GIBRAN menatap mahasiswa kelasnya satu per satu keliling kelas ini. Matanya menangkap gadis berambut pirang itu diujung kelas. Tanpa dia sadari senyumnya mengembang membuat para mahasiswi yang duduk didepan pun freak out.
Gibran pun mengabsen seluruh muridnya satu-satu sampai ia menyebut absen tiga puluh sembilan,
"Talitha Sara Maximillianzo.",
"Saya.",
Pandangan mereka bertemu sepersekian detik sampai akhirnya Sara kembali fokus ke headsetnya yang mengalun lagu Owl City - Verge. Baru saja Sara akan larut dalam tidurnya ketika Gibran mengeluarkan suaranya,
"Kumpulkan tugas kalkulus minggu kemarin didepan, sekarang!", ucapnya dengan suara bariton khas-nya.
MAMPUS--satu kata yang memenuhi pikirannya.
Semua murid pun satu-per-satu mengumpulkan tugas mereka kecuali satu orang, Sara.
"Empat puluh empat? Kemana satunya?", tanya Gibran dengan dingin. Dan Sara hanya mengangkat tangannya dengan acuh.
Toh sudah biasa, kan?
"Sara, temui saya sepulang kelas ini. Saya tunggu di ruangan saya.",
Setelah itu Gibran pun melanjutkan materi yang akan diajarnya hari ini dengan hati senang. Satu alasan untuk bertemu denganmu lagi, gadis galak!
---
"Nape lu, Tha. Muke lu dah kaya diremes-remes aja.", ucap Bara menghampiri gadis itu.
Baraka Herlambang.
Dia adalah sepupu dari keluarga mamanya. Jadi dia memang sering dipanggil Litha--nama kecil. Fyi, Bara merangkap sebagai gebetan Wella juga, sih."Nggak, Bar. Gue udah lelah aja menghadapi segala cobaan ini. Bisa nggak sih gue mau balik join Cosmo aja.",
Ya, COSMOPOLITAN Magz, itu adalah salah satu company magazine ternama di dunia. Dulu, sebelum ayahnya memintanya tetap untuk melanjutkan kuliah bisnis, dia adalah salah satu model Cosmo.
"Nggak bisa gitu lah, Tha. Semua orang emang punya passion masing-masing, dan mungkin minat lu bukan ekonomi. Tapi tanggungjawab lah, Tha. Lu ngeluh-ngeluh juga nggak ada benefitnya, kan?", ucap Bara lalu menepuk pundak sahabatnya pelan.
"Eh, gue naik dulu ya, mau ada kelas bareng sama Wella. Good luck, Tha!",
Ucapan Bara membuatnya berpikir bahwa ada benarnya juga. Buat apa dia malah mengeluh yang tidak akan merubah apapun bukan?
"Jadi, saya tungguin di kantor kamu ternyata malah abis pacaran, ya?",
Demi dewa yunani! Jantung Sara nyaris lompat dari tempatnya mendengar suara itu. Seketika batinnya merutuk, bagaimana bisa dia lupa bahwa dosen tampan sayangnya gila itu menunggunya?
"Sudah sadar akan kesalahanmu, nona?", tanya Gibran masih dengan tatapan datarnya seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Ya, maaf.", ucap Sara sekenanya.
"Ayo!", kata Gibran seraya menarik tangan Sara.
"Apa, Pak?",
"Saya nggak suka dipanggil 'pak'. Harus berapa kali sih saya bilang?", ucap Gibran dengan jengkel.
Sara hanya memutar bola matanya. Apa sih maunya lelaki ini? Kenapa hobi banget ngerusuhin kehidupannya yang baik-baik aja? Lagian rasanya kemarin dia bersikap sangat ramah dan manis, hari ini kembali menjadi 'Gibran' sang dosen killer ngeselin. Dasar!
Lalu mereka berjalan beriringan menuju ruangan Gibran. Barulah Sara menanggapi ucapan Gibran barusan.
"Lah terus saya harus panggil anda apa?", tanya Sara mengalah.
"Terserah. Apa saja, asal jangan 'pak'. Kesannya saya bapak-bapak pedofil tau!", sungutnya dengan dingin.
Lah, memang, kan?
"Mas?",
"Saya bukan orang jawa.",
"Om?",
"Kamu bukan keponakan saya.",
"Kak?",
"Saya bukan kakak kamu.",
"Bang?",
"Saya bukan kenek angkot.",
"Koko?",
"Saya bukan orang chinese.",
"Gibran?",
"Itu nggak sopan, sayang.",
Sara menatap kesal lelaki tinggi dihadapannya ini. Apa sebenarnya maunya?
"Ah, terserah bapak aja, deh. Saya capek. Panggil Om, salah. Bapak, salah. Mas, salah. Kak, salah. Koko, salah. Panggil nama kamu juga masih salah. Maunya apa, sih?", protes Sara seraya mengerucutkan bibirnya.
"Masih banyak panggilan yang lain, Sara. Baby, honey, sayang?",
Ucapan Gibran entah mengapa membuat Sara bergidik ngeri mendengarnya. Membayangkan dirinya memanggil panggilan menjijikkan itu bahkan sudah membuatnya mual!
"Nggak, itu menjijikan. Lagian inget status, anda adalah dosen saya, dan saya mahasiswi anda, Pak Gibran. Dan lagi, inget umur nape sih!",
Cklek.
Tanpa terasa akhirnya mereka sudah sampai di ruangan Gibran yang berada di pojok lantai dua itu. Sara nyaris berteriak saat merasakan ada tangan yang menyentuh--lebih tepatnya memeluk pinggangnya dari belakang.
"Ap-apa apaan ini, lepasin saya, Pak!", ucap Sara seraya meronta dengan pelan. Mengingat ini adalah lingkungan kampus. Haram hukumnya seorang dosen memiliki affair ataupun hubungan dengan seorang murid.
"Sebentar saja.", bisik lelaki itu pelan.
"Ng-ngg ngga enak diliat, Pak.", ucap gadis itu dengan ragu-ragu.
"Kamu kekasihku!",
"Tapi ini masih dikampus, Gibran!",
"Oke, so.. kalau nggak dikampus boleh, kan? Kamu juga sudah mengakui hubungan kita, eh?", ucap Gibran seraya menaik turunkan alisnya.
Sara menjadi terbata-bata serta merutuk dirinya sendiri. Bodoh, bodoh, bodoh!
"Nggak gitu juga, Pak. Lagian ngga enak kali ini di kampus. Kalo ada yang liat, gimana coba? Mau ditaruh mana mukaku ini? Malu kali.", protes Sara dengan kesal.
"Lah, harusnya kamu bersyukur dong, diantara ratusan mahasiswi yang naksir saya, kamu jadi pacar saya. Terus kenapa mesti malu?", jawab Gibran dengan bingung.
"Ya kan saya udah bilang saya nggak mau jadi pacar bapak!", tegas Sara.
"Jadi.. kamu udah naksir cowok lain, gitu? Apa anak lelaki tadi?",
"Nggak. Dan ini ga ada hubungannya sama sekali sama Bara!", kilah Sara dengan cepat.
"Ooh, I see. Jadi namanya Bara?",
Shit.
"Sebenarnya apa mau bapak?!",
"Saya mau kamu, jadi milik saya.",
Diia pasti bercanda. Fix, laki-laki ini gila.
---
A/N:
GILA GILA!! OBSESSED WITH WRITING THIS! Suka banget sebenernya sama alurnya. Jadi, jangan lupa keep vote and comments, terus tungguin update cerita ini, ya? Enjoy!
Merry
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bombshell
RomantizmSEQUEL OF THE BILLIONAIRE'S JOURNEY Sara Maximillianzo, mahasiswi kampus Universitas Pelita Bangsa. Gadis berdarah Indonesia-Italia itu terkenal sebagai gadis yang cantik dengan tinggi diatas rata-rata. Gibran Tantradinata, dosen kampus paling terke...