3

999 32 0
                                    

SEPERTINYA AKU AKAN SANGAT BETAH di kamar ini. Perabotnya seperti perabot dari masa depan, sangat sesuai dengan seleraku sendiri. Kamar ini sebenarnya tidak terlalu besar tapi penataannya sungguh sangat cermat sehingga kamar ini telihat besar.

“Kamar yang hebat.” pujiku.

Reyna hanya berjalan melewatiku dan duduk di tepian tempat tidur. Tatapannya menerawang jauh ke cakrawala. Aku merasa tak tega melihatnnya seperti itu. Hatinya mungkin sedang terluka gara-gara perkataan cewek yang satunya tadi.

“Kau masih memikirkan perkataan temanmu itu ya?” aku duduk di samping Reyna dan berusaha untuk menjaga jarak sebaik mungkin agar Reyna tetap merasa nyaman.

“Tidak. Aku hanya sedang ingin merenung.” jawabnya datar.

“Oh, baiklah.” kataku. “Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Tanyakan apa saja, aku berhutang pertanyaan padamu kan?” senyum tipisnya behasil mekar di wajahnya.

“Siapa namanya? Gadis berambut pirang itu? Dimana kau bertemu dengannya?”

“Pertanyaanmu terlalu setengah-setengah, Bung. Bagaimana kalau aku bercerita tentang hidupku? Boleh?”

“Apa kau yakin? Aku adalah orang yang baru kau temui setengah hari yang lalu. Bahkan aku mencoba untuk menonjok dan menggodamu saat pertama bertemu. Bisa saja aku adalah orang jahat yang berniat mencuri di rumahmu.” kami berdua mulai tertawa.

Reyna menarik nafas panjang. “Saat aku berbicara padamu dan berinteraksi denganmu, aku merasa seakan kau adalah aku. Makanya aku berani menceritakan masa laluku kepadamu.” Kata Reyna sambil tersenyum

“Aku juga.”

“Kau membayangkan aku adalah dirimu?” Reyna menjadi sangat antusias.

“Tidak, aku membayangkan aku adalah dirimu” kataku sambil menahan tawa.

Reyna mengempaskan tubuhnya ke tempat tidur sambil tertawa. “Astaga yang benar saja, kau membayangkan dirimu sebagai seorang wanita.”

“Soalnya kukira kau lelaki tulen dengan payudara gara-gara tinjuanmu saat kita pertama bertemu.” aku berbalik menghadap Reyna dan duduk bersila di dekatnya.

“Aku hanya bercanda.” Katanya. “Kurasa aku sedang butuh seseorang untuk mendengarkanku.”

“Jadi bagaimana cerita hidupmu?” tanyaku.

Reyna pun duduk bersila juga dihadapanku. Dia membenarkan ikatan rambutnya dan mengenyamping-kan poninya agar tidak mengenai mata. Caranya menata poninya seperti bintang iklan sampo pria. Kami saling berhadapan, memperhatikan satu sama lain. Jarak kami tak lebih dari 20 cm.

“Aku besar dengan cara yang keras. Keluarga ibuku bermigrasi dari Spanyol ke Amerika saat dia berumur 10 tahun. Ibuku adalah orang yang sangat cerdas, tidak sepertiku. Saat lulus SMA dia mendapatkan nilai tertinggi sehingga banyak perguruan tinggi yang tertarik dengan bakat ibuku dan menawarinya beasiswa. Tapi ibuku menolaknya, sebenarnya dia tidak pernah tertarik dengan hal yang berbau akademik, jadi dia memilih untuk bergabung dengan angkatan darat Amerika. Dia sangat hebat. Dia adalah seorang Kapten. Perang Afganistan, Palestina-Israel, Al-Qaeda, ibuku terlibat dalam semua perang itu dan selalu pulang dengan diiringin tepuk tangan membahana.” dia menyisir poninya dengan jarinya. “Ayahku bisa dibilang James Bond-nya Amerika atau seperti Ethan Hunt di Mission Impossible. Dia seorang agen kepercayaan badan intel besar di Amerika. Aku tidak pernah benar-benar mengetahui apa pekerjaannya sebagai agen, tapi dia adalah ayah yang sangat penyayang. Dia bilang dia bertemu dengan ibuku pertama kali saat dalam misi penyergapan. Dia yang saat itu sedang terdesak di sebuah ruangan dihujani peluru bertubi-tubi dari musuh dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi karna pelurunya habis. Lalu ibuku dan beberapa anak buah ibuku muncul secara heroik sebagai bala bantuan yang dikirimkan. Setelah itu mereka berkencan dan lahir lah aku! Horeee!”

ResistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang