19. The Piece of Me

40.6K 2.2K 28
                                    

GIBRAN merasa sangat lelah hari ini mengingat kemarin merupakan hari terburuknya. Worst day ever. Dan jam menunjukkan pukul 11 pagi, iPhone-nya sudah berdering dengan kencang. Shit, dia akan membunuh siapapun yang mengganggu waktu tidurnya.

"Hai, Gibran!", ucap suara cempreng diseberang sana dengan kencang.

Damn you, Hanna.

"Hanna? Damnnit! Ada perlu apa kau menelfonku sepagi ini bodoh?", sungut Gibran dengan kesal.

Ya, Hanna adalah sepupu bodohnya yang merupakan anak dari Uncle Gerald. What the hell is this girl doing?

"Serius kau bilang ini masih pagi? WAKE UP SLEEPYHEAD, ini jam 11 pagi, come on--",

"Ya ya ya, ada perlu apa kau menelfon. Dan kalau itu tidak penting aku akan menutupnya sekarang juga. Dan aku berjanji akan membunuhmu selepas aku bangun nanti.", gumam Gibran dengan kesal.

Awas saja jika sepupu ababil alias abege labil berumur tujuh belas tahun itu ternyata hanya iseng meneleponnya tanpa tujuan yang jelas!

"Nggak, nggak, bro. Santai. Gue nelfon karena believe it or not, gue abis ketemu sama Talitha Maximillianzo! Dia itu calon isteri lo, kan? Gila. Cantik banget!", ucap Hanna diseberang sana dengan excited menceritakan pertemuannya dengan Sara.

Gibran sontak melebarkan matanya dengan kaget. Hanna bertemu dengan Sara? Dimana?

"Kau bercanda, bukan? Tidak mungkin. Kemarin dia itu masih dirawat di rumah sakit. Nice try.", jawab Gibran seraya mendengus kesal.

Hanna sungguh merasa frustasi mendengar jawaban kakak sepupunya itu. Astaga, untuk apa dia berbohong?

"Please, Gibran. Serius, dia itu cewek dengan tinggi 170cm lebih, suka pake kaos dan sneakers, kan? Rambutnya pirang cerah dan bermata biru muda? Nggak mungkin salah.",

Gibran sontak terduduk mendengar penjelasan Hanna.

Tinggi diatas 170cm
Pakai kaos dan sneakers
Rambut pirang cerah
Mata biru muda

Dia pasti Sara, tidak salah lagi!

"Kau yakin itu ciri-ciri gadis yang kau temui?", tanya Gibran seraya menaikkan alisnya dengan bingung.

Hanna mendengus kesal seraya memutar bola matanya dibalik dapur kemudian menjawab,

"Terserah kau percaya atau tidak, kau datang ke café milik Mama, dan kau temui sendiri bahwa aku tak bohong, oke?",

---

Sara kembali menjalankan rutinitasnya seperti biasa setelah keluar dari rumah sakit kemarin. Entah kenapa hatinya sakit mendengar bahwa Gibran memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Bahkan tanpa penjelasan sesuatu apapun. Lelaki itu tidak menemuinya sama sekali. Lucu, jika memang karena kejadian itu hubungannya jadi bermasalah, apakah itu salahnya jika dia diserang secara unpredictable oleh anak kampus lain? Tentu bukan, kan?

Pagi ini Sara memutuskan untuk pergi ke coffeeshop sekedar untuk mengembalikan mood dan mencari tempat nyaman untuk membaca buku.

Langkah kakinya yang terbalut converse merah semakin cepat melihat tulisan 'Vancouver Coffeeshop' menggantung dalam bangunan bercat cokelat bak kayu cendana itu dengan senyum terkembang di bibirnya.

"Selamat datang di Vancouver Coffeeshop, we serve the best coffee in town. Ada yang bisa dibantu?", ucap seorang gadis mungil dengan apron cream ivory menggantung di badannya seraya tersenyum ramah.

"Hot caramel machiatto with extra 2 shots of espresso dan caramel sauce on top.",

Gadis berkacamata putih itu menaikkan alisnya mendengar pesanan sang gadis cantik dihadapannya kemudian menjawab,

"Italian macchiato, huh? Kau pasti orang Italia, bukan?",

Sara yang sedang mengeluarkan dompetnya pun terkaget mendengar itu. Well, siapa gadis ini?

"Wait, kau Talitha Maximillianzo?", tanya gadis bertinggi kurang lebih 157cm itu lagi seraya mendongak--mengingat betapa tingginya Sara.

Yup, Sara benar-benar melebarkan matanya mendengar namanya disebut.

"Okay, first, ya, aku Talitha Maximilli--",

"Oh My God, you are a lot prettier in real life. Can't believe I meet you today!", ucap gadis itu lagi dengan girang.

Sara kemudian mendengus dan menjawab,
"Please, why you are freaking out? Dan ya, aku orang Italia. Of course kau pasti tahu itu kalau kau tau namaku. Anyway, siapa kau?",

"Aku Hanna Theodora, may I serve you, Miss... Maximillianzo? Ada pesanan lain selain Italian Machiatto?",

"Oh, okay then, kau bisa memanggilku Sara. Aku tambah French Caramel Cake dan Espresso Brownie, ya. Nice to meet you, Hanna.", ucap Sara seraya tersenyum. Gadis berambut pirang itu kemudian membayar pesanannya, dan dia melangkahkan kaki meninggalkan bar kasir itu menuju pojok ruangan dekat jendela.

Setelah menunggu kurang lebih sepuluh menit, pesanannya telah datang. Sementara Sara masih bergelut membaca buku The Longest Ride karya Nicholas Sparks.

Detik pun terus berlalu, Sara bahkan belum menyentuh cake pesanannya yang bahkan sudah mulai mendingin. Entah mengapa dia selalu suka dengan karakter dan plot cerita yang dibuat oleh Nicholas Sparks.

Sampai pada akhirnya matanya memicu pada satu baris kalimat di buku itu yang berbunyi,

"If we'd never met, I think I would have known my life wasn't complete. And I would have wandered the world in search of you, even if I didn't know who I was looking for."

Entah kenapa dia tersenyum membaca kalimat panjang itu. Itu seperti menggambarkan kisah hidupnya, bukan?

Jika dia tidak bertemu dengan seorang lelaki bernama Gibran Javair Tantradinata, mungkin dia tidak akan pernah tahu bahwa dia sanggup menjalani hari-harinya tanpa bayangan masa lalunya. Dia mungkin tidak akan pernah mengenal dirinya sendiri. Dia tidak pernah tersakiti oleh fakta bahwa Martin sudah menikah dengan Candice. Yang menyakitinya adalah perasaan pemberontak yang selalu beranggapan bahwa dia tak pantas untuk Martin.

Padahal itu semua tidak benar.
Sama sekali tidak benar.

Dia, Talitha Maximillianzo, adalah gadis yang pantas bersanding dengan lelaki manapun. Dia sekarang tersadar, bahwa sesuatu yang hilang dari dalam dirinya, yang selalu dicarinya, adalah calon suaminya sendiri.

Well, mantan calon suaminya.

Entah mengapa mendengar kalimat itu, hatinya miris. Mengingat bahwa lelaki yang pernah menggantikan posisi mantan kekasihnya, juga meninggalkannya. Setetes air mata muncul dari iris biru muda miliknya.

"Lelaki mana yang bisa menyakiti gadis sempurna seperti dirimu?",

Sara terlonjak kaget mendengar suara itu. Suara yang tengah dirindukannya... Tidak mungkin. Gadis itu kemudian melebarkan matanya melihat siapa lelaki yang duduk dihadapannya.

"Tidakkah kamu merindukanku seperti aku merindukanmu?",

---

A/N:

Nih buat yang udah nungguin! Selamat berpenasaran ria yaaa ahahahaha yahh si Sara baper. Gimana dah tuh kelanjutannya? Hehehehehe selamat menunggu gaes. Enjoy. Jangan lupa vote and comments yaahhh! Love!

Merry

Miss BombshellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang