Chapter 1

310 34 4
                                    

Mulmed: Emma Archer

BRAK!!

Semua murid yang ada di kelas itu tertegun dan segera menoleh ke sumber suara. Terlihat dengan jelas seorang siswi berambut coklat muda tergerai panjang sampai pinggul, mata amber yang tajam, wajah tanpa senyum sedikitpun, serta berseragam sekolah itu memasuki ruang kelas. Matanya meneliti setiap sudut kelas mencari bangku yang masih kosong. Matanya terhenti di sebuah bangku dekat jendela. Perlahan, Ia mendekati bangku tersebut dan segera menempatinya.

Tak ada murid yang berani membicarakannya dari belakang. Karena kalau sampai ketahuan, masa-masa sekolahnya pun tidak akan berjalan dengan tenang.

"Apa liat-liat?! Tidak senang kalau aku mendobrak pintu, hah?!" bentak gadis itu.

Mendengarnya, semua murid kembali mengerjakan pekerjaan masing-masing, tidak ingin mencari gara-gara dengan siswi yang satu itu.

Ya, dia adalah Abigail Emma Archer. Gadis yang terkenal sebagai gadis yang galak dan pemarah di sekolahnya. Ada yang berani mencari masalah dengannya, pasti hidupnya akan selalu terusik oleh tingkah siswi yang satu ini. Tanpa pandang bulu, siapapun pasti akan Ia lawan kalau berani mencari gara-gara dengannya.

Hobinya? Jangan tanya. Menurut pendapat seluruh murid di sekolahnya, hobinya adalah marah dan memaki. Ada yang tidak suka, ada juga yang hanya diam-diam saja tidak berani menyampaikan pendapat. Yang tidak sukapun lama kelamaan akan diam-diam saja karena sudah mendapat bagian dari gadis cantik nan kejam itu.

Cantik? Ya, tidak ada yang bisa memungkirinya. Rambut panjang berwarna cokelat muda hingga pinggang, mata amber yang tajam tak menunjukkan rasa takut sedikitpun, tubuh yang langsing dan mungil, cara berjalannya yang anggun, sudah dengan jelas menunjukkan betapa cantiknya ciptaan Tuhan yang satu ini. Kaya? Terlihat jelas dari tempat tinggalnya yang adalah mansion mewah nan megah, sudah kelihatan status sosialnya. Berasal dari keluarga yang kaya raya, sehingga apapun keinginannya pasti terpenuhi.

Hanya satu yang tak dimilikinya. Hati. Ya. Hati yang iba melihat orang lain, hati yang gembira, hati yang penuh kasih sayang. Itu yang tak dimilikinya. Atau mungkin sesuatu yang Ia sembunyikan. Bila ada orang yang pernah melihatnya tersenyum, maka orang itu pasti sangat beruntung bisa menikmati senyum gadis yang super langka ini. Kini, Ia tinggal sendirian di mansion mewah yang dimilikinya, terpisah jauh dari orang tuanya karena tertimpa masalah.

Ia mengeluarkan donat favoritnya yang Ia beli semalam, dan memakannya dengan lahap. Sudah menjadi kebiasaannya sarapan di sekolah. Lagipula, kalau tidak ada guru di kelas Ia bisa melakukan apapun yang diinginkannya karena tidak ada juga orang yang berani mengusik ketenangannya. Malahan Ia yang akan mengusik ketentraman hidup orang itu.

"Pagi!!" seru seorang gadis berambut pink pendek sembari berlari kecil ke kelas 1-1.

"Pagi juga.." balas murid-murid di kelas itu.

Gadis itu segera berjalan ke arah tempat duduk Emma dan duduk di sebelahnya.

"Hey, kau ini kenapa? Masih pagi sudah marah-marah begitu. Pasti tadi kau mendobrak pintu lagi, kan?" tanya gadis itu.

"Berisik! Terserah aku mau mendobrak pintu kek, mematahkannya, ataupun menghancurkannya sekalipun, aku tidak peduli! Sudah diam. Ini, donat untukmu, Oliv."

"Wah, makasih! Kau memang pandai mengetahui apa yang aku inginkan." jawab gadis itu.

Olivia namanya. Teman baik Emma. Mereka bersahabat sejak kecil jadi tidak heran kalau Emma tidak mematahkan tulang-tulangnya sekalipun Ia mengusik ketenangannya. Berbanding terbalik dengan Emma, Olivia justru merupakan seorang gadis yang enerjik dan ceria. Ia adalah kapten klub softball di sekolahnya. Olivia bekerja paruh waktu berhubung ekonomi keluarganya tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Ia cukup polos dan telmi. Semua makanan apapun itu pasti disukainya.

"Hey, sebenarnya tidak baik kalau kau marah-marah seperti ini. Teman-teman jadi takut padamu." ujar Olivia.

"Apa peduliku dengan mereka? Lagipula tidak ada yang berani mengkritikku selain kau. Aku juga tidak akan segan-segan memaki bahkan memukul mereka sekalipun." kata Emma acuh.

"Ckckck.. kau benar-benar berbeda sekarang. Bukan lagi Emma yang dulu periang. Dulu kau.."

"Ah.. berisik! Aku tidak mau mendengar pembahasan apapun soal itu lagi. Kenangan itu terlalu pahit untuk diingat. Aku benci semuanya. Aku benci! Jadi jangan ungkit apapun lagi soal kenangan-kenangan itu! Hanya membuatku sakit kepala!" seru Emma.

"Hhh.. baiklah.. baiklah.." ujar Olivia akhirnya.

Lonely EmmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang