✔️PROLOGUE

23.6K 1.1K 26
                                    

✔️PROLOGUE



Aku menyisir rambut panjang cokelatku setelah selesai mengeringkannya dengan pengering rambut. Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 7:30 pagi dan aku masih berdiri di depan cermin melakukan rutinitas pagiku: memperbaiki rambut sarang burungku.

Setelah selesai 'berdandan', aku mengambil ponsel, iPod, dompet, dan kunci mobil, lalu memasukkan semuanya ke dalam tas selempangku yang berisi beberapa buku mata kuliah. Aku pun keluar dari kamarku dan menuruni tangga untuk pergi ke dapur. Aku mengira akan menemukan Ibuku yang sedang membuat sarapan disana, namun sesuatu yang aku temukan disana hanyalah selembar post-it yang tertempel di pintu kulkas. Aku mencabutnya.

'Maafkan ibu, Sam. Ibu harus pergi pagi-pagi sekali karena ada janji untuk meeting dengan artis yang akan Ibu manajeri. Ibu meninggalkan uang di bawah piring sarapanmu dan akan ibu usahakan untuk pulang secepatnya.

Love, Mom.'

Aku rasa ia sudah menemukan artis lain untuk di manajeri. Sekiranya aku lupa mengatakan pada kalian, Ibuku bekerja sebagai manajer. Lebih tepatnya manajer artis di sebuah kantor entertaiment. Pekerjaannya ialah membantu mengurus jadwal artisnya, melindunginya dari skandal dan gosip murahan, dan hal lainnya yang di lakukan seorang manajer pada umumnya. Ia pernah bekerja untuk Demi Lovato, Taylor Swift, Miley Cyrus, Justin Bieber, dan masih banyak lagi, itu sebabnya Ibuku selalu sibuk dan jarang berada di rumah. Namun aku baik-baik saja dengan itu, ia mendapatkan gaji yang sangat banyak dari pekerjaannya tersebut dan itu lebih dari cukup untuk menghidupi kebutuhan kami berdua. Lagipula aku bisa selalu bertemu dengan banyak orang terkenal yang pernah bekerja bersama Ibuku. Aku beruntung, bukan?

Ini sudah lima tahun ia bekerja sebagai manajer setelah ayahku meninggal dunia. Ayahku meninggal dalam kecelakaan lalu lintas saat ia berada dalam perjalanan menuju rumah di tengah malam. Waktu itu benar-benar merupakan suatu hal yang mengejutkan saat pihak kepolisian menelepon kami, memberitahukan tentang kecelakaan tersebut. Aku menangis dan menangis sepanjang malam, tapi Ibuku lebih buruk. Ia sempat pingsan beberapa kali ketika mengetahui tentang kejadian tersebut. Namun seiring waktu berjalan, ibu memutuskan untuk menerima apa yang sudah terjadi dan berusaha untuk merawatku dengan baik. Ibu selalu mengatakan padaku kalau masa lalu merupakan sesuatu yang harus kita terima. Karena itu selalu memberikan suatu pelajaran untuk di pelajari.

Aku adalah anak satu-satunya yang dimilikinya, Samantha Truscott. Berusia 19 tahun yang tinggal bersamanya di rumah yang amat mewah untuk ditinggali berdua. Aku dan Ibu biasanya sering berpindah ke berbagai kota tiap setahun sekali karena pekerjaannya. Tapi kali ini kami memutuskan untuk menetap di London, itu karena aku harus menyelesaikan kuliahku disini. Ibuku juga kebetulan ditetapkan untuk bekerja di kota ini, jadi, kami tidak perlu meninggalkan kota ini.

Aku pun melipat post-it tadi dan meletakkannya di meja konter. Sambil memakan sandwich yang ada di meja, aku mengambil uang yang ada dibawah piring sandwich tadi dan memasukkannya ke dalam tasku. Setelah selesai dengan sarapanku, aku pergi ke garasi dan masuk ke dalam mobil Maserati-ku yang hitam mengkilap. Lalu mengendarainya menuju kampus Oxford.



***

Aku menghentikan mobilku dan keluar setelah sampai di kampus. Berjalan dengan cepat melewati pintu masuk ke dalam gedung kampus, aku menemukan sahabat-sahabatku, Callie dan Nico sedang menunggu kedatanganku di depan loker.

"Sam, ada apa denganmu pagi ini? Kau hampir saja terlambat! Bersyukurlah karena kami masih mau menunggumu," protes Callie kepadaku setelah aku mengambil beberapa buku dari loker dan berjalan menuju kelas bersama dua orang tersebut.

"Maaf! Aku kesiangan! Saat aku bangun saja sudah jam 7, belum lagi aku harus memperbaiki sarang burungku ini," aku menunjuk rambutku saat memberitahunya. Nico terkekeh pelan. Aku memberinya pandangan membunuh dan akhirnya ia pun berhenti menertawakanku.

"Baiklah, aku percaya pada alasanmu. Tapi sekarang kita benar-benar harus cepat sebelum Mr. Calavaz melemparkan kamus bahasa Inggris ke wajah cantikku karena kita terlambat!" Callie menggamit tanganku dan Nico, menarik kami berdua sepanjang koridor menuju ruang bahasa.

"Tunggu!" Nico berhenti dan mencoba untuk melepaskan tangannya dari genggaman Callie. Yah, aku rasa ia menggenggam tangan kami terlalu kuat sampai Nico saja sepertinya kesulitan.

"Jangan sekarang, Nico. Kita harus segera ke kelas!"

"Tapi aku tidak berada di kelas yang sama dengan kalian. Aku kan berbeda jurusan dengan kalian,"

"Benarkah?" Tanya Callie sedikit tidak yakin. Nico mengangguk mengkonfirmasi pertanyaan dari Callie. Setelah itu, dapat kulihat pipinya sudah berubah warna menjadi semerah tomat. Jadi aku mengambil kesempatan untuk berbicara untuknya.

"Oh... Sorry. By the way, kami harus pergi sekarang. Bye Nico! See you at lunch!" Aku melambaikan tanganku kearahnya dan langsung cepat-cepat menarik Callie menuju kelas bahasa Inggris Mr. Calavaz.



***

A/N: sooo... what do you guys think about the prologue?

Oh, Lily Collins played Sam -->

Please vote, comment, share, and fan me! (I fan back don't worry)

See you soon!

Kiky xx

Unpredictable [1] z.m. [editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang