14, 12 dan 25

131 7 1
                                    

Yang selama ini aku impikan sampai berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan sampai aku tutup usia. Semua perjuangan, kesabaran dan hati yang selalu kucoba untuk tegarkan berakhir pada hari ini juga. Berjuta impian yang dirusak hanya karena satu orang, pupus tak menyisakan satu permohonan.

Mungkin memang aku yang salah, terlalu berharap. Mengabaikan kalimat yang baru kusadari maknanya dari ibu, tentang betapa jahatnya sungguh seorang laki-laki. Aku juga jahat, menerimanya dengan begitu saja dan membiarkan perasaanku ini terkoyak retak dan hancur tanpa puing. Bukan hanya dia, kalau dipikir, memang ini semua karena keegoisanku yang mendekatinya.

Hari-hari berjalan seperti biasa, setelah aku kehilangannya. Hari yang berjalan seperti biasa, dihiasi oleh tangisanku yang aku tahu tak berguna. Dikala ada seorang teman menyanyikan lagu bersyair tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, airmataku mengalir dengan sendirinya. Aku benci itu. Menangis membuatku makin diremehkan saja.

Walau ya, jujur, rasa sedih itu belum terhapuskan seluruhnya. Perasaan sayang dan kecewa juga masih menguasai emosi yang mencoba ditegarkan. Perasaan sedih, yang diakibatkan oleh yang tersayang memang paling menohok hati. Berpuluh-puluh hari indah yang telah kita jalani, terhapus begitu saja pada tempo hari. 12 hari menyenangkan, berakhir pada tanggal 25. Dimulai pada hari pembantaian St. Valentine yang dicap sebagai hari kasih sayang, 14 yang masih tercetak tak pudar satu warna pun di benak dan di hati.

Ini pesanku yang terakhir pada kisah asmaraku yang klise dan selalu tak berakhir bahagia. Pesan terakhir sebelum aku menutup rapat hati ini, dan membuka seluruh otakku untuk terfokus pada masa depan. Janji yang sudah aku bulatkan, untuk diriku dan Sang Pencipta seluruh alam ini. Pesanku yang penuh luka, tetapi tetap aku hargai masa lampau yang telah aku lewati.

HjàlpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang