Part 15

28K 1.8K 15
                                    

Keenan

Acara father's day hari ini telah usai. Kami pulang sambil membawa piala kemenangan. Lintang dengan riang membawa piala itu. Piala yang bahkan ukurannya lebih besar dari ukuran tubuhnya.

"Hati-hati ya Sayang..." ucap Anastasya melihat kelakuan Lintang yang memamerkan piala kemenangannya. Kami hilang ditengah kumpulan anak-anak juga para orangtua murid yang sibuk memberikan ucapan selamat pada kami.

Aku senang, tapi jujur saja pikiranku sedang tidak tertuju pada hal-hal seperti ini. Pikiranku dipenuhi beribu pertanyaan.

Aku ingin sekali mengkonfirmasi hal ini pada Anastasya. Aku mencari makna nama Kesya dari setumpuk memori masa laluku bersama Anastasya. Aku benar-benar ingin mengetahui kebenarannya.

****

Sundea

Aku bisa merasakan perubahan sikap Keenan sejak namanya diumumkan sebagai pemenang lomba fashiom show tadi. Aku bisa menduga apa yang dipikirkannya.

Aku menggigit bibir bawahku, aku benar-benar tidak siap kalau suatu saat ia menanyakannya. Dan aku tahu, sekarang harinya sudah tiba.

Aku meliriknya dari ujung mataku. Ia mungkin boleh menyinggungkan senyumnya pada orangtua murid yang memberi selamat padanya. Tapi air mukanya sama sekali tidak menunjukkan bahagia. Wajahnya nampak sedang berpikir keras.

Ditengah kesibukanku memikirkan jawaban apa yang sebaiknya ku berikan saat Keenan bertanya nanti, tiba-tiba saja seorang Ibu menghampiriku, ia datang bersama suami dan anak perempuannya. Kalau aku tidak salah mereka yang menyabet gelar juar tiga. Ia mengulurkan tangannya, aku menyambutnya.

"Selamat ya, Jeng.. akhirnya berhasil juga jadi juara satu. Yah walau memakai cara yang curang sih..." katanya ketus membuat orang tua lainnya menatap heran padanya. Termasuk aku dan Keenan.

"Maaf?" Aku menyela ucapannya. Aku tidak mengerti.

"Masih tidak paham juga ya, Jeng? Duh, gimana sih.. Apa mesti saya jelasin disini ya, Jeng?"

Aku semakin tidak mengerti akan ucapannya. Yang aku mengerti hanya, sepertinya ia tidak terima suami dan anaknya menempati posisi tiga.

Ia menolehkan pandangannya ke arah Keenan, "Ini yang namanya Pak Keenan-Keenan ini... bukan Ayahnya Lintang kan?"

"Jeng... tidak baik membicarakan itu dihadapan banyak orang. Kalau ada yang perlu dibicarakan kita bisa membicarakannya empat mata." Aku buru-buru menyelesaikan kalimatnya. Aku tidak ingin Lintang pada akhirnya mengetahui kenyataan ini begitu cepat.

"Tidak usah! Tidak sudi saya bicara empat mata sama anda! Pembohong! Suami anda yang namanya Kevin Airlangga itu kan sudah meninggal. Saya lihat sendiri beritanya di media. Anda mau membohongi kami-kami ini ya? Anda mau bersaing dengan cara tidak sehat?"

Aku terdiam tanpa kata. Sulit untuk membela diri. Ia menyatakan kenyataan yang selama ini ku sembunyikan. Ada bulir air mata diujung kedua mataku. Aku pembohong. Aku pembohong...

Kata-kata itu menusuk perasaanku.

Menerima hinaan seperti itu dari oranglain saja membuatku kecewa. Bagaimana dengan Lintang? Apa ia akan mengatakan hal yang sama? Aku bahkan tak mampu menatap matanya.

"Huh, baru saja suaminya meninggal tapi sudah berani ajak-ajak pria lain! Janda centil ya, jeng?"

Aku kembali menangis. Aku ingin pergi darisini. Aku harus pergi.

Aku menunduk sembari membalikkan tubuhku.

Tapi tiba-tiba langkahku terhenti. Seseorang meraih tanganku, menahan pergerakanku.

Be my perfect hubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang