Chapter 18b: Seal of the Night

33 3 0
                                    

Don't forget to vote and comment :)

***

Tanpa sadar, Emma tersenyum. Owen pun ikut tersenyum. Ia mengelus rambut Emma penuh sayang. "Kau sudah besar, ya sekarang." ujar Owen. "You know, what? Don't grow up too fast.

Ketenangan yang melanda mereka seketika terpecah ketika Liam berseru, "Makan malam sudah siap!"

***

Malam yang tenang itu pun seketika menjadi ramai. Mereka bercengkerama menghabiskan malam itu dengan santai berhubung besok adalah hari Sabtu dan sekolah mereka diliburkan. Semua makanan di atas meja, mulai dari yakiniku, sushi, hingga teriyaki ludes mereka santap bersama. Setelah selesai makan, ibu Liam pun masuk ke rumah untuk membuat matcha. 

Liam sebagai tuan rumah pun memulai pembicaraan. "Ehem, jadi ayo kita mulai mendiskusikan langkah apa lagi yang akan kita ambil selanjutnya." ujar Liam. Ia kemudian memperhatikan Ava yang baru saja Ia sadari, hanya diam sedari tadi. 

"Ava? Ada yang ingin kau katakan mungkin?" tanya Liam.

Yang dipanggil pun segera mengangkat kepalanya dan melihat tatapan mereka semua tertuju padanya. Ava menghembuskan nafas panjang dan pelan. Ia tampak berpikir sejenak sebelum mulai berbicara. 

"Ibuku jadi semakin tertutup akhir-akhir ini. Kurasa akan sangat sulit untuk mengorek informasi darinya. Kita harus segera pikirkan cara lain. Aku sudah berusaha untuk memancing ibu, tapi ibu selalu diam. Aku tak tau harus pakai cara apa lagi." ujar Ava sambil menyandarkan kepalanya di bahu Oliv.

Merekapun merasa khawatir pada Ava. "Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa ada yang punya saran?" tanya Jacob.

Semuanya tampak berpikir keras. Emma melirik mereka satu per satu. Ia mendengus kesal dan bangkit berdiri secara tiba-tiba membuat perhatian semua orang tertuju padanya.

"Ayolah, apa tidak ada dari kalian yang memikirkan hal yang sama denganku?" tanya Emma.

"Tunggu, sebenarnya apa yang kau pikirkan? Bagaimana kami bisa tau kau punya pemikiran yang sama dengan kami?" tanya Oliv.

"Ayolah, caranya mudah sekali. Kita lakukan sekarang!" seru Emma antusias.

"Apa yang harus kita lakukan, Emma?" tanya Ava bingung.

"Di sini sudah ada Liam dan Ava. Kita bisa langsung ke rumah sakit sekarang dan lakukan tes DNA, kalau kita benar-benar ingin tau keduanya saudara atau bukan." usul Emma.

Semuanya saling berpandangan. "Ayolah, ini cara terinstan dan paling efisien juga efektif yang bisa kupikirkan. Apalagi kalau bukan tes DNA?" tanya Emma.

"Ya, tentu saja cara itu adalah cara paling efektif dan akurat. Tapi waktu yang dibutuhkan sangat lama. Selain itu, biayanya mahal. Bahkan walaupun kau anak saudagar emas terkaya di Jepang pun, hubunganmu dengan ayahmu sedang tidak baik. Kau tidak bisa meminta uang begitu saja pada ayahmu. Sedangkan kalau kau tanya kami, kami tak punya uang sebanyak itu." jelas Oliv.

Emma pun perlahan duduk kembali. "Maaf, aku tak berpikir sampai ke situ." ujar Emma.

"Tidak apa-apa, Emma. Baiklah. Jadi, ada saran lain? Mungkin ada orang lain yang tau persis tentang masalah ini, selain ibu Ava tentunya." tanya Jacob.

"Hanya ada 1 orang. Dan orang itu tak lain adalah ibu Liam." ujar Oliv.

"Tapi ini sudah bertahun-tahun lamanya. Ibuku tak tau dimana wanita itu sekarang, tak tau di mana anaknya. Hal terakhir yang ibuku tau tentang masalah ini adalah, ayahku dipenjara karena tindakan kriminal dan istri barunya pergi entah ke mana bersama anaknya yang masih bayi." ujar Liam.

Lonely EmmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang