chapter 3

12.2K 1K 33
                                    

[Scorpius Malfoy]
Semalaman aku tidak bisa tidur. Si Weasley itu sudah menjatuhkan harga diriku habis-habisan. Dia bilang kepada Arletta kalau aku mencintainya sejak tahun keempat? Kesannya seperti aku mengemis cinta pada Weasley.

Dia juga memintaku untuk pura-pura menjadi kekasihnya. Demi kaos kaki buluk Merlin, apa sih yang ada dipikirannya saat dia mengucapkan itu? Yah, awalnya aku agak bingung apakah aku harus membantunya atau tidak. Namun setelah dipikir-pikir, sepertinya Weasel bisa kumanfaatkan. Ditambah lagi aku sudah lelah diikuti Arletta ke mana-mana.

Aku menuruni tangga, berniat untuk mandi air hangat karena di kamarku tidak ada air hangat. Aku melihat Weasley dengan rambutnya yang agak basah, sedang membaca di sofanya yang biasa.

Weasley duduk bersila, kakinya diangkat ke atas sofa. Aku mengabaikannya, kemudian segera mandi.

Aku keluar hanya dengan sehelai handuk yang meliliti pinggangku. Tadi aku malas membawa baju, jadi beginilah.

Weasley masih pada posisinya, asyik membaca seperti orang lupa waktu. Aku mengeringkan rambutku dengan handuk dan saat aku mau kembali ke kamarku untuk memakai baju, tiba-tiba dia memanggilku.

"Malfoy," panggilnya. Aku tidak menoleh, masih mengeringkan rambut sambil menunggunya untuk menghampiriku.

"Jadi, bagaimana? Kau mau kan membantuku?" Tanyanya begitu dia berada di sampingku. Aku menatap matanya yang penuh dengan harapan aku akan berkata iya.

"Hmm...." Jawabku sok sedang berpikir. Aku menyampirkan handukku yang tadi kupakai untuk mengeringkan rambut di bahu.

"Bisa jadi." Balasku--berambigu-- kemudian meninggalkan Weasley yang kuyakini sedang frustasi karena kebingungan sekarang.

****

Baru saja aku memasuki Aula Besar, tiba-tiba Arletta sudah menyerbuku dan bergelayut manja dilenganku. Aku memutar bola mata, sebal sekaligus malas meladeninya.

"Scooooorpieeeee..." Panggilnya manja. Aku mendelik jijik, kemudian mencoba untuk melepaskan tangannya sehalus yang aku bisa. Saat aku berhasil melepaskannya, raut wajah Arletta berubah menjadi jengkel. Aku mengabaikannya, kemudian berjalan lurus ke arah Al yang sudah melambai-lambai padaku.

"Hey," sapanya. Aku duduk di sampingnya, di sebrangku sudah ada Damian Crabbe. Dia sedang makan apapun yang ada di depannya--- dan sampai sekarang aku masih bingung kenapa dia belum gendut-gendut juga---.

"Hey." Jawabku, kemudian menyesap minuman yang sudah terisi dipialaku.

"Rasanya aku mau jadi Ketua Murid setelah melewati malam yang sangat tidak beruntung ini," kata Al. Dia menatap tajam Damian yang langsung cengar-cengir seketika.

"Merlin, apa sih salahku sampai diberi cobaan seberat ini?" Gumam Al. Dia membenturkan kepalanya ke meja.

"Ada apa sih?" Tanyaku bingung sekaligus penasaran. Tinggal di asrama Ketua Murid membuatku tidak tahu apa-apa.

"Tanya saja sana pada si Crabbe." Balasnya, kemudian dia kembali menatap tajam cowok yang sedaritadi hanya cengar-cengir sambil masih asyik makan.

"Jadi, kau tahu kan kalau Weasley itu sekarang terkenal di kalangan anak-anak cowok sok tenar Hufflepuff dan Ravenclaw karena kemarin pagi dia sangat hot?" ---Al melemparinya roti--- "Yeah, sori. Kau ini sensitif sekali sih, Al."

Kemudian Damian melanjutkan, "yah, jadi begitu. Aku terus-terusan membicarakan Weasley karena memang benar bahwa tubuhnya sa---" Al melemparinya roti lagi dan yang kali ini tepat mengenai wajah Damian. Aku terbahak, walaupun sebenarnya aku juga agak kaget dengan berita itu.

A Deal With Malfoy [Scorose]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang