BAB 2 - B

12.8K 735 50
                                    


BAB 2 - B


"Ayah, Meikel di mana?" tanya Bu Woles yang menyadari keberadaan anaknya tidak ada di tempat.

"Meikel?!"

"Iya yah, Meikel anak Bapak di mana?" Tarso turut celingak-celinguk kayak jerapah.

"Tenang! Meikel pasti ada di mobil, nggak ikut turun."

"Oh iya."

Pak Woles lalu berjalan mendekati mobil untuk melihat isinya. Ya siapa tahu saja Meikel ada di dalam mobil sedang duduk-duduk atau tiduran. Namun setelah menyisir seluruh kabin mobil, Pak Woles tidak mendapati sosok anaknya berada di dalam sana. Meikel tidak ada. Sekali lagi, tidak ada.

"Buu, Meikel ternyata tidak ada di dalam mobil!" teriak Pak Woles dengan setengah berlari mendekati istrinya.

Wajah Bu Woles mendadak pucat mendengar penjelasan suaminya yang berlari setengah-setengah.

"Aduh, Meikeeel! Di mana kamu, Nak!" Dengan raut panik, Bu Woles langsung mencari di sela-sela pot tanaman.

Tarso geleng-geleng kepala melihat Bu Woles. Dikiranya itu anak biji kecambah apa? Pakai ngubek-ubek belakang pot tanaman segala.

"Tapi kira-kira kemana perginya tuh anak ya?" pikir Tarso mulai menerka-nerka.

Tarso memperhatikan sekitar jalan dari ujung ke ujung. Dirinya bingung harus mulai darimana mencarinya. Sembari menghela napas, Tarso lalu bersandar pada pagar rumah yang masih terkunci.

Entah kenapa tiba-tiba Tarso tertarik untuk mengamati keadaan halaman rumah dari luar pagar. Dirinya lalu berusaha menyisir seluruh bagian dalam halaman rumah yang bisa dijangkau oleh matanya.

"Kang Tarso lagi ngapain di situ? Tidak mungkin ada Meikel di dalam, pagarnya saja terkunci," ujar Bu Woles memperhatikan tingkah Tarso yang sedang melihat isi pekarangan rumah.

Tarso tidak memperdulikan perkataan Bu Woles hingga akhirnya pandangan Tarso bertumbuk pada sebuah ayunan yang sedang bergerak-gerak. Dilihatnya ada seorang anak kecil yang sedang duduk membelakangi.

"Kok ada anak kecil lagi main ayunan di situ?" Tarso berusaha menyakinkan pandangannya.

Plak... bahu Tarso ada yang menepuk.

"Huaaaa..." Tarso yang pikirannya sedang fokus tersentak kaget, berteriak mengangkat kedua tangannya seakan jetlag roller coaster.

"Hahaha... maaf-maaf kalau saya sudah membuat Kang Tarso terkejut," ujar Pak Woles.

"Aduuh... Bapak bikin jantungan saja."

"Memangnya Kang Tarso lagi ngapain? Serius benar. Lagi mengintip cewek di dalam yah."

"Eh... Tidak, Pak. Co-coba Bapak lihat ke dalam sana, ada seorang anak kecil yang sedang bermain ayunan."

Pak Woles lalu mengamati bagian pekarangan rumah yang ditunjuk Tarso. Memang benar, ternyata ada seorang anak kecil berbaju kuning sedang duduk membelakangi bermain ayunan.

"Itu seperti Meikel deh? Kaos kuning, postur dan rambutnya, semua mirip dia. Itu memang Meikel, Kang Tarso!" seru Pak Woles mendadak panik.

"Bapak yakin? Bisa saja yang berbaju kuning itu Nobita."

"Lo kira Doraemon. Saya yakin itu Meikel, Kang!"

"Kalau itu memang Meikel, bagaimana ia bisa ada di dalam sana?" tanya Tarso masih belum yakin.

"Entahlah!"

Bo Woles menghampiri.

"Kok Ayah malah jadi ragu juga sih. Itu memang Meikel, Yah. Ibu yakin banget kok, buruan bawa Meikel kemari!" ujar Bu Woles yang juga ikut memperhatikan pekarangan rumah.

Mendengar wejangan istrinya, Pak Woles kini semakin yakin kalau yang sedang di ayunan itu memang Meikel anaknya. Karena naluri seorang ibu sedang berbicara dihadapannya.

"Ayo kita masuk, Kang Tarso!" seru Pak Woles.

"Masuk lewat mana, Pak? Pagarnya kan dikunci." Tarso menggenggam kunci gembok yang mengait di pagar.

"Benar juga."

Tarso lalu bergerak ke sisi pagar rumah memperhatikan pembatas tembok menuju halaman.

"Bagaimana kalau kita memanjat tembok saja. Naiknya lewat sini, Pak!" ajak Tarso.

Pak woles lalu bergegas menghampiri, menuju tepi tembok pembatas rumah yang ditunjuk Tarso.

"Saya duluan yang naiknya ya," kata Pak Woles. Celananya yang melorot dinaikkan dahulu sampai perutnya.

Pak Woles berusaha keras memanjat untuk melewati benteng tembok. Tubuhnya yang sedikit tambun membuatnya kesulitan untuk mengangkat badannya sampai ke atas tembok.

"Kang Tarso, jangan diam saja. Bantuin dorong saya dari bawah dong, heuuug..." Pak Woles sudah mengejan-ejan sekuat tenaga.

"Baik, Pak. Saya dorongin dari bawah!"

Tarso berusaha membantu sekuat tenaga agar Pak Woles dapat sampai ke titik puncak tembok. Keringatnya bercucuran, Tarso mulai ngedumel, "Aduuh berat banget sih ini orang, serasa memanggul dua karung beras impor."

"Kang Tarso, dorongnya lebih kuat lagi!" pinta Pak Woles.

"Baik, Pak! Ciaaaaaat....!"

Dengan segenap jiwa dan raga, Tarso mengerahkan seluruh tenaganya sekaligus, aliran tenaga chi-nya langsung keluar mendorong bokong Pak Woles dengan kekuatan penuh.

"Eee... eeee... pelan-pelan dorongnya!" Pak Woles tersentak kaget menerima dorongan tiba-tiba yang amat dahsyat.

"Huuuaaaa...!"

BRUUUK...

Akhirnya Pak Woles berhasil melewati benteng tembok dengan jatuh tersungkur. Bu Woles yang melihat suaminya terjun bebas, langsung menutup kedua matanya dengan tangan.

"Ka-kang Tarso... pelan... pelan..." ujar Pak Woles dengan pipi menyentuh tanah.

"Ma-maaf, Pak. Tadi terlalu semangat!" seru Tarso yang buru-buru menyusul memanjat tembok.


***


Terima kasih,

TUNGGU LANJUTANNYA YA...

#Jangan lupa bintangnya ^_^

@andhikawandana


KONJUR ( Kontrakan Jurig )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang