Sundea
Sambil menikmati udara malam di Seminyak, aku menyesap cangkir teh ku di balkon kamar. Suite yang kami tempati cukup menguntungkan, benar-benar dirancang untuk pasangan yang hendak berbulan madu. Suite premium dengan akses kolam renang dan pemandangan laut. Siapa yang tidak akan terpesona?
Bahkan disituasi yang tidak mengenakkan seperti ini, bersyukur adalah pilihan yang tepat. Ya, setidaknya pemandangan yang tersedia dihadapanku benar-benar memanjakan mata.
Aku terduduk di kursi malas dekat kolam renang, menikmati setiap pemandangan yang ada dan sayup-sayup suara orang yang sedang berpesta kecil juga surfing di pantai double six. Dibelakangku, aku bisa mendengar suara langkah kaki Keenan mendekatiku. Dan tidak ketinggalan aroma kopi panasnya menyeruak masuk ke penciumanku. Ia pasti sudah menikmati kopi pahit itu. Aku yang menyiapkannya tadi bersamaan ketika aku membuat teh hijauku.
Dan kini Keenan mengambil tempat disisiku, kami sama-sama terduduk di kursi malas dan menikmati pemandangan yang ada dihadapan kami air yang tenang dari kolam renang suit kami. Untuk beberapa saat kami larut dalam keheningan.
Hingga akhirnya, Keenan memecah keheningan.
"Sayang ya.. Lintang tidak ada disini. Dia pasti bahagia sekali kalau tahu disini ada kolam renang."
Aku mengangguk setuju. Kemudian menyesap teh ku lagi. Dia benar, Lintang suka sekali berenang. Lintang si manusia air. Hmm.. aku jadi teringat akan putri kecilku. Sedang apa dia saat ini di Melbourne? Apa dia benar-benar sudah bertemu koala-nya itu?
"Tapi... Lintang sepertinya lebih interest dengan koala daripada kolam renang, Sya." Ia terkekeh pelan. Sepertinya ia tahu apa yang ku pikirkan dengan si koala-koala ini.
Aku tergelak pelan, "Iya. Lintang memang mudah sekali tertarik dengan hal-hal baru. Apalagi memang baru sekali ini dia melihat Koala."
"Ya. Dan itu cukup jadi alasan buat dia memilih untuk tidak ikut dengan kita. Dan.. percaya atau tidak aku jadi sangat merindukan dia sekarang..."
Aku tercengang sesaat. Pengakuannya membuat hatiku menghangat. Ada sisi kebapakan yang ditonjolkan oleh Keenan malam ini. Sisi yang selama ini tidak pernah terlihat olehku... atau bahkan terabaikan olehku? Entahlah.
Hatiku berdesir mendengar pernyataannya. Benarkah ia begitu tulus merindukannya?
"Kalau rindu, telfon saja sekarang." Jawabku singkat.
"Sudah."
"Kapan?" Kali ini aku terkejut saat mendengar jawabannya.
"Ketika kau sibuk menyiapkan kopi dan teh. Aku sudah menelfonnya, Anastasya." Ia tersenyum lembut.
Ah, aku ingat. Waktu itu memang aku melihat Keenan nampak sedang menelfon seseorang, ku pikir rekan bisnisnya. Aku cukup tersentuh kali ini. Betapa pernyataannya bukan hanya pernyataan kosong biasa. Ia benar merindukan Lintang.
"Dan sepertinya dia bahagia sekali. Aku jadi cukup tenang meninggalkannya dengan Pap dan Mom."
Aku mengerutkan keningku, "Jadi sepanjang perjalanan ke Bali.. kau mengkhawatirkan kesenangannya dia bersama Pap dan Mom?"
Pertanyaan ini bermakna ambigu. Tentu saja. Aku menanyakan apakah ia sedang meragukan kedua orangtuaku akan kemampuannya membahagiakan Lintang? Atau ia sedang mengkhawatirkan keadaan Lintang yang jauh dari kami.
"Bukan begitu..." jawabnya cepat, "Tapi aku benar-benar berharap Lintang ada disini. Tidak perduli ini bulan madu kita atau apapun itu. Aku hanya ingin dia disini. Kau tahu sendiri kan, selama ini begitu banyak waktu terbuang dan aku sama sekali tidak pernah ada di masa-masa pertumbuhan Lintang..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be my perfect hubby
RandomSundea Anastasya, seorang wanita yang kehilangan suami tercintanya karena kecelakaan pesawat. Keenan Airlangga, seorang pria yang kehilangan Kakak nya karena kecelakaan pesawat. akankah mereka bersama demi kebaikan Lintang, putri kecil Sundea? Lalu...