Chapter 49 : How It All End

3.5K 287 51
                                    

Elle's POV

Pernahkah kau merasa tidak ingin terbangun dari tidurmu karena kenyataan terlalu menyakitkan untuk bisa kau hadapi? Pernahkah sedikit saja kau rasanya ingin pergi, pergi dari semua ini atau bahkan berharap kejadian yang menyebabkan rasa sakit ini tidak terjadi? Aku terbangun dengan perasaan itu berulang kali akhir akhir ini.

Aku terus duduk di sini menunggu Niall untuk bangun dari tidurnya. Tetapi, karena Harry bersikeras berkata bahwa ia akan menjaga Niall di malam hari dan mengantarku pulang untuk istirahat, akhirnya aku terpaksa untuk pulang. Tetap saja, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak di atas kasur empuk itu. Dan selain untuk tidur, aku terus menunggu dan menunggu.

Sudah hampir satu bulan, aku merindukan si pirang itu.

Aku berjalan melewati lorong rumah sakit yang cukup sepi karena di lorong ini berjejer ruangan dengan pasien yang memiliki kondisi cukup buruk sehingga tidak banyak orang tertarik untuk melewati lorong ini.

Tanganku memegang sebuket bunga daisy merah yang harum. Seketika hatiku merasa tenang saat aku menghirup harum bunga ini. Aku berpikir, mungkin saja Niall akan menyukai bunga ini ada di ruangannya sekarang.

Aku mengintip dari kaca pintu dan melihat Niall masih terbaring persis sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Aku menarik napas mencoba mengabaikan perasaan sesak setiap harus menerima kenyataan Niall tak kunjung sadar.

Harum ruangannya yang dulu sangat aku benci, sekarang seakan sudah menjadi sahabatku. Cepatlah bangun Niall, aku benci dengan segalanya. Aku ingin memarahimu atas semua ini. Semoga kau juga ingin mendengar ocehanku.

"Morning." Bisikku pelan. Aku pernah dengar bahwa seseorang yang koma masih bisa mendengar perkataan yang kau ucapkan di dekatnya. Mereka hanya tidak bisa bergerak dan membuka mata mereka.

Tentu saja tidak ada jawaban darinya. Rasa sakit yang sudah tidak asing menyeruak dan aku berusaha untuk mengabaikan hal itu.

Aku mengganti bunga daisy yang sudah layu di vas dengan bunga yang masih segar. Seakan sudah menjadi rutinitasku, aku duduk di kursi di samping tempat tidur dan memperhatikan Niall.

Wajahnya masih sangat pucat dan kulitnya yang putih pun terlihat sama pucatnya. Kepala Niall dibebat perban membuat rambut pirangnya tidak beraturan. Oksigen tersambung pada hidungnya dan selang infus, darah, tersambung pada tangannya. Banyak kabel yang tersambung di dadanya dan suara monitor pendeteksi kerja jantung seakan menjadi musik pengisi kesunyian.

Niall sudah menjalani total empat kali operasi saat ini. Dua diantaranya adalah operasi besar yang sangat terpaksa dokter harus lakukan karena saat itu keadaan Niall begitu turun dan hasil operasi sebelumnya ternyata tidak berhasil maksimal. Kalau itu bisa membuat Niall sembuh, aku akan terus menunggunya untuk bangun dengan cara apapun.

Dan satu minggu terakhir ini, menjadi satu minggu yang begitu datar karena Niall tidak menunjukan kemajuan atau kekhawatiran apapun. Ia hanya tidur di sana belum juga tersadar dari komanya.

"Niall, do you hear me?" ucapku. Setelah beberapa saat, tidak ada jawaban.

"What have you done?" lanjutku lebih mendekat padanya, "You've made me cry for crazy hours and.. I don't know, why do you do this?"

Aku tidak tahu. Apakah saat nanti Niall terbangun semuanya akan sama, atau justru lebih buruk dari yang kubayangkan. Niall akan bangun dengan tubuhnya yang mengalami beberapa kali bekas operasi.

Aku menggenggam tangannya yang mulai terasa dingin. Hal itu rasanya membuat kekhawatiranku semakin bertambah, bisakah hangat itu kembali? Bisakah aku merasakan kenyamanan saat tangan ini memelukku erat lagi? Aku takut meyakini bahwa Niall tentu akan kembali karena aku pernah merasakan sakitnya kehilangan.

SAVE [Niall Horan FanFiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang