SARA menatap lelaki dihadapannya--alias dosennya itu dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mungkin dia akan menyelesaikan segala essay ekonomi keparat ini dalam waktu dua hari? Dan lagi ini weekend. Apakah lelaki ini gila, hah?
"Bapak udah gila ya ngasih saya essay segini banyak, mana mungkin bisa selesai dalam waktu DUA hari?", ucapnya dengan penuh penekanan.
"Ya itu bukan urusan saya.",
Sialan.
"Pak, lagian ini kan cuma masalah kaos, masa saya harus menghabiskan weekend berharga saya dengan soal-soal antah berantah ini?! Lagian nggak ada hubungannya kali, Pak!", jawabnya frustasi mendengar jawaban yang tidak diharapkan dari sang dosen berwajah tampan tapi berhati dingin ini, huh!
"Kamu gak perlu curhat, Sara. Itu bukan urusan saya. Lagian siapa suruh pakai kaos? Peraturannya kurang jelas kalau kamu harus pakai kemeja?", tanya Gibran dengan dingin dengan tatapan tajam andalannya yang membuat Sara ingin menenggelamkan diri ke segitiga bermuda.
"Baik, Pak.", jawab Sara dengan lesu seraya menggoyang-goyangkan slipper Balenciaga kesayangannya dan mengambil tasnya lalu berdiri hendak beranjak pergi.
Baru saja gadis itu akan membuka kenop pintu, Gibran menahan lengannya dan menariknya agar mereka saling berhadap-hadapan.
"Kenapa lagi, Pak?", tanya Sara seraya mengernyitkan dahinya dengan bingung.
"Saya tau kamu nggak akan bisa ngerjain itu semua, kan? Saya bisa kasih penawaran buat kamu.", ucap lelaki itu seraya mengamati Sara dari atas kebawah.
Menarik.
Satu kata yang ada di benak Gibran.Gadis yang kira-kira berumur 20 tahun, dengan tinggi hampir 175cm, berambut pirang, berbulu nata lentik dan panjang, mengenakan kaos hitam polos dan jeans, dan suka memakai eyeliner hitam.
"Apa itu?", tanya Sara dengan harap-harap cemas.
"Jadi pacar saya.",
Jawaban enteng dari Gibran nyaris membuat jantung Sara hampir berhenti.
"Pak, bapak kenapa sih? Mana mungkin juga saya jadi pacar bapak.", jawab Sara dengan mata melotot.
Apakah kepala dosennya sudah terbentur batu atau bagaimana, sih?
"Kenapa tidak?", tanyanya cuek.
"Ya.. karena bapak kan dosen saya. Lagian saya nggak mungkin lah jadi pacar bapak.", kilahnya lagi.
Memang sih, mengerjakan soal essay sebanyak itu adalah disaster, TAPI, kalo jadi pacar Pak Gibran, itu juga double trouble! Payah ah, masa nggak ada win-win solution sih.
"Kamu lebih suka mengerjakan soal essay ekonomi ini daripada jadi pacar saya?", tanya Gibran lagi.
"Engg-ngg, bukan gitu lho, Pak. Nggak etis aja masa dosen pacaran sama muridnya. Apa kata dunia coba, Pak?", balas Sara lagi dengan polos.
"Sara, Sara. Emang saya tuh kurang apa sih? Sampe jadi pacar saya aja kamu harus mikir dua kali?",
Pede!
"Lah, kan nggak semua cewek suka sama bapak. Ya anggep aja saya salah satunya, gampang, kan?", ujar Sara dengan malas. Kepedean sekali lelaki tua ini!
"Saya nggak suka ditolak, Sara.", ucap Gibran di telinga gadis itu. Entah bagaimana caranya sudah berada dibelakang Sara dan memeluk pinggang ramping gadis itu.
"Ta-tap-ttapi, Pak--",
"Dan jangan panggil saya dengan sebutan 'bapak'. Saya masih ganteng.",
Cih!
---
"APA?! Jadi sekarang elo sama Pak Gibran itu pacaran?", tanya Wella dengan nyaring--tepatnya freak out setelah mendengar cerita Sara. Membuat Sara meringis mendengar suara cempreng gadis itu.
"Ya nyante aja, Wel! Iya, abisnya gue nggak mau suruh ngerjain essay keparat sebanyak itu.", jawab Sara seraya meminum hot chocolate miliknya yang berada di nakas.
Ya, sekarang mereka sedang berada di kamar Sara. Lebih tepatnya, lagi ada acara 'eksekusi' oleh Wella.
"Lo beruntung banget, Sar. Demi Tuhan dan seluruh jagad raya, semua cewek rela tuker tempat sama elo!", ucap Wella dengan gemas mendengar nada biasa saja dari jawaban Sara yang sama sekali tidak memuaskan.
"Lah, bodo. Emang gue peduli? Lagian kan nggak bakalan berjalan selamanya juga, kan? Gue sih ogah suruh nikah sama orang kepala batu berdarah digin begono.",
Wella hanya bisa geleng-geleng kepala. Memang sahabatnya itu sepertinya mengidap pernyakit mata kronis sampai-sampai dia tidak bisa melihat betapa tampannya PACARNYA sekarang, alias seorang Gibran Tantradinata.
Ruangan itu hanya dipenuhi lagu Poison dari Rita Ora yang terplay di beats pill milik Sara sampai akhirnya smartphone gadis itu berbunyi tanda ada telepon masuk.
"Halo?",
"Halo, Sara. Malam ini saya jemput ya jam 7.", jawaban dari seberang membuatnya mengernyit bingung. Siapa?
"Maaf, ini siapa?",
"Jangan bercanda, sayang. Aku pacarmu yang paling tampan.",
Ternyata lelaki gila itu!
"Hah, bapak dapet dari mana nomor handphone saya? Dan tau darimana coba alamat rumah saya?! Lagian emangnya mau kemana, sih?", tanya Sara dengan kaget. Membuat Wella yang mendengar percakapan itu memberinya tatapan penasaran.
"Pertama, saya pacar kamu. Kedua, kita pergi jalan-jalan. Ketiga, jangan panggil saya dengan bapak!", ucap Gibran dengan dingin.
"Lah, dresscode-nya apaan? Jangan bilang kamu mau nyulik saya, ya? Hii..",
"Pake dress aja, hanya dinner biasa. Dan cepat hapuskan pemikiran gila mu itu, lagian nggak ada untungnya buat saya nyulik kamu!", ucap suara disebelah.
"Oh, ya, ya. Yaudah ya.", baru saja Sara ingin mematikan sambungan telepon itu, Gibran kembali menyela.
"Eh, tunggu, tunggu!",
"Apalagi, Gibran?", ucap Sara dengan malas.
"Ini nomer saya, save aja. Besok pagi kamu saya jemput, dan JANGAN menolak. Mulai sekarang saya bakalan antar-jemput kamu, terutama ke kampus.", ucapnya dengan nada memaksa.
Dih, emangnya dia siapa?!
"Ngapain, Pak. Saya bisa bawa mobil sendiri kok. Lagian nggak enak sama mahasiswa yang lain.", tolaknya dengan halus. Mau bagaimanapun kan lelaki kampret ini adalah dosennya. Gimana kalo dia nggak dilulusin mata kuliah ini?!
"Saya nggak suka ditolak, Sara. Kenapa sih kamu SELALU cari cara buat nolak saya? Dan jangan panggil saya dengan bapak! Saya bukan bapakmu.", ucap Gibran diseberang dengan nada kesal.
"Lah, yaudah. Udah kan ngomongnya? Bye, Pak--eh, Gibran.",
"Bye, Sayang. Jangan lupa nanti malem!", kata Gibran lalu memutuskan panggilan mereka.
Hah, memangnya apa motif lelaki itu sebenarnya?
Dictator!
---
A/N:
SORRY KEMAREN2 GAK UPDATE. Lagi diluar kota kemarin, nah ini first chapternya. Di mulmed ada Gibran, ya. Semoga kebayang Gibran itu gimana orangnya. Enjoy! BTW cerita ini aku dedikasikan buat diniherina yang rajin banget komen ceritaku, ya. Dan buat semuanya juga<3
Merry
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bombshell
RomanceSEQUEL OF THE BILLIONAIRE'S JOURNEY Sara Maximillianzo, mahasiswi kampus Universitas Pelita Bangsa. Gadis berdarah Indonesia-Italia itu terkenal sebagai gadis yang cantik dengan tinggi diatas rata-rata. Gibran Tantradinata, dosen kampus paling terke...