Chapter 15

4.4K 479 10
                                    

Diandra Natalia Adiningrat, Libra, 24 tahun tapi paling mudah sesenggukan kalau sudah disuguhkan film atau serial TV berbau romance. Air mataku biasanya habis terkuras hampir di semua adegan Grey's Anatomy atau di beberapa adegan How I Met Your Mother, salah satunya ketika Lily mengungkap kehamilan keduanya ke Marshall. Di beberapa scene memang sebenarnya tidak sesedih itu, tapi kalau sudah terbawa suasanya biasanya aku akan menangis tak berkesudahan.

Adegan film Indonesia juga sangat mudah bikin mataku sembab, sebut saja Ungu Violetnya Rizky Hanggono dan Dian Sastro, Mengejar Matahari, Radit dan Jani, dan pastinya adegan Cinta saat mengungkapkan seberapa sukanya dia ke Rangga di depan gengnya di Ada Apa Dengan Cinta?

Pagi ini mataku masih sembab bukan karena salah satu film yang aku sebutkan di atas tapi karena Arjuna Ardiwilaga. Sepanjang perjalananku ke rumah semalam, aku tidak bisa berhenti sesenggukan. Lagu-lagu di radio yang berbau love ballad juga begitu, terdengar menyayat hati. Kalau di jok sebelah kiriku ada Cholil dari Efek Rumah Kaca, mungkin dia akan sentil dengan lagu 'Cinta Melulu' karena kebanyakan suka lagu mendayu-dayu. Atau kalau di sampingku ada Rania, mungkin dia akan marah-marah semalam menasehatiku panjang lebar sementara Diandra ini tetap menangis sampai sesenggukan.

07.45
Ketemu yuk huhu

Pesan singkat via WhatsApp ini langsung kubagikan ke Rania dan Azka, aku butuh mereka saat ini, paling tidak untuk menyandarkan bahuku. Aku bahkan sudah siap harus diceramahi ini itu oleh keduanya.

Baru kali ini aku berharap ritme mingguku biasa saja. Di satu sisi aku berharap bisa berlalu dengan cepat, di sisi lain aku berharap agar Sabtu minggu depan tidak segera datang dan aku bisa mempersiapkan mentalku lebih baik.

07.49
Kenapa lo, Ndra? Nanti gue main ke kantor lo deh ya.

Azka K. is typing..

Gue gak janji ya, Ndraaa. Hari ini ada dinner sama klien. Update me, okay?

Badanku terhuyung lemas, mataku sembab. Di weekly meeting pagi ini bahkan aku cuma bisa angguk-angguk kecil setiap ada update baru dan Vindy yang membantuku untuk menjelaskan update dari departemen kami. Vindy sudah hafal soal ini, karena setiap salah satu dari kami patah hati soal cinta semalam sebelumnya biasanya kami akan saling kasih kode untuk bergantian presentasi di weekly meeting.

"Thanks ya, Vindy. I owe you. Next week coffee on me deh ya," aku keluar ruangan meeting sambil menyadarkan kepalaku di bahu Vindy. "Yaelah masih aja kaku kayak kanebo kering. You look terrible, Ndra. Seriously. Not even a clue for me this time? Hmm....let me think. That wayang guy, uh?"

Vindy memang pernah aku kenalkan dengan Arjuna secara tidak sengaja waktu kami mau lunch di kantin gedung kantornya Arjuna. Saat itu Vindy mencoba menggodaku sama Arjuna, tapi aku cuma senyum malu sok misterius menutupinya.

"He eh Arjuna. Anaknya kawin, Vin," tak lama aku memeluk Vindy erat. "Yaaaaah. Cup cup udah ya sama Wisnu aja. Minggu depan kan kita meeting lagi. Gue pepetin buat lo ya, Ndra."

Seberapapun aku kagum sama Wisnu, Vin, tapi sepertinya aku akan tetap mellow sampai satu minggu ke depan, paling tidak sampai selesainya pernikahan Arjuna - Alanda.

***

Ada langkah stiletto heels mendekat ke arahku, bawaan di tangan kanan dan kirinya penuh, Rania sudah siap dengan berbagai amunisi untuk sesi curhatku. Kantor di hari Jumat jam 19.00 sudah cukup sepi, jadi enak rasanya untuk menyelesaikan kerjaan atau ngobrol di kantor sambil menunggu macet. Iya, spot curhatku hari ini cukup di kantor.

"Gue udah dateng buat dengerin curhatan lo nih spesial, awas aja pokoknya kalo dianggurin lo-nya malah kerja," Rania tampak gusar melihat temannya masih menatap komputer dan balas e-mail.

"Satu e-mail! Okay, sent! Bawa apa lo buat sesi curhat gue?"

"Mata lo tuh bengkak gitu. Awas nangis lagi pokoknya. Ada segala jenis coklat sama snack kenyang bikin bego! Arjuna kawin, uh?" Rania tepat sasaran, aku cuma mengangguk tanda mengiyakan.

"Let it go, Ndra. It hurts too much on you probably because you didn't see that coming. Marriage. And maybe cause you just haven't told your feeling and asked why he did it that way."

"Or maybe I misread the sign, I jumped into conclusion and put a high hope on him. That night felt like it was our ending and goodbye, Ran. Really. Kissed me on the forehead and hugged me tightly? Really?"

"He did that?"

"Yup. Right before I drove the car. That's how he said goodbye and left me unspoken yet confused. It felt like an unfinished message from him or maybe I wish it was...Did I sound crazy over him? Did I? Why would someone leave you that way if there's nothing between them. Why?" badanku mendadak ambruk, kepalaku menyandar di bahu Rania sambil memegangi tisu. Mungkin aku lelah, emosiku berubah jadi amarah, dan tangisku semakin parah.

"And why he explained that thing between us. The way we call each other. Why would he change it if there's nothing between us. Why?"

Rania membiarkanku mengeluarkan segala amarah dan emosi. Rania cukup jadi pendengar yang baik hari ini sambil membiarkan diriku perlahan menguatkan diri.

"Temenin gue ke nikahan ya, Ran. Sabtu depan."

"You know you can always choose, Ndra. You don't have to if you don't want too."

"Hahaha lo takut gue mencak-mencak atau nangis pas salaman sama mereka? Gak lah gilaaa I'm pretty sane to attend their wedding. Still they're my friends. Oh and funny thing was he promised something. Ngenalin cowok ke gue di nikahannya."

"Waittt, whaaaaat? Okay that's just weird. But, whatever, he's trying to make it up to you for no reason, I guess. Okay then, I'll be your good company next week. Gue dandanin lo yang cantik biar ketemu jodoh di sana!"

"Haha, yes ma'am!"

DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang