Mukanya menduduk melihat layar handphone. Pakaiannya sudah rapih dengan batik lengan panjang. Penampakan yang sama yang aku lihat di acara engagement Rania dan Chandra. Penampakan yang masih aku dambakan dan terkadang bikin penasaran.
"Udah lama, Nu?"
"Hey, Ndra. You look great. Kok saingan kita rapih-rapih gini hahaha. Pesen dulu, Ndra."
"I knooow and it's Saturday night! Mas!"
Kalau ada cermin di depanku pasti mukaku terlihat berbinar campur setengah gugup. Oh Wisnu, does he even know the truth?
"Iya, kakak gue kekeuh ngajak gue ke nikahan sahabatnya tadi namanya Juna. Gak cerita banyak. Katanya mau dikenalin ke cewek. Gue anaknya skeptis soal perjodohan. Tadi weddingnya di mana, Ndra?"
"Juna's wedding. Pretty sure the same Arjuna you just mentioned, Nu."
Aku tidak berani berkata banyak setelah mendengar kalimat wisnu soal betapa skeptisnya dia soal perjodohan. Aku rasanya ingin bungkam. Ran, what if my mantra doesn't work tonight.
"Wait. Invitation yang ini? Arjuna dan Alanda?" Wisnu mencoba memastikan lagi, diambilnya e-invitation milik Arjuna dan Alanda dan ditunjukannya padaku.
"Exactly the same," aku menyodorkan hal yang sama, invitation hard copy milik Arjuna dan Alanda yang aku simpan dalam clutchku.
"Kok bisa kenal? Gue gak kenal Juna sih, kakak gue yang sahabatan banget. Sampe adeknya yang belum punya pacar ini dijodohin segala."
"Satu organisasi sama Arjuna. Kenapa gak jadi dateng? Segitu skeptisnya?"
"Gak tau. Gue cuma lagi di masa-masa laid back, Ndra. I enjoy working and that's all I can think of right now. And besides, gue gak yakin soal jodoh-jodohan."
"Kenapa mikir gitu? It's just one of the way to meet the one."
"A set up sounds like the last option you can have in love. When you can find it yourself why would you need other helps? Sometimes it works and sometimes it does not at all. And when it doesn't goes as their expectation, wouldn't it be weird for each other?"
Aku terdiam. He got the point and I get it. He's a guy and setting up may not be the way he wants to meet the one. He'd rather find it himself. But if he knows if it's me, will it be different?
"Lo gimana?"
"Well, I don't mind in any ways. If it happens, it just happens. Berat deh omongan malam ini. Makan dulu yu, Nu?"
Aku memilih bungkam, menolak untuk berargumen lebih banyak. He's just being Wisnu anyway and I can not change that. Aku cuma memilih berdoa dalam hati. Jika ia memang jodohku, maka dekatkanlah Tuhan.
Makan malam kami berubah lebih dingin, kami justru sibuk dengan makanan masing-masing. Awkward. Wisnu bertanya sesekali di mana kami menginap malam ini dan kapan akan pulang. Oh dan sesekali bahkan menuju kerjaan. This is too formal.
Kurang dari sejam kami berbincang. Wisnu memutuskan untuk meminta bill dan ingin menyudahi lebih awal.
"It's on me," Wisnu menolak uang yang hendak aku berikan. It's his treat tonight.
"Yuk, Ndra. Safe and sound. Jam segini masih macet pasti di Bandung."
"You too, Nu."
Kami bergerak menuju mobil masing-masing. Wisnu hanya mencium pipiku kecil sebelum berpisah. Sudah. Rasanya kakiku berat melangkah dan badanku lemas. This is not what I expected. Wisnu seems mad.
20.45
Nomormu sy kasih ke teman saya ya20.46
Okay, Kak.Arjuna masih bersikeras rupanya membantuku untuk bertemu dengan Wisnu. Aku hanya mengiyakan tanpa bisa berkata apa-apa lagi. My mind goes around this question, what if he finds out that it's me, will it be different?
But we're not a lover and we're just good friend who happens to meet a lot. Aku belum tahu perasaannya padaku sementara aku sepertinya telah menggantungkan harapan sangat dalam pada Wisnu.
Sekitar 30 menit waktu tempuh dari Setiabudi ke tempat kami menginap. Aku segera merebahkan badanku di sofa dan air mata ini langsung menghujani pipiku deras. Rania memelukku erat.
"Yah, Ndraaa. Besok kita pulang pagi ya kalo gitu."
Aku tak mau cerita banyak, menangis adalah cara terbaik yang ingin aku luapkan saat ini. Tidur cepat mungkin lebih baik saat ini lalu kembali pulang ke rumah. Ah, that's the best.
Handphoneku bergetar cukup lama. Sepertinya telepon. Aku membiarkannya begitu saja. Biarkan aku menenangkan diri terlebih dulu.
"Ndra, bentar ya."
Rania meninggalkanku sebentar, mengambil handphone di kamar kami. Mengangkat telepon entah dari siapa, mungkin Chandra. A good night kiss through phone, maybe.
Rania kembali menghampiriku dengan seperangkat perbekalan, teh hingga beragam makanan manis. I owe her a lot.
"Remember how Gigi put a lot of high expectation to the men she just met. Well, I'm now Gigi. Sucks at reading signs and dating men."
"No, you're not. And just like Gigi, you'll be finally happy at the end. Wisnu kenapa?"
"Gak tau, merasa tertohok aja dengar alasannya begitu skeptis soal perjodohan. Am I pushing my self too hard or expecting too much on him?"
"Whatever it is, I think you've been doing great. It's not your fault."
21.16
Ndra, gue di depanAku mengusap air mataku setelah melihat pesan darinya. Wisnu sudah ada di depan tempat kami. Entah apa yang membawanya kemari. Aku bingung harus pergi atau menghampiri.
"Tuh, Wisnu di depan."
"You know?"
Aku berjalan keluar. Sosok yang tadinya hendak aku kubur dalam-dalam malam ini. Masih berbatik lengan panjang, Wisnu terlihat kebingungan dan mukanya berubah senang saat melihatku datang.
"Kenapa, Nu?"
"I take my words back. I don't want to be a skeptical person. I'm willing to start... Whenever you're ready."
Wisnu meraih kedua tanganku, memeluk, dan mencium keningku cukup lama. Mataku tak bisa bohong, air mataku membasahi batik Wisnu.
"Jangan nangis ya, Ndra. I refused to come cause I know that I don't need any helps cause I have found you. It's always you."
"Aku pulang ya. Udah malem. Besok ati-ati pulangnya. Wait, it's a question loh Ndra the whenever you're ready?"
"I always am, Nu."
It's the beginning of (hopefully) a happily ending of Diandra Natalia Adiningrat's quarter life. The journey is about to start. And as what you always have in mind: You'll be doing just fine, Diandra.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra
ChickLitBeing clueless over men's signs is a problem for Diandra Natalia Adiningrat atau Andra begitu ia disapa teman-temannya. Di umurnya menuju seperempat abad, Diandra kurang lebih sama seperti wanita seusianya yang sering diam-diam membaca artikel tenta...