Aku membutuhkan Matahari.
Seorang Matahari, bukan benda, maupun hal lain. Seorang. Seorang yang sangat gemerlang dan jauh di awang-awang.
Seorang yang membuat mataku silau, tidak berani mengangkat muka di hadapannya. Bahkan cahayanya sampai-sampai ke hatiku, hingga terbakar lidah apinya antara kesenangan dan kegalauan yang membara.
Siapa yang dapat menyainginya? Mendekatinya pun tak bisa. Matahari ini tidak hangat, walau memancarkan sinar yang sangat merah, auranya tetap terasa dingin.
Mungkin sebelumnya aku berbicara tentang Rembulan, tetapi aku baru menyadari satu hal; aku membutuhkan Matahari.
Bukan hanya aku yang membutuhkan, beberapa orang yang sempat menjadi pengisi hidupku juga membutuhkannya. Mereka bahkan telah berhasil mendekati Matahari itu, walau akhirnya terbakar kepanasan hatinya.
Aku membutuhkan Matahari.
Matahari bersinar terang di langit, memandang kami semua dengan bara apinya. Aku senang dipandangi, walau arti pandangannya kepadaku sama dengan yang lain, tidak istimewa.
Aku membutuhkan Matahari.
Matahari menyapaku tadi. Tentu aku senang, tetapi aku sedih saat melihat punggungnya pergi berjalan menuju seorang dari kami.
Aku membutuhkan Matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hjàlp
PoesíaSemua emosi, kesedihan, kebahagiaan, maupun khayalan yang aku tuangkan dalam kata-kata kiasan. Segelintir emosiku yang aku tuliskan, dalam paragraf-paragraf yang singkat.