Chapter 8

5K 543 11
                                    

Setangkup roti beroleskan Nutella, semangkuk irisan buah, dan segelas susu di jam 07.30. Langit masih terlihat agak mendung dari hujan semalam dan wangi tanah sehabis hujan masih bisa ku cium dalam-dalam.  Ah, Sunday!

Tanganku sibuk scroll atas bawah untuk lihat berita menarik di Twitter pagi ini. Menyenangkan memang Twitter saat ini, ketika banyak orang beralih ke Path dan meninggalkan Twitter, timeline-ku jadi 'bersih', berita-berita dalam dan luar negeri terpampang jelas tanpa harus terhalang kicauan penuh kegalauan.

Ini menariknya, saat jarang ada orang yang update via Twitter, aku malah sering kali banyak update hal-hal yang tidak ingin aku bagikan via Path. Ibarat kata 'dance like no one's watching', maka line ini juga tepat untuk mereka (termasuk aku) yang masih buka Twitter dan berkicau suka-suka. It's like 'tweet like no one's reading'.

Diandra N. A. (@diandras)
May your Sunday be long!

Kicauan yang didedikasikan untuk Minggu ini. Speaking of the day, hari Minggu memang paling enak dihabiskan di rumah, apalagi kalau Sabtu sudah banyak kegiatan (yang mana kebanyakan diisi dengan undangan sana-sini). Pilihanku biasanya jatuh ke nonton tv berjam-jam mulai dari menjelajah film yang muncul di HBO atau Fox Movies Premium, menonton ulang Grey's Anatomy tak peduli seasonnya, atau masak pasta yang rasanya hanya bisa dimengerti diriku sendiri (dan semoga suamiku kelak, amin!). Minggu ini rasanya akan aku habiskan dengan menonton ulang Grey's Anatomy terutama episode-episode favoritku dari musim lama. Nostalgic!

Sementara prediksiku untuk minggu depan sepertinya akan jadi minggu yang cepat. Ada lima meeting penting termasuk dua diantaranya internal meeting soal konsep event, deadline submission iklan di Kompas dan beberapa majalah, dan satu agenda mau ngopi after office hour sama Rania dan Azka (teman satu geng kuliahku).

Well, before Monday hits me badly, let me enjoy the rest of the day!

**

Diandra N. A. (@diandras)
Now, may your Monday be short and your coffee be long! God speed!

Kicauanku pagi ini via Twitter. Percaya deh gak akan ada yang lihat tweet tadi, tapi rasanya justru menyenangkan. Well, anyway, meeting pertama di Minggu ini adalah dengan timnya Jo. Belum ada seminggu sebenarnya kami bertemu dari meeting terakhir di hari Selasa, tapi progresnya cepat juga dan mereka sudah semangat mau presentasi lagi hari ini. Kebetulan kantor mereka masih satu kawasan dengan kantorku yang sama-sama di Sudirman jadi cukup gampang untuk kami meeting.

"Eh, kita nanti sore ada meeting ya? Anjir kayaknya gue lupa booking ruang meeting. Penuh gak ya? Penuh gak sih orang-orang yang meeting hari ini? Di kantor apa sekalian ngopi sore aja ya di emm mana ya?" Vindy mendadak panik, lupa kalau hari ini ada meeting dan lupa booking ruang meeting. "Kantor aja, sini gue bantuin cek ruangan dulu."

"Ruang depan kosong tuh sampe jam 5. Sana aja ya. Jo udah WhatsApp gue nih, he'll be here in 10 minutes. Mas Abi ikut gak?" jawabku lagi sambil bergegas mempersiapkan keperluan meeting dan yang paling penting catatan penting dari upper management soal projek ini. "Not today katanya, kita berdua dulu aja."

Jo dan timnya memang on time, setiap meeting selalu selesai sesuai jadwal, dan gak berbelit-belit. Sudah jam 16.00 dan resepsionis sudah informasikan kehadiran mereka di kantorku.

Derap langkahnya terdengar dari jauh. Tingginya mungkin sekitar 168-169 cm, menurutku proporsi badannya cukup. Tidak gemuk, cenderung kurus. Rambutnya sedikit ikal di bagian depan, sesekali anak rambutnya jatuh di kacamatanya yang berframe kotak hitam.  Gayanya kasual, kemeja flannel berwarna hitam putih, jeans, dan sneakers. Langkahnya pasti, MacBook Air entah tipe apa digenggam di tangan kirinya dan tangan kanannya menggendong ransel Herschel warna hitam. Tangannya menggapai tanganku tegas, suara renyahnya kembali menyapa, "Halo Andra, apa kabar?" sapa Wisnu sore ini ketika aku dan Vindy menyambutnya. Manis juga, minggu lalu kok kayaknya beda. "Halo, baik Wisnu. This way."

Meeting minggu ini hanya berempat dan meeting berjalan sebagaimana mestinya meeting. Wisnu banyak mempresentasikan hasil terakhir aplikasi kami dari feedback yang terakhir dikirimkan via e-mail.

Aku mulai mengamati Wisnu diam-diam. Setelah gayanya yang aku perhatikan sejak kami bertemu di depan, aku juga jadi ikut mengamati tutur kata dan gaya bicaranya. Singkat, padat, dan jelas kalau meeting. Serta humoris, pikirku. Kami berdua, aku dan Vindy, cukup jadi pendengar dan notulen yang baik dulu sambil mengamati pelan-pelan kalau ada bagian yang terlewat.

Satu jam lima belas menit sudah berlalu, semua pertanyaan lainnya sudah selesai kami sampaikan, tinggal satu meeting lagi sampai kami akhirnya menentukan waktu launching aplikasi ini. Tangannya kembali menggenggam tanganku tegas, berjabat untuk berpamitan pulang. Aku mengantarkan Jo dan Wisnu hingga ke pintu keluar, sementara Vindy harus pergi lebih dulu karena harus terima telepon yang masuk ke handphonenya lebih dulu.

"Eh iya, kenal Bagas ya?" tanya Wisnu. "Liat dari Path. Temen di mana? Kuliah?" lanjutnya lagi. Eh? Aku bahkan sudah lupa soal ini, ternyata dia silent reader, hanya mengamati dan membaca dalam diam. "Oh iya, Bagas temen kuliah dulu, satu kelas malah."

"Oh ya ya, di Unpad ya berarti. Bandung," Wisnu mencoba menyelesaikan semua clue yang sudah aku kasih.  "Bagas emang ya, ada di mana-mana.."

"Paraaah, kayaknya eksis bawaan lahir kalo Bagas sih," aku menambahkan malu-malu dan senyum manis Wisnu muncul lagi. Tak terasa jarak antara ruang meeting dan pintu keluar kantor terasa sedekat itu. Jo dan Wisnu sudah di penghujung pintu keluar.

"Thank you ya Ndra, nanti e-mail or WhatsApp one of us if you need anything," ungkap Jo sambil kembali mendorong pintu keluar. "Okay, thank you ya Jo, Wisnu." Wait, sudah selesai nih obrolan santai aku dan Wisnu? Aku bahkan belum sempat tanya detail bagaimana Wisnu bisa kenal dengan Bagas.

"Kapan-kapan mungkin bisa kumpul bertiga ya sama Bagas juga," tambah Wisnu sambil membalikan badannya ke arahku yang kubalas dengan senyum sumringah. Wisnu kemudian melambaikan tangannya sambil berjalan menjauhi kantorku. Ternyata Wisnu gak sekaku yang aku pikir.

DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang