01

19K 825 16
                                    

Menjadi seorang mahasiswi jurusan journalism di Columbia University adalah impian lamaku yang akhirnya jadi kenyataan. Universitas yang berada di urutan ke-18 universitas terbaik didunia ini sudah menjadi tujuan utamaku sejak aku duduk dibangku sekolah menengah pertama, begitupun dengan jurusan yang aku ambil saat ini. Dan sungguh, walau sudah masuk semester 3 aku masih tidak percaya kalau akhirnya aku bisa berkuliah dikampus ini.

Tempat favorit ku di kampus adalah perpustakaan. Karena aku hobi membaca jadi hampir setiap ada waktu luang aku ke perpustakaan kampus, seperti yang sedang aku lakukan saat ini, duduk dibangku dengan meja panjang yang memang disediakan untuk para mahasiswa/siswi untuk membaca maupun mengerjakan tugas, aku hanyut dalam setiap kalimat yang terdapat dalam buku tentang sejarah perkembangan sastra Inggris.

Dan saat ini aku tidak sendirian karena aku ditemani oleh Hailey, sahabatku. Hobiku dan hobinya sangat berbeda, dia sama sekali tidak suka membaca dan dia amat sangat benci masuk ke perpustakaan seperti ini. Sejak detik pertama aku membawanya masuk, dia terus saja mengoceh untuk cepat-cepat keluar dari tempat yang menurutnya membosankan ini.

"Ken, ingin ke kafetaria?" entah ini ocehannya yang keberapa, yang jelas dia masih saja membujukku untuk segera pergi dari perpustakaan.

"Aku belum selesai membaca bukunya, Hailey." Ucapku masih terus fokus pada buku yang aku baca.

"Ken, ayolah, aku bosan berada di sini. Lagi pula kau bisa meminjam buku itu jika kau memang tertarik untuk membacanya."

"Kenapa kau tidak membaca saja?"

"Kau tau kan, aku tidak suka membaca."

"Ya sudah, lakukanlah hal lain." Ucapku dan aku mendengar Hailey menghembuskan nafasnya.

"Ken, ayolah, kita ke kafetaria saja. Aku benar-benar bosan berada di sini." Ucap Hailey seraya mengguncang bahuku dengan cukup keras.

Aku pun menghembuskan nafasku berat dan mau tidak mau harus menyudahi buku yang sedang aku baca. "Ok, ok, kita ke kafetaria." Dan ekspresi bahagai langsung terlihat dengan jelas di wajahnya itu.

"Kalau begitu, ayo kita segera keluar dari tempat membosankan ini." Ucap Hailey yang langsung menarik tanganku keluar dari perpustakaan.

**

"Kau tau, keluar dari perpustakaan itu serasa aku baru saja terbebas dari penjara." Ucap Hailey yang kemudian meminum jus jeruk yang tadi dia pesan.

"Berlebihan." Ucapku dengan sedikit kekehan.

"Memang kenyataannya seperti itu, Ken."

"Hey, membaca itu bisa menambah wawasanmu."

"Ya, ya, aku tau." Ucapnya acuh, dan hal itu membuatku sedikit memutar mata karena sikapnya.

Drrtt...drrtt....drrtt...

Adanya getaran dari ponsel yang ada di dalam saku celanaku, membuatku segera mengambilnya. Aku langsung tersenyum ketika melihat siapa yang mengirimiku pesan. Austin. Dia adalah kekasihku dan saat ini dia sedang menempuh pendidikan di California University.

Austin : Hi sweetheart, apa kabarmu hari ini? Kau masih di kampus?

Kenya : Kabarku baik hari ini. Dan ya, aku masih berada di kampus. Apa yang sedang kau lakukan saat ini?

"Kau masih berhubungan dengan Austin, kekasihmu itu?" Tanya Hailey, ditengah-tengah aku sedang membalas pesan dari Austin yang baru saja masuk.

"Tentu Hailey, dia itu kekasihku, jadi mana mungkin aku tidak berhubungan dengannya." Balasku seraya menoleh sesaat kearahnya, dan kembali fokus ke ponselku untuk kembali membalas pesan Austin.

"Kau yakin dia masih setia denganmu?"

Mendengar kalimatnya itu kontan membuatku sedikit terkekeh sambil kembali menoleh kearahnya, "apa maksudmu, Hailey? Kau tau kan, kalau aku dan dia sudah berpacaran hampir 5 tahun."

"Ya, aku tau. Tapi bisa saja dia menyembunyikan wanita lain di belakangmu."

"Aku yakin, Austin tidak akan pernah menyembunyikan sesuatu dariku. Aku percaya padanya."

"Ya sudah, jika kau percaya kepadanya."

Kembali beralih ke layar ponselku untuk membalas pesan dari Austin, tapi entah kenapa aku mulai terdiam sambil memikirkan kata-kata Hailey yang saat ini membuatku menjadi sedikit khawatir. Sudah 2 tahun aku dan Austin menjalin hubungan jarak jauh, dan kami hanya bisa berhubungan lewat pesan singat, telfon, atau pun video call. Dan ya, dengan berhubungan seperti ini aku tidak bisa banyak tau tentang apa saja yang Austin lakukan di sana. Dan bisa saja apa yang dikatakan Hailey itu ada benarnya. Tapi tidak, aku percaya pada Austin dan dia tidak akan pernah melakukan hal bodoh semacam itu.

**

Sepulang kuliah aku menemani Hailey untuk pergi ke starbucks. Tadinya aku tidak mau, tapi karena Hailey yang terus memaksaku, akhirnya terpaksa aku harus menemaninya. Dan beginilah hal yang dilakukan oleh Hailey untuk mengisi waktu luangnya, nongkrong di café atau pergi ke mall untuk berbebelanja. Jelas amat sangat berbeda dengan diriku.

"Ken, kenapa kau tidak pesan sesuatu?" Tanya Hailey dan mulai memakan sepotong cake yang tadi dia pesan.

"Aku sedang tidak berselera."

"Kau yakin?"

"Iya, Hailey William Steinfeld."

"Ok." Ucapnya yang kembali melahap sepotong cake ke dalam mulutnya.

Aku pun mulai mengalihkan pandanganku ke luar jendela, menatap beberapa orang yang berlalu lalang di terotoar dan juga beberapa mobil yang melintas, membiarkan diriku hanyut dalam lamunanku yang lama kelamaan membuatku merasa nyaman menatap keluar sana.

"Ken, kau tau Liam, bukan?" Tanya Hailey, yang seketika membuat lamunanku buyar.

Mengehela nafasku, lalu aku kembali menoleh kearahnya, "ya, aku tau. Dia sahabatnya Louis dan dia adalah orang yang sangat kau kagumi sejak lama. Eh, salah, maksudku dia orang yang sudah lama kau sukai." Ujarku, dan Hailey langsung tersenyum lebar.

Hailey ini memang sudah lama sangat mengagumi Liam atau lebih tepatnya dia menyukainya. Pernah beberapa bulan yang lalu dia menyuruhku untuk mendekatkan dia dengan Liam, karena dia tau aku cukup dekat dengan sahabatnya yaitu, Louis. Aku dekat dengan Louis bukan berarti aku juga dekat dengan Liam, bukan. Jadi aku tidak melakukannya. Dia sempat marah dan menjauhiku, karena aku tidak melakukannya saat itu. Tapi itu hanya terjadi kira-kira selama 2 jam, setelah itu dia kembali mendekatiku dan meminta maaf kepadaku.

"Ada hal apa lagi memangnya, hm?" Tanyaku seraya menyilangkan kedua tanganku keatas meja.

"Weekend ini Liam akan mengadakan pesta, di rumahnya."

"Lalu?"

"Ya, kita harus datang, Kenya."

"Apakah itu harus?" tanyaku lagi, kontan membuatnya memutar mata.

"Oh, ayolah Kenya. Kenapa setiap aku mengajakmu ke pesta, kau pasti menolak."

"Karena aku bukan orang yang tergila-gila dengan pesta."

"Tapi kau harus tetap menemaniku. Mau tidak mau, kau harus ikut."

"Dasar pemaksa."

"Biarkan, weee..." ucap Hailey yang kemudian menjulurkan lidahnya kearahku.

***

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang