Keenan
Apa yang kau pikirkan ketika melihat seseorang yang kau kenali justru terbujur kaku di lantai rumahnya? Aku yakin yang kalian rasakan pasti sama sepertiku, panik.
Pagi itu, saat melihat dirinya terbujur kaku, aku bergegas mengangkat tubuhnya ke dalam mobil land cruiser hitam milikku. Sudah ku pastikan tidak ada siapapun di rumah. Putrinya pasti masih berada di sekolah.
Melihat televisi yang hidup dan mendengar suara yang dibawakan penyiar berita pagi itu, sudah bisa dipastikan, ia pasti sangat shock mendengar berita itu. Tapi aku tidak punya waktu untuk mematikan televisi, segera saja ku bawa ia ke rumah sakit terdekat. Aku khawatir terjadi apa-apa padanya.
Ketika sampai di rumah sakit, aku memerintahkan para suster untuk menjaga dirinya baik-baik. Bukan karena aku tak mampu menjaganya, tapi karena aku masih harus menjemput Putri Kecilnya, yang ku dengar bernama Lintang. Kata Ibu, ia sudah pulang sekolah pukul sebelas siang ini.
Tidak ada kendala yang cukup berarti ketika aku menjemput Lintang. Ia pasti mengira aku adalah Daddy nya. Benar saja, baru keluar ruang kelas, ia menghambur memelukku. Sejujurnya aku kaget, aku baru sekali ini berjumpa dengannya. Aku bukan Paman yang baik memang, tidak pernah menengoknya selama ini. Tapi aku punya alasan kuat kenapa aku melakukannya. Hanya saja aku tak ingin membahasnya saat ini.
Tangan kecilnya memelukku erat, sejenak aku menegang. Jujur saja aku bingung harus merespon seperti apa. Lalu, disebrang jalan aku melihat seorang ayah dan putrinya saling tertawa.. ia mengangkat tubuh putrinya ke udara, dan bisa dipastikan putrinya hanya bisa cekikikan senang. Aku menangkap peristiwa itu sebagai salah satu hal yang patut ditiru.
Kemudian aku mengangkat tubuh Lintang ke udara, mencengkram kuat di sela-sela ketiaknya, ia senang sekali.
"Daddy kenapa pulangnya enggak bilang-bilang ke Lintang?" gadis kecil itu bertanya dengan polosnya ketika kami sudah ada di dalam mobil.
Untuk pertanyaannya yang satu itu, aku sudah menyiapkan jawaban.
"Daddy mau buat kejutan untuk Lintang.."
Satu hal yang baru saja ku ketahui, Lintang ternyata memanggil Kevin dengan sebutan Daddy. Aku hanya harus mencontohnya. Mudah, kan?
"Daddy bawa cokelat?" Lintang mengerjapkan matanya sambil memandang ke arahku. Kenyataan lain yang ku ketahui baru saja adalah, Kevin menjanjikannya membawakan dia cokelat. Dan bisa dipastikan ia menyukai cokelat. Aku menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaannya. Untuk yang satu itu, aku belum menyiapkan jawaban apapun. Karena aku memang tidak tahu.
Wajahnya memberengut manja. Lucu sekali anak ini. Ah, Kevin dan Sundea pasti bahagia memiliki anak ini. Aku saja, yang baru pertama melihatnya merasakan itu.
Kalau diamati bola matanya, bentuk hidungnya dan bibirnya, percis sekali denganku. Tidak. Tidak! bukan denganku, tapi dengan Kevin. Bodoh, aku dan Kevin kan saudara kembar.. sudah pasti ia mirip juga denganku.
"A-aku.." aku hendak melanjutkan kalimatku selanjutnya. Namun aku menyadari kejanggalan dalam bahasaku sendiri. Baru saja aku memanggil diriku sendiri dengan kata 'aku'. Sial, aku masih belum terbiasa.
Untung saja Lintang tidak menyadarinya. Buru-buru ku perbaiki kalimatku. Sambil berdeham aku merubah intonasi suaraku juga agar terdengar lebih kebapakan.
"Daddy mau ajak kamu ke suatu tempat, sudah jangan cemberut ya..""Kemana dad?" perlahan air wajahnya berubah. Anak-anak memang gampang dibuat penasaran.
"Ketemu Oma dan... Opung" lama aku menyebut kata Opung, aku berusaha menebak-nebak apa panggilan khas Lintang pada nenek dari pihak Ibu nya. Ketika aku mengingat betul bahwa Mommy nya berdarah campuran batak, maka ku katakan saja 'Opung' untuk menyebutkan istilah nenek pada Lintang. Dan rupanya benar, Lintang mengerti maksudku. Buktinya ia spontan berteriak kesenangan. Aku memang tidak bohong, ia akan bertemu Oma dan Opung nya. Tapi di rumah sakit..
Aku tidak tahu apakah saat melihat Mommy nya terbaring disana ia masih akan seceria ini.
Dan aku, aku hanya bisa harap-harap cemas akan kejadian berikutnya. Segera ku tancapkan laju mobil. Semoga saja Ibu nya sudah tersadar, gumamku dalam hati.
****
Keenan
Apa yang ku khawatirkan terjadi. Wanita itu belum juga bangun dari pingsan nya. Kalau dihitung-hitung ini sudah dua jam dari sejak aku menemukannya terkulai tak sadarkan diri.
Sebelum memasuki ruangan ini, aku menyempatkan diri menemui seorang dokter yang ku yakini sebagai seseorang yang menanganinya begitu ia ku hantarkan ke tempat ini.
"Keadaannya baik-baik saja. Mungkin ia hanya shock, ditambah kurang istirahat juga makan. Asupan gizi nya sangat tidak baik beberapa hari ini." Dokter menjawab pertanyaanku dengan jelas. Sehingga tanpa perlu bertanya apa-apa lagi, aku pun melangkahkan kakiku. Tapi kemudian langkahku terhenti, karena sepertinya dokter itu seperti hendak mengatakan sesuatu lagi.
"Jagalah kesehatan istri anda baik-baik, Pak. Dia benar-benar butuh istirahat. Jangan hanya dipaksa untuk memenuhi kebutuhan bapak.." kali ini dokter itu mengulum senyum jahil.
Aku menautkan alisku. Aku cukup heran. Pertama, bagaimana mungkin ia mengira bahwa aku suaminya? Kedua, kebutuhan macam apa yang ku paksakan? Bahkan menyentuhnya pun tidak selama hampir lima tahun ini.
"Terimakasih atas sarannya, dok. Akan saya sampaikan pada mendiang saudara kembarku seandainya ia masih hidup." Aku membalas senyumnya dengan jawaban yang cukup menohok. Bisa ku pastikan ia cukup terkejut. Atau bahkan merasa bersalah? Ah, terserahlah. Aku hanya harus keluar dari ruangan ini dan bergegas menemui wanita itu.
Bisa ku lihat jelas, sejak tadi Lintang menanyakan apa yang terjadi dengan Mommy nya pada Oma dan Opung nya. Sebisanya, Ibu ku menjawab dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh cucunya.
"Mommy sedang istirahat. Jangan diganggu ya.."
Jawaban sederhana itu tentu meyakinkan Lintang.
Dan aku, sebagai Daddy palsu nya hanya bisa mendukung kebohongan yang Ibu ku buat.
Baru saja aku datang, tepat saat itu wanita itu membuka kedua bola matanya. Aku menyadari ia sudah terbangun dari teriakan riang milik Lintang. Jantungku berdegup kencang. Aku tidak percaya bisa melihatnya lagi.
Aku sangat ingin menyentuhnya. Menenangkan dirinya. Juga sebagai tempat sandarannya. Hal yang seharusnya sedari dulu aku lakukan.
Aku tidak percaya ini, seorang Keenan Airlangga, playboy kelas kakap, akhirnya bisa menyesal. Tapi inilah aku sekarang.
Sepertinya gayung bersambut, wanita itu mengulurkan tangannya. Tapi aku ragu untuk menyambutnya. Aku bahkan bingung peran sebagai apa yang harus ku mainkan saat ini.
Jika aku mengaku sebagai Kevin, tentulah ia akan senang menyentuhnya. Tapi, jika aku mengaku sebagai diriku yang sebenarnya. Apa yang akan ia lakukan? Aku tak berani membayangkannya.
Maka ketika ku minta persetujuan Ibuku tanpa suara, ia mengangguk setuju. Aku membiarkan wajahku untuk disentuhnya secara bebas.
Jemari-jemari lentiknya menyusuri setiap garis wajahku.
Aku pasti tidak sedang bermimpi, kan?
Malahan aku bisa melihat dengan jelas kedalam bola matanya.
Juga senyumnya.
Ini memang bukan mimpi.
Ingin sekali aku mengucapkan namanya lembut, "Anastasya..."
Tapi yang terjadi kemudian adalah ucapan kelu dari bibirku. Aku tidak bisa berkata apa-apa.
Ketika jemarinya berpindah ke dahi kananku, aku tercekat seketika. Tidak. Jangan disitu. Itu satu-satunya hal yang membedakanku dengan Kevin. Dan ia tahu betul itu. Rupanya, mimpi sudah berakhir. Dan aku harus terbangun.
Jelas sudah, ia tak mengharapkan kehadiranku disini.
Tubuhku kaku, aku tidak dapat menangkap suara apapun lagi kecuali isak tangisnya akan kehilangan Kevin.
Aku sungguh pria yang malang.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Be my perfect hubby
DiversosSundea Anastasya, seorang wanita yang kehilangan suami tercintanya karena kecelakaan pesawat. Keenan Airlangga, seorang pria yang kehilangan Kakak nya karena kecelakaan pesawat. akankah mereka bersama demi kebaikan Lintang, putri kecil Sundea? Lalu...