Chapter 12

51 10 2
                                    

Gerombolan laki-laki itu berbalik ke sumber suara termasuk Jacob. Mereka semua terkejut mengetahui harimau kaum hawa sekolah itu berdiri tepat di depan mereka. Tetapi salah seorang lelaki di antara mereka lebih terkejut lagi melihat betapa familiar mata amber yang dimiliki gadis itu.

"Kau.."

***

Perhatian mereka segera teralih ke arah lelaki bersurai hitam dan bermata sekelam malam. Ia membeku melihat gadis di depannya ini. Emma pun tak kalah terkejutnya. Tetapi tentu saja, dengan raut wajah (sok) stay cool nya, penjagaan image tentu saja tidak menjadi hal yang sulit baginya.

"Oi Alex, kau kenal dia?" tanya Ethan si ketua OSIS yang juga ikut nimbrung di sana. 

"Ah, tidak. Aku hanya teringat seseorang yang mirip dia." jawab Alex.

"Ooh.. Siapa? Aku jadi penasaran." ujar Michael ikut-ikutan menginterogasi.

"Hey, hey, hey. Kenapa jadi beralih ke topik itu? Kembali dulu ke topik awal. Penting bagaimana urusanmu itu, Oliv?" tanya Jacob lagi.

"Dia akan pergi denganku, nerd. Jangan menghalanginya. Besok kan juga bisa." ujar Emma tidak sabar.

"Eh, apa kau bilang tadi? Nerd?" tanya Jacob kagum dengan kekurangajaran gadis pendek ini.

"Iya, nerd. Kenapa? Kurang senang? Memang kau kutu buku, kan? Yang kerjanya setiap hari membaca buku-buku tebal dan memakai kaca mata yang tak kalah tebal pula?" ejek Emma.

"Hey, bisa sopan sedikit? Aku wakil ketua OSIS di sini, kau tau?" ujar Jacob yang merasa diremehkan.

"Sudah tau. Sudahlah, undur saja latihannya besok. Kau masih mau mendapatkan masa-masa tenang dan indahmu di SMA, kan? Kalau masih, undur saja sampai besok. Selesai. Ini masalah penting, lebih penting daripada latihan gadis-gadis genit dan montok itu." ujar Emma blak-blakan.

Jacob ternganga mendengar semua kalimat yang meluncur dari mulut Emma. Yang benar saja? Seorang murid junior berani berkata seperti itu kepadanya yang notabene adalah wakil ketua OSIS di sana? Apa perlu diulangi? Wakil ketua OSIS! 

Ethan maju dan menenangkan suasana.

"Sudah, jangan berdebat lagi. Baiklah, latihannya diundur sampai besok. Tetapi setelahnya tidak ada lagi kebijakan yang lebih dari ini. Emma, jaga tutur kata dan sopan santunmu. Jacob adalah kakak kelas dan wakilku, jadi kau harus setidaknya menghargai kedudukannya di sekolah ini. Dan Jacob, belajarlah untuk lebih dewasa. Dia lebih muda, wajar saja kalau dengan mudahnya mengeluarkan bahasa kasar seperti itu. Baiklah, kurasa itu saja." tutur Ethan panjang lebar.

Kedua pihak sama-sama terdiam. Emma merasa agak segan melihat perangai Ethan yang penuh wibawa dan bijaksana, sedangkan Jacob hanya menunduk merasa malu atas sikapnya yang terbawa perdebatan dengan anak kecil. Olivia? Ah, sudahlah. Jangan dibahas. Wajahnya sudah semerah kepiting rebus saat ini.

"Baiklah, terima kasih, kak Ethan. Aku janji ini yang pertama dan terakhir kalinya, dan maaf atas perdebatan ini." ujar Oliv sambil menundukkan kepala.

"Iya, tidak apa-apa. Baiklah, Jac? Kau masih ingin di sini atau pulang dengan kami?" tanya Ethan.

"Ikut kalian saja. Lagipula apa yang akan kulakukan di sini sendirian?"

"Baiklah. Emma, Oliv, kami duluan." ujar Ethan sambil merangkul pundak wakil kesayangannya itu.

"Baik." jawab keduanya bersamaan.

Alhasil keempat orang lelaki itu pun pergi meninggalkan mereka berdua. Walau begitu, Alex masih sempat melihat ke belakang ke arah Emma. Emma hanya menatapnya dengan lirih. Olivia yang menyadari perbedaan air muka sahabatnya segera bertanya.

Lonely EmmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang