"I know that face," aku terbangun dari lamunan singkatku oleh suara Rania tepat setelah membaca WhatsApp dari Arjuna Ardiwilaga. Raut mukaku paling susah untuk ditutupi, senang, sedih, bingung, takut, apapun itu akan mudah terpancar di mukaku dan bisa seketika berubah 180°. "Mana coba liat," Rania tanpa ragu mengambil handphoneku, membaca pesan singkat dari Arjuna.
"Mau lo jawab? Mau lo iyain? You can just say no if you're feeling doubt," aku masih setengah sadar, bingung harus jawab apa. "Ini bukan yang pertama, Ndut. Sebelumnya dia sempet WhatsApp, tapi minta temenin beli kado buat Alanda haha. Langsung gue tolak mentah-mentah, bisa nangis darah yang ada."
"...But this one seems pretty serious," aku menambahkan lagi. Aku kembali ke diriku yang lama kalau lagi menghadapi Arjuna Ardiwilaga, butuh waktu lama untuk jawab pertanyaannya. "Well, gimana ya, Ndra. Muka lo gak bisa bohong, pasti lo pengen banget ketemu dia kan. Ya udah kalo yakin, temuin aja, but be tough. Lagian Arjuna sok-sokan deh sok misterius gitu kayak penting abis ada yang mau diomongin. Hih!" Rania malah mengendus kesal sama Arjuna. Rania benar, I should just face it, meet, talk to him, and probably this would be a good chance for me to give his late birthday gift.
Damn it! Pikiranku sulit terkendali, pikiranku ke sana-sini. Ini bukan lagi soal ajakan bertemu dengannya, tapi apa yang aku pikirkan di baliknya. Bisa-bisanya kamu, Ndra.
20.14
Oke. Kapan, kak? Nanti kabarin lagi aja.
Arjuna Ardiwilaga is typing...
Kamis di PP lagi aja pulang kantor.
Rasanya lega bukan main. "Muka lo happy berat, Ndra. Asli," Azka ternyata diam-diam memperhatikan raut mukaku. "Take care ya, Ndra. Update kita-kita setelah lo ketemu Arjuna. Oh and that guy, Wisnu. We do want to know more about him!"
"Siap, Bu!"
***
As a person who has never been in relationship, I never get it how two people can be sure with each other and know that s/he is the one. But they said they just knew.
Mungkin Rania dan Chandra juga akan bilang hal yang sama kalau aku tanya demikian. Sungguh, rasanya masih percaya gak percaya Rania dan Chandra akhirnya bertunangan. Bukan karena mereka tidak cocok, hanya waktunya terasa begitu cepat.
Aku menemani Rania dalam kamar, sementara ia sibuk dirias. Ada kebaya berwarna rose gold dan kain batik Jawa dibentangkan di kasurnya. Perhiasan cantik dan hair clip peony manis sudah terjejer di meja riasnya. Hari ini Rania terlihat lain dari biasanya. Cantik.
"Deg-degan gak, Ndut?" seberapapun Rania sudah menghilangkan beberapa kilo dari tubuhnya aku masih suka panggil Rania dengan 'Ndut', gara-gara salah satu foto SMAnya yang pernah ia tunjukkan padaku. My Ndut is about to get engaged.
"Gak juga, Ndra. Kan baru tunangan bukan nikah. It's more like happy feeling and those butterflies in your stomach are happening right now. I think they're dancing happily."
Dalam satu jam kemudian Rania sudah selesai didandani, lengkap dengan kebaya dan tatanan rambut di sanggul kecil dan disematkan hair clip peony untuk mempermanis.
Aku sempat melongok keluar dari kamar Rania di lantai dua, melihat keadaan di bawah sana, ternyata semua sudah siap. Keluarga Chandra mulai berdatangan, aku kembali masuk ke kamar dan siap menemaninya turun ke bawah.
Langkah kaki Rania bergerak perlahan, aku menemani di belakang sambil memeganginya. Keluarga kedua belah pihak sudah duduk manis, semua mata tertuju pada Rania, termasuk Chandra. Rania duduk di sebelah kedua orang tuanya dan prosesi tunangan dimulai.
Dari kursi seberang aku memperhatikan gerak-gerik Chandra. Mukanya terlihat tersipu malu dan sesekali curi pandang ke Rania. Lucu ya? Aku ikut memperhatikan juga keluarga Chandra yang datang, selain ayah ibu dan adiknya, ada juga beberapa oom dan tante.
Tak lama mataku terbelalak, tertuju pada satu sosok yang aku kenal. Duduknya di deretan paling belakang. Wait, isn't that him? Mata kami bertubrukan, ia membalas tawaku dengan senyum. Azka yang duduk di sebelahku tak lama berbisik padaku, "Are you flirting?" aku cuma ketawa cekikikan. "He's Wisnu."
Prosesi tunangan berjalan dengan lancar, akhirnya jari manis Rania tidak sepi lagi. Ada cincin berwarna silver melingkar di jari manisnya dari Chandra. Setelah berdoa, acara berlanjut dengan makan siang. Rania masih sibuk untuk berkenalan dengan anggota keluarga Chandra. They both look damn happy.
"Hi, Ndra," jantungku berdegup kencang dengar suara ini lagi. Tampilannya hampir sama seperti terakhir kami meeting, hanya saja kali ini terlihat lebih rapi dengan batik lengan pendek. "Hi, Nu. Wait haha, lo sepupunya Chandra? Oh ya kenalin, ini Azka."
"Haha iya. Gak nyangka ketemunya gak jauh-jauh. Gue sepupunya Wisnu. Lo bukan sepupunya Rania juga dong?" Wisnu wangi banget. Ndra, jangan salah fokus!
"Haha gak. Rania sahabat gue dari kuliah, makanya dari pagi udah stand by juga. Ternyata lo gak kalah ya sama Bagas, ada di mana-mana," sorry Gas, lagi-lagi namamu aku pakai buat ice breaker sama Wisnu.
Azka mulai melipir menjauh berlari ke Pandu yang baru datang. Tak lama Rania dan Chandra menghampiri kami berdua yang tengah asyik (lagi-lagi) membahas Bandung, Bagas, dan sesekali tentang kerjaan kami. "Inu sama Andra udah kenal? Kok bisaaaaa," Rania teriak heboh, sama seperti O dalam OH yang pernah dia lontarkan waktu aku kenalkan dia dengan Arjuna. "Ya ampun. Wisnu yang sama yang pernah lo ceritain itu Inu. Bisa-bisanya gue bahkan gak ngeh."
"Hahaha, iya gak jauh-jauh emang. Cerita apa, Ndra emang ke Rania?" aku menelan ludah dalam-dalam. Duh, ketahuan sudah Diandra Natalia Adiningrat diam-diam sudah jadi #1 fansnya Wisnu Harum Hadisuryo. "Hahaha promosiin app, siapa tau kantornya Rania mau juga pake jasanya TechSolution," basi banget, Ndra. Bahasnya kerjaan banget?
"Haha bisa-bisa," kami pun mulai mengobrol lagi berempat. Tak lama Rania menarik lenganku untuk menjauh dari kedua pria ini. Rania tiba-tiba memelukku sambil berbisik pelan, "Thank you ya, Ndra and I approve you two better than with Arjuna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra
ChickLitBeing clueless over men's signs is a problem for Diandra Natalia Adiningrat atau Andra begitu ia disapa teman-temannya. Di umurnya menuju seperempat abad, Diandra kurang lebih sama seperti wanita seusianya yang sering diam-diam membaca artikel tenta...