
"Kang Tarso itu pusing mencari kamu tahu," ujar Pak Woles sembari mengacak-acak rambut anaknya.
Baru saja Bu Woles mau ceramah lagi satu naskah buat Meikel, lidahnya mendadak kelu. Matanya menangkap pintu rumah yang ada dihadapannya perlahan-lahan terbuka.
Wajah Bu Woles mendadak pucat. Matanya bulat membesar, lubang hidungnya melongo dan mulutnya mulai mangap minta diisi donat.
Melihat mata istrinya yang mendadak mirip Doraemon dan wajahnya yang pucat pasi seperti adonan martabak, Pak Woles menjadi panik. "Bu, kenapa? Kok kayak yang pucat, lapar yah?"
"Iya Ibu lapar. Eh bukan itu juga, tapi-tapi..." ucap Bu Woles mulai terbata-bata sambil menunjuk ke arah belakang Tarso.
Merasa ditunjuk-tunjuk, Tarso langsung meraba-raba wajahnya dengan keheranan. "Ada apa dengan saya, Bu? Wajah saya dari dulu memang pas-pasan seperti ini kok," kata Tarso memelas.
"Sabar, Kang Tarso. Maaf yah, mungkin istri saya tidak ada maksud ke situ. Itu hanya perasaan Kang Tarso saja." Pak Woles merasa tak enak hati.
"Tidak apa-apa, sudah biasa. Saya menerimanya kok, Pak." Wajahnya semakin kusut.
Tarso tertunduk lesu sedangkan Pak Woles berusaha menghibur, "Sudahlah, Kang Tarso!"
"Kalian berdua apa-apaan sih! Maksud Ibu coba perhatikan yang ada di belakang kalian!" seru Bu Woles dengan sewot.
Pak Woles dan Tarso langsung menyimak omongan Bu Woles. Perlahan-lahan mereka berdua membalikkan tubuhnya menghadap ke arah rumah yang di belakanginya sedari tadi.
"Haah...?!" Mereka berdua pun ikut terkejut.
***
Kira-kira kenapa mereka terkejut ya?
Ada yang bisa menebak?
TUNGGU LANJUTANNYA...
#Jangan lupa vote bintang
@andhikawandana
KAMU SEDANG MEMBACA
KONJUR ( Kontrakan Jurig )
HumorRank #1 - hororkomedi (14-4-19) Rank #7 - horor (19-4-19) Rank #10 - horor (18-11-18) *KONJUR* Genre Horor Komedi: Satu keluarga pindah dan mengontrak di sebuah rumah yang ternyata......