“PELAN-PELAN!”
“Kau turun sepanjang 10cm setiap satu menit!” teriak Eames dari atas sana.
Aku terus meyakinkan diriku bahwa mereka tidak berbahaya. Mereka hanya orang-orang yang tidak punya kendali atas pikiran mereka sendiri. Tergantung tiga meter diatas kerumunan manusia patung dengan seutas tali yang diikatkan di pinggang tidaklah sekeren bayanganku. Lebih buruk daripada film mata-mata berbudget rendah. Aku lebih khawatir jika aku terjatuh dari ketinggian seperti ini.
“Kau harus melompat sekarang. Talinya sudah habis.”
“Apa kau gila?! Aku bisa mati! Gunakan sesuatu untuk menyambung talinya.” Sahutku tidak kalah keras.
Tidak ada respon dari mereka. Morris sepertinya sedang berbicara dan yang lain mengangguk. Reyna memberikan pisaunya pada Morris. Dia tertawa sambil memegangi perutnya. Apa yang lucu? Oh, aku terlambat menyadarinya.
“TUNGG--”
BRUKK! Aku terjatuh dan menindihi orang di bawahku sebelum akhirnya mendarat di tanah dengan kepala lebih dulu. Aku menghiraukan semua rasa sakit di tubuhku. Bayangan-bayangan hitam menjulang di atasku. 5 detik. 20 detik. Satu menit. Tetap tidak ada pergerakan.
Aku berdiri di tengah lautan manusia yang memandangi menara Eiffel tanpa mengerti apa maksudnya. “Turunlah! Pikiran mereka kosong.” seruku.
Eames turun paling dulu diikuti oleh Reyna. Dia terlihat sangat bersemangat, tapi aku tahu dia masih memikirkan Abigail. Sesekali aku melihat alisnya saling bertaut, matanya bergerak cepat mencari kebenaran tentang Abigail.
“Kita harus menyingkirkan orang-orang ini agar helikopternya bisa mendarat.” suara Eames membuyarkan lamunanku.
“Bagaimana caranya?”
“Mudah saja, seperti mengembalakan domba.” sahut Reyna. “ini akan menyenangkan!”
Kami benar-benar melakukannya. Mengembala-kan manusia sementara Ludwig dan Morris menunggu di atas di dalam helikopter. Tidak terlalu sulit memang, dalam 20 menit kami berhasil mengosongkan orang-orang dalam radius 5 meter. Ludwig langsung mendaratkan helikopternya.
“Siap?” tanyaku pada mereka. Jantungku sudah berdebar-debar dari tadi. Ini seperti menunggu hasil pengumuman kelulusanmu.
“Siap untuk apa?” jawab Ludwig. Dia benar, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak ingin berhadapan dengan menara Eiffel yang bisa berjalan.
“Kita cari tahu saja. Sebaiknya kita menembus kerumunan ini dan mencaritahu ke bawah menara itu.” saranku.
“Aku setuju. Sepertinya ada sesuatu di bawah sana. mereka terpusat dengan hal yang ada di sana.” Eames menyandang shotgun dan siap untuk bertempur.
“Berdesak-desakkan?” Reyna mendengus pelan “Baiklah, apa boleh buat.” Barusan Reyna adalah orang yang paling bersemangat untuk mengembalakan manusia, sekarang dia terdengar lesu. Dia pasti teringat lagi dengan Abigail. Ini sudah mendekati akhir.
Kami berjalan menembus kerumunan. Tidak terlalu sulit karena mereka semua tidak bergerak. Aku terfokus dengan apa yang ada di depanku. Mendorong punggung-punggung yang menghalangi jalanku. Sampai akhirnya kami berada di ujung kerumunan ini. tepat di bawah kaki menara Eiffel.
Hanya ada pintu disini. Sebuah pintu kayu yang sudah mulai usang. Apa maksudnya? Pintu yang akan membawamu ke dunia lain?
“Aku mulai merinding.” Bisik Reyna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resist
RandomPerren terbangun dari sebuah insiden yang seharusnya menewaskannya. Atau apakah dia memang sudah mati? Karena apa yang dia lihat sekarang sangatlah tidak nyata.