17. Exhausted

43.7K 2.2K 38
                                    

SARA membuka matanya dengan perlahan dan pemandangan yang pertamakali dilihatnya adalah ruangan putih polos. Dan ketika dia berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi, rasa pusing langsung menggerayangi kepalanya. Ada apa ini?

Valentino yang menyadari bahwa adik kecilnya sudah terbangun, segera membantu adiknya untuk duduk dengan tegak dan memberikannya segelas air.

"V? Kenapa kau bisa ada disini?", ucap Sara dengan kaget melihat kakaknya terduduk disamping tempat tidurnya.

"Kau tak perlu kaget, Tha. Kamu pingsan.",

Sara mengerutkan dahinya. Pingsan? Dia pingsan? Kapan?

"Maksudmu?", jawab gadis pirang itu dengan bingung.

"Apa maksudmu? Kau tidak ingat? Kamu pulang dari Milan, dan diserang oleh anak-anak kampus yang tidak menyetujui hubunganmu dengan dosen nggak jelas itu.", ujar Valentino dengan sinis. Sungguh, dia tak ingin mengingat cerita sialan dari si brengsek itu.

Perlahan bola mata Sara membesar mengingat kejadian itu. Kejadian... yang sama. Terulang kembali untuk kedua kalinya. Sehingga membuat tubuhnya reflek tegang.

'Murahan!',

'Tak tahu diuntung!',

'Tak punya harga diri!',

'Wanita haus harta dan jabatan!',

'Wanita rendah yang tak punya malu!',

Sara reflek menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat berharap suara-suara sialan itu segera pergi dari pikirannya. Memori sialan itu tidak seharusnya kembali dalam benaknya lagi. Valentino yang menyadari perubahan sikap adiknya itupun segera siaga. Damn, seharusnya memori itu tidak teringat dan kejadian itu seharusnya tidak terulang lagi!

"Talitha, come on baby, kau tak perlu mengingat hal itu kembali. Itu sudah berlalu beberapa tahun lalu.", ucap Valentino seraya memeluk adiknya dengan sedih.

Sebagaimanapun seorang Talitha Sara Maximillianzo berusaha tegar dan menjadi seorang gadis independent tangguh yang tak tergoyahkan, dibalik itu semua, dia adalah gadis biasa. Dia hanyalah wanita biasa yang punya hati.

Sara masih terdiam dan membisu. Pandangannya kosong, dan pikirannya melemparnya pada memori kelam dalam lubang hitam tak berujung bak belati tajam yang menusuk hatinya sampai relung yang terdalam.

Beberapa tahun silam...
Duomo of Milano, Italy

Maison Martin Elaxenderé sedang berjalan menuju gedung termegah yang berdiri di kota Milan. Ya, sang pangeran akan menghadiri acara makan malam dengan kerajaan tetangga.

Yang paling mengejutkan, lelaki menawan itu tidak datang sendirian. Dia membawa gadis dengan paras jelita yang mampu membuat seluruh lelaki terpesona. Gadis itu adalah...

Talitha Maximillianzo.

Sang Maison menggandeng gadis bergaun hitam itu dengan posesif. Gadis itu adalah gadisnya. Miliknya.

Sesampainya di gedung itu, kedatangan sang Maison ternyata telah ditunggu-tunggu. Banyak para petinggi dari negeri seberang membawa puteri-puteri cantik mereka dan mendandaninya semenarik mungkin, berharap sang Maison Martin yang tersohor ketampanannya dan kekayaannya akan jatuh cinta pada puteri mereka.

Tapi harapan mereka pupus sudah. Sang pujangga sudah membawa tambatan hatinya.

Namun, malam itu tidak berjalan dengan baik. Suara bisik-bisik dan gumaman tak suka banyak terlontar dari banyak kaum bangsawan dan petinggi Italia lainnya. Sementara para bangsawan dari negeri lain seperti Eropa dan sekitarnya, hanya bisa menertawai keputusan bodoh sang Maison, namun mereka tetap menjaga hormat dan santun untuk tetap tersenyum karena sang Maison berdiri disebelah Talitha.

Miss BombshellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang