Chapter 4

7.8K 638 23
                                    

Armie Hammer ganteng banget di The Man From U.N.C.L.E ya? Henry Cavill yang dulu pernah jadi Superman berkali-kali bahkan kalah menarik. Aku ingat muka Armie Hammer waktu pertama kali lihat aktingnya di The Social Network, sayang perannya menyebalkan saat itu, aku jadi kurang tertarik.

Armie Hammer kali ini tampak lebih gagah berperan jadi Illya Kuryakin. Wanita manapun (selain Gaby) pasti akan jatuh hati dan salah tingkah kalau begini cara pendekatannya. Kaku dan susah ditebak, tapi caring levelnya mungkin bisa lebih dari mereka yang bisa dengan mudah menunjukkannya.

Arjuna? Aku tidak akan menyamakan rupanya dengan Armie Hammer. Tinggi Arjuna bisa dibilang cukup, hanya beda 3-4 cm sepertinya dari tinggiku yang hanya 165 cm. Jangan bayangkan badannya keluaran Fitness First atau Celebrity Fitness. Dia bertubuh kurus sama sepertiku. Rambutnya biasa, pendek seperti laki-laki dewasa dibelah pinggir ke kanan. Yang jelas bukan tipikal rambut laki-laki masa kini yang rambutnya mengeras dan kadang terlihat mengilat dan sisi kanan kirinya habis dibabat.

He's just Arjuna. Being Arjuna. And in terms of any kind of awkward situation and being stiff,  both Armie and Arjuna have a similarity.

Arjuna selalu menggunakan kata ganti 'saya' untuk dirinya sendiri dan menyebut aku sebagai 'kamu' atau di beberapa saat dia akan bilang 'Diandra' atau 'Andra'. Begitu juga dengan aku yang akan menggunakan kata ganti 'aku' ketika berbicara dan berkirim pesan dan menyebutnya dirinya dalam kata sapaan 'kak'. Iya, hanya 'kak' tanpa perlu aku tambah dengan namanya.  Tapi ini hanya terjadi diantara kami berdua tidak dengan lainnya.

Teman-teman pertukaran lainnya bisa dengan santai memanggilnya 'Arjuna', Bang Juna', atau 'Juna' saja, tidak peduli berapa jauh paut usia diantara mereka dan Arjuna. Teman-temanku juga tidak ragunya berbicara dengan 'gue dan lo'. Begitu juga sebaliknya Arjuna dengan mereka. Tapi tidak dengan aku.

Obrolan kami paling kaku, pembicaraan kami seadanya dan seperlunya. Dia selalu jadi orang pertama yang mengajakku untuk berkumpul dengan teman-teman lain. Meski kebanyakan aku tolak karena berhalangan hadir atau terlalu mendadak.

Pernah ada satu pertemuan dan ada satu teman kami yang tiba-tiba nyeletuk, "Arjuna sama Andra ada apa sih? Juna dikit-dikit pasti, ajak Andra ya, ajak Andra dong. Kalian ada apa sih? Haha gosip gak gue?"

Celetuk Ladia begitu saja di depan kami berdua, di depan teman-teman lain. Tidak ada satupun dari kami yang menggubris hanya cukup balas dengan senyum, karena toh memang tidak ada apa-apa diantara kami berdua.

Iya, memang ada apa? Kebetulan kami hanya dua orang kaku yang saling bertemu dan sayangnya salah satu dari kami jatuh hati sampai terlalu kaku menghadapinya. Yang mana itu aku, Diandra. Arjuna? He's just being Arjuna.

Dia akan bicara seadanya kepada aku dan teman-teman. Pintar memposisikan dirinya sebagai teman dan ketua. Terlalu egois dan menyakitkan bicaranya kadang-kadang. Tapi bisa sangat perhatian dan buat orang-orang sepertiku luluh di dekatnya.

Aneh, ya? Ya begitulah. Tidak pernah terlintas dalam benakku bisa jatuh hati dengan Arjuna. Dari kriteria laki-laki yang biasa aku ceritakan dengan temanku bahkan Arjuna jauh dari itu.

Teman dekat dan kantor tahu persis biasanya tipeku adalah anak masa kini, kurus, dan berkacamata. Edgy bisa dibilang. Tak heran mereka biasanya sudah hafal untuk beri kode, 'Ndra, ini sih lo banget sih' atau 'Ndra, jam sembilan dari posisi lo Michael Angelakos (vokalis Passion Pit) versi kacamataan. Lo banget.'

Tapi tidak dengan Arjuna, dia jauh dari tipeku secara fisik, tapi entah apa yang membuatkan kagum begitu dalam. Hanya beberapa teman dekat yang bisa aku ceritakan dan bertemu langsung dengannya.

"Seru juga ya ternyata, lucu filmnya. Ya ampun! Tadi kita nonton dua jam aja ya?" aku senang filmnya bagus, hal ini langsung kuutarakan saja sambil lihat jam yang ternyata sudah menunjukkan jam 20.56. Kami bergegas keluar dari bioskop untuk pulang, aku lambaikan tangan pada Rania yang masih duduk cantik entah menunggu apa sama Chandra di dalam studio.

"Iya bagus juga ternyata. Good choice, Ndra. Kamu bawa mobil? Di basement berapa?"

"Hmm.. let me see. Di B1 nih. Kakak di mana?" pertanyaanku terdengar seperti adik bertanya ke kakaknya. Persis. "B2, oke saya antar Andra sampe ketemu mobilnya, kasian udah malem."

And I'm suddenly over the moon. Rasanya beneran seperti ingin putar lagu Doel Sumbang dan Nini Carlina, Kalau Bulan Bisa Ngomong. Perhatian kecil seperti ini yang buat Diandra Natalia Adiningrat mendadak kaku dan deg-degan di depan Arjuna Adiwilarga. Kami pun memasuki lift menuju Ground Floor lalu pindah lift lagi ke B1. Lift di jam 21.00 malam hari Senin cukup sepi.

Lift kami tiba-tiba berhenti di Level 1, ada wanita berkulit putih susu dan berkacamata frame tipis masuk ke dalam lift. Mata kami bertubrukan, "Andraaaaa!"
tubuhnya menghampiriku dan kami berpelukan. "Laaad..," aku cuma bisa senyum sambil balas pelukannya.

"Lah sama Juna? WHAAAT? Kan curiga kan gue, kok gue gak diajak. Jun parah banget mau dikemanain tuh Alanda. Alanda di Bandung udah batuk-batuk kali daritadi," susah memang menghentikan omongan Ladia yang menyerepet sangat panjang. Aku cuma bingung soal Alanda, aku bertanya penuh makna, "Alanda, Lad? Alanda yang manis itu?"

"Haha berisik lo, Lad. Alanda ya udah gue kabarin. Dia tau gue nonton sama Andra hari ini," Arjuna balas tegas. Well, okay. I'll try my best not to jump into any conclusion here. But really, where have you been all of this time, Diandra? Really? You didn't even know that he's with someone already or at least something happened between them (Arjuna dan Alanda). Oh, how great it is.

"Hahahaha panikan sih lo, Jun. Becanda kali gue. You two look cute to me, by the way. Leh uga. Udah ah, gue dijemput Abang GrabCar nih. See ya!" canda Ladia pada Arjuna yang hanya dibalas senyum. Ladia dan kami berpisah ketika lift sudah terbuka di area Ground Floor, aku kembali berjalan penuh diam dengan Arjuna.

Iya, kami cuma diam dari perjalanan dari Ground Floor lalu ganti lift menuju B1 hingga akhirnya sampai di depan mobilku, mungkin ada 5 menit.  "Hati-hati ya, Ndra. Kabarin kalo udah sampe dan kalo ada nonton gratisan lagi," pesannya kepadaku. Dia melambaikan tangan saat aku mulai melaju. Kami berpisah.

Tapi apa benar Arjuna sudah jadian sama Alanda? Kok aku gak tahu? Hidup di mana sih kamu, Diandra. Apa mungkin mereka cuma lagi dekat? Rasa penasaranku sudah diujung, aku segera mengambil handphone saat lampu merah.

22.02

Lad, hehe. Jadi Arjuna sama Alanda jadian?

Ladia is typing..

They are. Kenapa lo? Tumben? Panik, ceu? Ada lah sebulan kali ya.

Nope, haha. Gue jadi gak enak malah sama Alanda.

Liaaar! Aku bukan merasa tidak enak, aku ingin tahu kebenarannya. Aku mendadak merasa orang paling bodoh. Terlalu bodoh sampai berani ajak Arjuna pergi nonton berdua saja. What the hell were you thinking back then, Ndra? Shame on me.

22.10

Kamu udah sampe? Hati2 ya

Datangnya dari Arjuna. Buru-buru handphone ku lempar ke jok sebelah kiri di mana ada amplop kecil yang seharusnya sudah aku berikan untuk kado ulang tahunnya yang ke-28. Sepertinya niat ini harus kupendam lebih lama.

And still, why didn't he tell me? Even just a glimpse. Aku yang kesal pada Arjuna, kemudian juga berpikir, maybe he's just being Arjuna where silent is the best way to keep a woman's heart safe from hurtful truth.

DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang