16. Cruel

42.1K 2.2K 27
                                    

GIBRAN menyetir bak orang kesetanan keluar dari arena kampus begitu mendengar kabar dari Bara bahwa Sara sedang pingsan dan dibawa menuju rumah sakit terdekat. Entah apa yang dilakukan para gadis bar-bar gila itu kepada gadisnya, yang jelas, mereka semua akan membayarnya jika sampai terjadi sesuatu apapun pada calon isterinya.

Sesampainya di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta Selatan, Gibran segera menuju meja resepsionis untuk menanyakan dimana kekasihnya. Gibran kemudian melangkah cepat-cepat begitu melihat Bara sedang menunggu didepan pintu putih itu.

"Sara kenapa, Bar? Kenapa bisa begini?", tanya Gibran tanpa basa-basi.

"We still don't know yet. Dokter masih di dalam dan belum kasih penjelasan apapun. Yang jelas Valentino sedang menuju kemari.",

"Lah, tadi gimana ceritanya dia bisa pingsan kaya gini? Tadi rasanya dia baik-baik aja tuh!", tanya Gibran lagi dengan ngotot.

"Baik-baik aja kepala lo! Dia udah kayak mayat hidup tadi. Gue juga nggak tau kenapa, soalnya gue nemenin dia ke kamar, gataunya dia pingsan gitu, shock lah gue. Ya udah gue langsung bawa kesini, ngabarin lo sama Valentino.", jawab Bara dengan frustasi. Ia yakin, ia pasti akan kena amuk besar Valentino karena tidak menjaga Talitha dengan baik.

Tak lama kemudian, dokter yang menangani Sara pun keluar dari ruangan itu dan menemui dua lelaki itu dan berkata,
"Siapa disini yang merupakan anggota keluarga Mrs. Maximillianzo?",

"Saya sepupunya.",

"Saya calon suaminya.",

"Baiklah, Ibu Talitha mengalami shock ringan. Apakah baru-baru ini ada kejadian yang cukup membuatnya terkaget?", tanya Dokter setengah baya itu.

Gibran dan Bara saling berpandangan kemudian Gibran menjawab,
"Tadi ada segerombolan gadis yang nampaknya tak suka akan hubungan saya dan dia, dan melabraknya begitu saja. Entah apa alasannya, mungkin itu penyebab mengapa dia bisa pingsan seper--",

Belum selesai Gibran menjelaskan kronologis cerita itu, langkah kaki tegas dibalut sepatu pantofel kulit itu melangkah mendekati mereka.

"Ada apa ini sebenarnya?",

"Valentino?",

---

Gibran merebahkan tubuhnya diatas kasur dengan gelisah. Sudah dua puluh menit dia berusaha memejamkan matanya berharap sang mimpi memenuhi pikirannya, tapi semuanya sia-sia. Pikirannya kembali teringat akan kejadian hari ini. Siang tadi dokter mengatakan bahwa Sara harus dirawat inap dengan intensif mengingat adanya trauma akan beberapa hal di masa lalunya. Bahkan sang dokter tidak mengijinkan siapapun menjenguk atau bertemu dengan gadisnya. Sebenarnya ada apa semua ini?

Gibran melirik jam diatas nakas yang menunjukkan pukul dua dini hari kemudian menghela nafas dengan kasar. Ingatannya kembali terputar saat siang tadi ia bertemu dengan Valentino, kakak Sara.

Tiga lelaki rupawan itu sedang duduk di cafetaria rumah sakit setelah mendengar perkataan sang dokter bahwa Sara tidak dapat ditemui sampai kondisinya stabil. Tanpa memperdulikan tatapan memuja dari para pengunjung yang rata-rata didominasi oleh kaum hawa, mereka duduk dengan keheningan menyelimuti mereka.

Valentino menatap dua orang lelaki yang duduk dihadapannya dengan dingin. Memang lelaki jaman sekarang, mengikrar mencintai, berkata bahwa akan menjaga dengan sepenuh hati, bahkan belum genap seminggu adiknya meninggalkan Milan dan sudah ada tragedi seperti ini, cih!

"Siapa diantara kalian yang bisa memberikan saya penjelasan sejelas-jelasnya mengapa ini bisa terjadi?", ucap Valentino dengan datar.

Bara dan Gibran saling bertatapan dan kemudian Gibran merasa bahwa dialah yang harus bertanggungjawab atas hal ini karena Sara adalah calon isterinya. Ini sepenuhnya salahnya, jelas.

"Ehm, begini, Sara diteror oleh anak-anak gadis yang nampaknya tidak suka atas hubungan kami. Bahkan saya sendiri tidak tahu mereka siapa, mereka adalah anak fakultas lain. Entah mengapa mereka melakukan itu. Mungkin mereka tidak suka bahwa Sara adalah calon isteri--",

"Bahkan setelah tragedi ini, kamu masih menyebut adik saya 'calon isteri' kamu? Kamu pikir kamu pantas?", ucap Valentino seraya mendengus.

Gibran cukup kaget mendengar respon yang sangat tidak bersahabat dari Valentino. Ia pikir Valentino memanglah lelaki dingin, tapi tidak seperti ini.

Bara yang menyadari situasi semakin memanas-pun memutuskan untuk membuka suaranya,

"Begini, V. Tadi itu Gibran sudah berusaha untuk men--",

"Diam! Aku tidak pernah meminta penjelasan darimu, Bara. Aku juga takkan menyalahkanmu, jelas dia sudah melamar adikku. Dengar, seharusnya kau bisa menjaga Talitha dengan baik dan penuh tanggung jawab, itu juga jika kau memang seorang lelaki!", ujar Valentino dengan sinis.

"V, sudahlah, kau tak perlu memarahinya seperti itu. Ini semua ketidakseng--", belum selesai Bara berusaha menjelaskan, Valentino kembali memotong ucapannya,

"Ini jelas alasan mengapa aku tidak setuju dengan hubungan kalian.",

Shoot.

Valentino mengatakan apa yang sedari kemarin ingin ia katakan secara gamblang. Memang dia tidak menyukai hubungan adiknya dengan lelaki Indonesia dihadapannya ini.

Gibran terkaget setengah mati mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Valentino. Lelaki dihadapannya tidak setuju atas hubungan mereka?

"Tapi kami akan segera menikah, bukan?", ucap Gibran berusaha tenang.

"Kau jangan berbangga diri karena Talitha menerima lamaranmu kemarin. Dihidupnya, kau bukanlah siapa-siapa. Kau bahkan tak tahu seinci pun kehidupan masa lalunya. Tinggalkan dia.", lanjut Valentino dengan datar.

"Dia menerima lamaranku, dan kami akan segera menikah. Dia adalah calon isteriku. Peristiwa ini sebuah ketidaksengajaan, bisakah kita berdiskusi dengan damai?", jawab Gibran berusaha santai.

"Berhenti menyebutnya dengan calon isterimu, bangsat!",

"Valentino, come on, kita bisa membicarakan ini dengan baik, bukan? Ayolah, kau tak bisa seperti ini terus! Aku tau kau masih berharap atas hubungan Martin dan Talitha, tapi tolonglah.", ucap Bara dengan nada tinggi. Memang susah bernegosiasi dengan seorang Valentino Garavani Maximillianzo jika sudah menyangkut adik bungsunya.

"Dengar, Bara. Lelaki ini bahkan tidak tau apapun tentang kehidupan Talitha sebelum dia pindah ke Indonesia, maka dari itu dia menganggap remeh masalah pembully-an. Kau jelas tau tragedi tiga tahun lalu! Dan kau, berhenti mendekati adikku. Pikirkanlah lagi, apakah kau pantas mendampingi seorang puteri besar keluarga Maximillianzo.", bentak Valentino dengan kasar dan membetulkan dasinya kemudian melangkah pergi.

---

A/N:

Yak sebenarnya ada apa yakkk? HAHAHAHAHA. Ini semua dedicated buat you2 semua yang udah penasaran setengah mateeee. Enjoyy, don't forget to vomments okay! Love. BTW, ini udah mau climax sih. Nggak nyangka ya udah part 16 aja.

GUYS KALO AKU MAU BIKIN CERITA TENTANG VALENTINO, KALIAN KIRA-KIRA MINAT BACA NGGAK YA? LET ME KNOW OKAAAAY!

Merry

Miss BombshellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang