Chapter 11

50 12 1
                                    

Ia kembali menatap Sophia yang terus memasang wajah puppy eyes seakan tak takut dengan aura intimidasi gadis berambut cokelat di hadapannya. Liam pun mengembuskan nafas berat dan mengambil keputusan.

"Kurasa..."

***

Liam kembali terdiam selama beberapa saat. Dia masih bingung memikirkan keputusan ini sedangkan kedua makhluk di depannya ini sama-sama teman baiknya. Sementara Sophia terus menatap Liam menunggu keputusannya.

"Hmm.. kurasa.. aku akan ikut." jawab Liam akhirnya.

"Yeay! Terima kasih, Liam! Ingat ya, nanti malam di rumahku jam 7. Aku tunggu." ujar Sophia riang dengan senyum penuh kemenangan sementara Emma terus mengumpat dan memaki Liam dalam hati.

"Haha.. baiklah. Aku akan datang." ujar Liam ramah.

"Sampai ketemu nanti!" ujar Sophia lagi sambil melangkah pergi bersama Emily yang telah menunggunya dari tadi.

Liam menghembuskan nafas lega. Ia kembali berbalik ke arah Emma yang masih terus mencaci maki dalam hati.

"Hey, maaf ya nanti malam aku tidak bisa menemanimu makan malam." ujar Liam pada Emma.

Hati Emma seakan mencelos ketika mendengarnya. Tetapi bukan Emma namanya kalau tak bisa menjaga image dan stay cool di hadapan orang lain.

"Tidak apa-apa. Lagipula aku juga ingin pergi makan malam dengan Oliv hari ini." ujar Emma.

"Benarkah?" tanya Liam.

"Iya. Dia yang mengajakku. Aku juga sudah lama tidak makan dengannya." jawab Emma.

"Owh.. baiklah. Sekali lagi maaf ya." ujar Liam.

Emma memilih untuk diam tak menjawab. Moodnya sedang buruk dan bila Ia sudah dalam keadaan seperti ini, tak seorangpun bahkan Olivia yang dapat memperbaiki suasana hatinya.

Tak lama Olivia datang sambil berlari kecil ke arah keduanya.

"Hah.. senangnya.. akhirnya semua anggota sudah siap untuk latihan dan lebih supernya lagi, latihan kami akan diawasi oleh Jacob setiap minggu. Ah!! Senangnya.." ujar Olivia dengan wajah merona.

"Berisik." ujar Emma datar dan segera bangkit dari kursinya sambil berlalu pergi.

Olivia dan Liam terdiam, heran dengan sikap Emma barusan.

"Dia kenapa?" tanya Liam.

"Aku tak tau. Aku kan baru datang." jawab Olivia.

"Aneh sekali.. perasaan tadi baik-baik saja." ujar Liam.

"Ah, sudahlah. Tak usah dipikirkan. Mungkin dia lagi PMS jadi sensitif begitu." ujar Olivia santai.

Sementara itu, Emma yang sedang kesal berjalan keluar kelas dan berdiri di balkon sekolah. Tiba-tiba handphonenya berbunyi menandakan ada yang menelpon. Ia merogoh sakunya mencari benda kecil itu dan melihat nama yang tertera di layar.

Dad calling...

Emma membelalakkan matanya. Apa Ia tak salah lihat? Ayahnya menelpon? Sejak kapan ayahnya sepeduli ini padanya? Emma berdecak kesal melihat nama itu, tetapi karena berhubung orang yang menelponnya adalah orang yang mengirimkannya uang setiap bulan sehingga Ia masih bisa bertahan hidup hingga saat ini, Ia pun mengangkat telpon ayahnya.

"Halo?"

"Emma, kembali ke San Fransisco, sekarang." tegas sebuah suara dari telpon.

"Kembali? Huh, ke tempat jahanam itu? Cih! Bukannya ayah yang mengasingkan Emma ke sini?" tanya Emma sinis.

Lonely EmmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang