Keenan
Sudah hampir satu jam aku dan Tania berada di coffee shop ini. Tapi, Tania belum juga menceritakan apa yang menjadi masalahnya. Ia malah sibuk bernostalgia dengan kami di masa lalu. Aku jadi bertanya-tanya, masalah seberat apa rupanya hingga ia tiba-tiba melupakan semua permasalahan itu dan nampak baik-baik saja saat berbicara denganku. Bahkan, kopi hitamku sudah hampir habis. Tapi pembicaraan ini tetap saja merembes kesana kemari. Tidak penting, menurutku.
"Apa kita kemari hanya untuk membicarakan tentang masa lalu?" Aku mulai bosan dengan ceritanya. Memangnya ada yang berubah kalau ia masih saja membahas bagaimana dulu kami menjalin hubungan? Lagipula, aku sudah memiliki Anastasya. Dan aku tidak tertarik dengan topik cinta monyet macam ini.
"Hanya sekedar nostalgia. Tidak masalah, kan?" Ia menjawab dengan entengnya. Aku berdecak kesal. Sial, kenapa aku tidak menyadari tipu daya wanita ini sejak awal. Ia jelas baik-baik saja.
"Tentu menjadi masalah buatku. Kau membuat waktu kerjaku menjadi semakin sedikit." Jawabku jujur.
"Hey, tapi ini kan jam makan siang."
"Memang. Tapi tadinya aku berencana untuk memesan fast food saja dan menghabiskannya sembari menyelesaikan pekerjaanku."
"Cih. Aku tak tahu kau sebegitu maniak kerjanya."
Aku menghabiskan kopi yang ada dihadapanku, membuat gelas itu tandas. Kemudian meletakkan cangkir itu dengan kasar diatas meja. Menimbulkan bunyi tak sedap, beberapa pelayan memperhatikanku. Tapi aku tidak peduli.
"Aku bukan maniak bekerja. Aku hanya ingin lekas sampai di rumah dan bertemu dengan putri kecilku. Aku berjanji membacakannya dongeng sebelum tidur. Tentu aku tidak boleh lembur hari ini."
"Serius?" Bola mata Tania membulat tak percaya, "Tapi kau bilang.. kau baru saja menikah dan sekarang kau bilang, kau memiliki seorang anak? Apa itu memang anakmu?"
"Apa maksudmu? Kau sama sekali tak berhak menilai Anastasya seperti yang ada dipikiranmu!" Aku mendelik kesal. Bisa-bisanya ia menghina wanitaku. Ia yang bahkan baru saja bertemu dengan Anastasya beberapa hari lalu.
"Ma-maafkan aku.. aku hanya terlalu kaget." Jawab Tania gugup. Entahlah, apa ia benar-benar merasa bersalah atau tidak.
Hening. Tak ada lagi suara. Ku duga, Tania enggan untuk bicara lagi. Tapi tidak denganku. Ada hal yang harus ku perjelas lagi padanya. Aku tak ingin kesalahpahaman ini berlangsung lama. Aku memperbaiki posisi dudukku menjadi lebih tegak.
"Anak itu adalah anak kandungku. Aku lebih dulu menghamilinya. Itu sebabnya mengapa bisa anak itu terlahir lebih dulu daripada usia pernikahan kami. Kau taulah, kenakalan remaja." Pikiranku melayang ke beberapa tahun lalu saat aku menjalin hubungan terlarang itu dengan Anastasya.
Tania mengangguk, "Jadi begitu?" Ia menatap nanar kepadaku.
"Ada apa? Apa ada yang salah? Ah, aku tahu. Itu memang sama sekali tidak sesuai dengan adat timur milik kita. Kau pasti kaget."
Wanita dihadapanku hanya menggeleng, ia mengaduk latte nya yang bahkan sudah berubah menjadi dingin itu. "Aku tidak kaget karena kelahiran anak itu. Sejujurnya, aku kaget ketika mengetahui kau sudah menikah. Aku tahu benar kau benci komitmen."
"Dulu memang, ya. Tapi tidak sekarang."
Setelah mengaduk kopinya, Tania menyesap pelan latte miliknya. Seorang pelayan menghampiriku, menawariku apa perlu aku memesan secangkir kopi lagi. Sepertinya ia salah mengira jika aku mau berlama-lama di tempat ini. Aku menggeleng tanda tidak perlu. Aku akan meninggalkan tempat ini, segera. Aku bangkit berdiri hendak melangkah menuju meja kasir. Aku tak perlu memanggil pelayan membawakan bill. Aku akan segera menyelesaikan pertemuan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be my perfect hubby
De TodoSundea Anastasya, seorang wanita yang kehilangan suami tercintanya karena kecelakaan pesawat. Keenan Airlangga, seorang pria yang kehilangan Kakak nya karena kecelakaan pesawat. akankah mereka bersama demi kebaikan Lintang, putri kecil Sundea? Lalu...