10

245 11 1
                                    

KAMI ADALAH SEKUMPULAH PAHLAWAN ANEH di tengah kerumunan wisatawan yang memenuhi salah satu dari 7 keajaiban dunia kuno ini.


Reyna memimpin kami dengan berjalan paling depan. Dia terlihat perkasa dengan pisau panjangnya yang berwarna putih pucat. Rambut pendeknya berkibar tertiup angin. Di belakangnya ada Abby dengan pistolnya yang sebenarnya terlihat sangat dipaksakan. Mengingat penampilannya yang jauh lebih feminim daripada Reyna. Membuatnya sebagai satu-satunya wanita tulen di grup kami (Reyna tidak dihitung). Eames terlihat gagah dengan shotgun di tangan kanan dan kirinya. Sedangkan Ludwig yang awalnya ingin membawa tongkat baseball sebagai senjatanya akhirnya mau menggunakan senjata jenis Uzi setelah dipaksa oleh kami. Perlu waktu yang lumayan lama untuk membujuknya. Aku sendiri menyandang pedang pemberian Reyna. Aku tidak menyangka dia bisa sebaik itu kepada orang asing.


Reyna menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk kuil yang terlampau besar untuk manusia. "Yakin mau langsung masuk ke dalam? Tidak mau beli burger dulu di situ? Kelihatannya enak, aku bisa mencium baunya dari sini."


"Jangan membuang-buang waktu. Langsung saja." Eames menyerobot ke depan dan menggantikannya sebagai pemimpin jalan. Reyna terlihat pasrah dan mengangkat kedua bahunya.


Walaupun hanya berupa reruntuhan, kuil ini sangatlah megah. Ukiran khas Yunani menghiasi setiap sudut dari kuil ini. Kami berkeliling kuil untuk mencari labirin itu, menelaah setiap sudut ruangan untuk mencari semacam pintu masuk rahasia paling tidak. Lantai pun tak luput dari inspeksi kami. Tapi semuanya sama-sama tidak ada hasilnya.


"Jam berapa kuil ini tutup?" tanya Abby.


"Yang jelas bukan sekarang. Kita masih memiliki banyak waktu." jawab Ludwig yang masih sibuk meneliti ukiran di pilar kuil ini.


"Tapi kenapa semua orang sudah pulang?"


Kenapa aku tak menyadarinya sama sekali? Kuil yang tadinya ramai sekarang kosong melompong. Hanya ada kami berlima disini. Kabut tipis yang entah dari mana munculnya menghalangi pengelihatan kami. Kami semua berdiri saling membelakangi membentuk lingkaran sempurna. Indraku mulai awas. Aku mengeluarkan pedangku dari sarungnya. Tanpa sadar menggenggamnya dengan sangat erat sampai buku-buku jariku memutih dan mulai mati rasa. Kami semua sudah siaga dengan senjata kami masing-masing.


Di sebelahku tampak Reyna yang gemetaran.


"Tenanglah, ini akan mudah." kataku berusaha menenangkannya.


"Itu sama sekali tidak membantu."


Reyna yang sangat tangguh di arena latihannya ternyata kurang lebih seperti Ludwig yang baru memegang senjata sungguhan untuk pertama kalinya.


Setelah beberapa lama kabut-kabut ini perlahan menghilang. Semuanya terlihat sama saja, kecuali reruntuhan kuil yunani kuno digantikan oleh pilar-pilar yang sangat kokoh. Seperti kembali ke masa dimana awal kuil ini dibuat. Di tengahnya berdiri kokoh sesosok patung dewi pelindung Yunani berukuran 12 meter yang terbuat dari gading. Mahkota daun dafnah melingkar di kepalanya. Ditangannya terdapat sesosok dewi yang lebih kecil. Aku lupa siapa nama dewi itu. Namanya mirip dengan merk suatu brand olahraga produksi Amerika. Nike?

ResistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang