Chapter 14

49 8 0
                                    

"Bukan, hey aw! Aw! Emma, jangan pukul aku, sakit! Aw!"

Yah.. Mau bagaimana lagi? Menghadapi gadis yang sedang jatuh cinta memang cukup rumit.

***

Liam berjalan pulang ke rumah sambil bersiul senang. Perasaannya seketika membaik ketika melihat bulan purnama dan menyatakan cinta sepihaknya pada Emma. Tentu saja dia belum berani untuk mengungkapkan cintanya secara langsung. Dia saja belum lama bertemu dengan gadis itu. Ia menerawang jauh dan berpikir, apa lelaki Amerika berani untuk menyatakan cinta mereka secara langsung? Karena pria Jepang sangat malu untuk mengungkapkan cinta mereka dan itulah yang sedang dialami Liam saat ini.

Ia melangkahkan kaki perlahan ketika melihat rumahnya sudah tampak dari beberapa ratus meter. Apa yang akan Ia lakukan saat sampai di rumah nanti? Berbincang dengan ibunya mungkin? Sambil minum matcha sebagai teman di malam hari? Ah, matcha. Mengingatkan kembali di saat pertama mereka bertemu. Ibunya membawakan matcha dingin untuk menemani obrolan singkat mereka.

Huft.. Entah kenapa teringat matcha membuatnya seketika rindu pada sosok mungil itu.

"Apa sebaiknya.. ah, tidak, tidak. Mungkin saja dia sedang istirahat. Lagipula ini sudah malam, kan? Juga, apa yang akan aku bicarakan dengannya?" ujar Liam pada diri sendiri.

Ia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.

Tok tok tok

"Liam, apa itu kau?" tanya suara dari dalam.

"Iya, bu. Aku sudah pulang." jawabnya.

Tak lama Ia mendengar suara langkah kaki kecil dari dalam. Sesaat Ia melirik ke arah mansion besar di sebelah rumahnya. Ia tersenyum dalam diam bahkan ketika ibunya telah membuka pintu.

"Ne? Kenapa diam saja?" tanya ibunya yang sudah membuka pintu.

Liam langsung gelagapan saat ketahuan melihat mansion besar di sebelah rumahnya itu. Ketika melihat arah pandang putranya, ibunya pun mengangguk-angguk mengerti.

"Hoo.. Kau sedang penasaran apa yang sedang dilakukan pujaan hatimu, ya?" tanya ibunya sambil terkikik kecil.

"Ah, Iie.." kilah Liam namun semburat merah tetap terbit di kedua pipinya.

"Ah, tidak usah berbohong. Ibu tau kau menyukainya. Ayo masuk. Kita minum matcha." ajak ibunya.

Liam kembali tersenyum ketika mendengar kata matcha. Huh, kenapa jadi begini? Padahal sebelum dia bertemu dengan gadis itu, kata matcha terdengar biasa saja baginya. Walaupun itu memang minuman kesukaannya.

Ibunya mengambil 2 cangkir matcha dari dapur yang telah Ia siapkan sebelum putranya pulang. Liam memerhatikan gerak-gerik ibunya yang tiba-tiba membuatnya rindu akan sesuatu.

"Okaa-san.."

Ibunya terkesiap. Ia segera menyodorkan secangkir matcha pada Liam sambil tersenyum.

"Ya, Li-kun?" tanya ibunya.

Liam tersenyum sekilas.

"Aku rindu panggilan itu, Okaa-san." jawab Liam.

"Ya, ibu juga. Semenjak kita pindah ke Minnesota, kita tak pernah lagi menggunakan panggilan Jepang seperti ini." timpal ibunya.

"Bagaimana kalau kita gunakan panggilan itu lagi? Kita kan sudah di Jepang." anjur Liam.

"Hmm.. Boleh juga. Kenapa tidak?" kata ibunya menyetujui.

"Sugoi! Arigatou gozaimasu!" seru Liam bersemangat.

Lonely EmmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang