Part 17

431 28 2
                                    

Part ini gak aku edit lagi.. jadi maaf kalau typo ada dimana-mana ;;)

Author sendiri kurang sreg sama part ini. Tapi semoga readersnya pada suka ya. Amin o:)

Enjoy!

***

Ellen POV

Aku menatap malas ke arah nasi goreng buatan bibi. Napsu makanku hilang begitu saja saat mengetahui Lennio pergi tanpa pamit padaku. Aku tahu malam itu dia memang tidak benar-benar tidur bersamaku. Ehm.. maksudku bukan berarti aku memang menginginkan tidur bersamanya. Lupakan!

Saat tengah malam aku terbangun, Lennio sudah tidak di sampingku. Aku berpikir dia pindah kamar. Tapi saat aku terbangun tadi pagi pria itu sudah tidak ada di rumah. Apa dia pulang ke apartementnya? Andai saja dia pamit padaku, pasti aku tidak akan mengkhawatirkannya. Argh apa yang aku pikirkan?! Kami tidak terlibat status apapun, jadi untuk apa dia mengabariku. Benarkan?

Apa lebih baik aku mengunjungi apartementnya? Ayah pernah memberi tahu alamat serta nomor kamar dan di lantai berapa dia tinggal. Baiklah. Aku akan pergi.

Tak butuh waktu lama untuk mengurus penampilanku. Aku hanya memakai jeans panjang dan kaos tumblr serta jaket sport tak lupa juga dengan sepatu casual. Tidak berlebihan kan? Aku hanya ingin berkunjung ke apartement Lennio bukan menghadiri pesta, wajarkan jika aku menggunakan pakaian yang sederhana.

Aku meminjam kunci mobil pada sopirku, sepertinya hari ini aku tidak mood untuk menggunakan angkutan umum. Entah kenapa.

Aku sampai di depan pintu utama dari berbagai gedung tinggi. Memasuki gedung itu dan mulai menaiki lift.

Ting

Aku mulai berjalan di sekitar lorong panjang dan memiliki banyak pintu di setiap sisinya. Aku tersenyum ramah pada setiap cleanning servis yang lewat.

Pupil mataku membesar, tak percaya apa yang aku lihat sekarang. Dentuman besar menghantam hatiku. Rasa nyeri yang terus berdatangan membuat hatiku terasa hancur berkeping-keping. Tak terasa air mataku meluncur begitu saja. Kakiku hampir tak mampu pagi menahan tubuh ini. Aku merasa tubuh ini sudah mulai tak seimbang. Aku menyenderkan tubuhku pada dinding dan mulai menangis terisak.

Lennio yang tengah asik berciuman dengan seorang wanita melihatku dengan tatapnya yang kaget.

Aku tak ingin dia mengejarku. Aku tak mau di dekatnya lagi. Aku membalikkan badanku dan segera berlari menuju lift. Saat di depan lift langkahku tertahan oleh Lennio yang sudah ada di hadapanku.

"Jangan salah paham." Ekspresinya memohon.

PLAKKKK!

Aku tidak benar-benar berpikir untuk menamparnya namun semua itu tampak reflek. Aku menatap tanganku tak percaya akan seberani ini.

Ayah, tolong aku! Jeritku dalam hati yang terus menerus.

"Jangan ganggu aku lagi. Aku akan menyuruh bibi untuk membereskan barangmu. Setelah itu kau bisa pergi." Ucapku sambil terisak.

"Jangan lakukan itu Ellen." Lennio menyentuh kedua pipiku dengan tangannya yang dingin. "Kau salah paham! Dengarkan penjelasanku. Tolong!"

Kali ini aku benar-benar sudah tak sanggup menahan tangisku lagi. Tak peduli pada beberapa orang yang melihatku dengan tatapan bingung. Seseorang menyentuh pundakku dengan lembut.

"Ellen?" Suara itu. Suara yang tak asing bagiku.

Aku menolehkan kepalaku dan melihat wanita cantik dan aku kenal. Wanita yang telah menjadi pengajar di kampusku. Wanita yang menggantikan pak Anwar selama beliau tidak ada. Aku sudah tidak memperdulikan penampilanku yang sudah acak-acakkan.

Bu Amanda dengan cepat meraih wajahku yang sudah basah dengan air mata dan ingus. "Astaga Ellen kau kenapa? Apa yang terjadi denganmu? Ayo kita masuk ke apartement." Bu Amanda menarik tanganku tanpa meminta persetuanku.

Ini gila!

Aku hanya bisa pasrah dengan semua yang di lakukannya. Aku duduk disalah satu sofa di ruang tv. Bu Amanda memberikan tissu padaku. Sedangkan Lennio yang masih tampak bersalah hanya berdiam diri di depan pintu. Aku sungguh tak ingin memandangnya lagi.

"Cerita padaku Ellen. Aku akan jadi pendengar yang baik." Bu Amanda tersenyum padaku. Senyuman yang semakin membuat hati sakit. Ini seperti neraka. "Kau kenal dengan Lennio? Bagaimana bisa?" Tanyanya antusias.

Bagaimana aku bisa menjawabnya. Mengeluarkan suara saja aku hampir tak mampu. Malah tangisan yang terus menerus keluar. "Astaga. maafkan aku bertanya yang tidak penting. Ceritakan masalahmu."

"Sudahlah White jangan paksa dia." Oh! Bahkan panggilannya sungguh terdengar manis. Banjingan kau Lennio!

Aku ingin sekali segara pergi namun Bu Amanda terus menerus mencoba untuk menghalangiku. "Ibu tak mau terjadi apa apa pada muridku. Ayo ceritakan!" Andai saja dia bukan dosenku. Mungkin aku sudah mencabik-cabiknya saat ini juga.

"White sudahlah! Biarkan aku mengantarnya pula..."

"Tak usah. Terimakasih. Aku pamit." Aku beranjak berdiri dan mulai melangkah keluar. Aku tahu saat ini Lennio tengah mengikutiku. Namun aku tak mau menghiraukannya.

Di dalam lift hanya ada aku dan Lennio. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Toh aku juga tidak mengharapkan untuk berkomunikasi lagi dengannya. Aku mencoba untuk tenang dengan segala situasi yang ada. Aku merogoh saku celanaku. Terbesit sebuah ide untuk mengirim pesan pada Nico namun aku tidak mau melibatkannya lagi. Aku takut mereka akan berkelahi lagi. Namun aku mengurung niatku dan kembali meniympannya dalam saku celanaku.

Aku langsung memasuki mobilku, tanpa meminta persetujuanku Lennio membuka pintu mobil dan duduk disebelahku. Dengan mata yang mulai memenuhi air mata aku memberanikan diri untuk berbicara, "Pergilah Len! Aku sudah tidak membutuhkan mu!" Ucapku mulai terisak.

Bukannya pergi, Lennio malah menangkupkan tangannya pada kedua pipiku. "Hey.. hey lihat aku Ellen." Aku memberanikan diri untuk melihatnya. Aku tahu saat ini wajahku pasti tidak enak di lihat

"Maaf kan aku. Semua itu salah paham. Kau akan mengerti setelah mengetahui semuanya." Ucapnya lembut membuat kemarahanku hampir pudar.

Semudahnya dia meminta maaf dan memintaku untuk mendengarkan penjelasannya. Sedangkan dia tidak tahu betapa menyakitkannya melihat pemandangan yang menjijikan itu. Mengingat semua hal itu aku merasa semakin sesak membuatku sulit bernafas. Sakit itu kembali datang setelah aku menahannya tadi. Tanpa memintanya pun air mataku sedah keluar begitu saja.

"Aku.. aku tidak mau." Ucapku kembali terisak. "Pergilah. Sudah ku bilang aku tidak membutuhkanmu lagi!" Suaraku mulai meninggi.

Lennio hanya menatapku datar. Mungkin selama ini dia hanya bermain-main denganku. Kau sudah di tipu Ellen!!

"Apa kau benar-benar menginnginkan aku pergi?"

"Aku... aku.."

Vomment ya ;;)

MR. ITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang