AKU SUDAH MEMUNTAHKAN ISI PERUTKU beberapa kali karena perjalanan yang mengerikan ini.
Lain halnya denganku. Ludwig, Reyna, dan Abigail tampak menikmati perjalanan yang mengerikan ini. mereka sepertinya sudah terbiasa dengan cara mengemudi Eames.
“Tahanlah sebentar, Nak. Kita hampir sampai, lalu kau boleh muntah sepuasnya.” kata Eames dengan santainya.
“Itu tidak membantu sama sekali!” ujarku geram.
“Baiklah.”
Aku hanya diam di sepanjang perjalanan sambil memegangi perutku. Hari ini kami akan memulai perjalan tur keliling dunia kami. Yunani. Kuil Athena. Sewaktu aku masih kecil aku sering dibacakan cerita mitologi Yunani oleh perawatku. Dewi Athena adalah dewi pelindung kota Athena, kebijaksanaan, strategi perang, dan seorang dewi perawan. Waktu itu aku diceritakan tentang asal usul Dewi Athena yang terlahir dari buih-buih pikiran Zeus dan Hera. Aku memprotes karena bagiku itu semua tidak masuk akal, perawat itu hanya tertawa kecil melihatku merengut dan memaksanya menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Dia hanya menyuruhku untuk tidur, kalau-kalau Dewi Athena akan menghampiriku dalam mimpi dan menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Aku menyandarkan kepalaku ke kaca jendela mobil. Sekedar melihat lampu jalan yang kulalui sambil sesekali membungkam mulutku agar tidak mengeluarkan sarapanku. Kurasakan mobil ini mulai melambat. Aku menyiagakan tanganku di gagang pintu. Ketika ban mobil benar-benar berhenti berputar di sebuah gubuk kecil di tengah hutan aku langsung membuka pintu dan berlari ke semak-semak. Aku memuntahkan semua isi perutku. Lega rasanya bisa keluar dari mobil itu. Lain kali biarkan aku saja yang menyupir, batinku.
“Sudah agak mendingan?” tanya seseorang di belakangku.
Aku berbalik. “Jauh.” ternyata dia Abigail.
“Sebaiknya kau bantu mereka memindahkan perbekalan ke helikopter.” aku hanya mengangguk.
Aku membantu Ludwig dan Eames yang sedang kesusahan mengangkat koper senjata yang lumayan berat ke dalam helikopter. Sisanya hanya berupa tas berukuran sedang berisi obat-obatan, pakaian, perkakas kecil, camilan untuk di pesawat, dan sedikit uang dolar yang menurutku tidak akan laku di negara orang kecuali kau menukarkannya dulu di bank.
Kami sudah memindahkan semuanya ke helikopter. Jujur saja aku tidak pernah melihat helikopter seperti ini. dalamnya sangat luas dengan dua belas kursi penumpang di sisinya saling berhadap-hadapan. Perbekalan diletakkan di tengah-tengahnya. Sepertinya helikopter milik ayah Reyna ini adalah helikopter perang atau semacamnya karena terdapat satu senapan mesin di salah satu pintu yang memang dibiarkan terbuka seperti yang dikatakan Reyna sebelumnya.
“Apa kau yakin bisa menerbangkan helikopter ini?” tanyaku pada Ludwig.
Ludwig menepuk pundakku dan menurunkan kacamatanya. “Tenang saja. Aku dulunya anggota Angkatan Udara sebelum mendapat gelar professor dan menjadi seorang dosen. Lagipula Eames akan menjadi co-pilotku.”
Jawabannya membuatku sedikit lega. Dia melarangku untuk memanggilnya dengan sebutan Professor karna menurutnya itu akan mengurangi keakraban sesama pria. Jadi, biarkan saja para gadis tetap memanggilnya Profesor.
“Baiklah aku akan menerbangkan helikopter ini dalam 20 detik. Jadi duduk di tempat kalian masing-masing dan kenakan sabuk pengamannya. Semoga Tuhan memberkati kita.” Kata Ludwig melalui pengeras suara.
Aku duduk di paling pojok dekat ruang kemudi sedangkan Reyna dan Abby duduk bersebelahan di seberang ku. Reyna terlihat kesulitan memasang sabuk pengamannya sehingga Abby harus turun tangan untuk membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resist
RandomPerren terbangun dari sebuah insiden yang seharusnya menewaskannya. Atau apakah dia memang sudah mati? Karena apa yang dia lihat sekarang sangatlah tidak nyata.