[ Tamma POV ]
Saat aku sedang bercanda bersama Riska. Aku tak sengaja melihat Anna yang sudah berkaca kaca.
Namun ia tetap tegar pada pediriannya.
Maafin gue Na..
"Hm.. Cha.. Daniel nyuruh gue pulang. Gue balik ya?" ucap Anna yang sepertinya berbohong.
"Yah lo kok gitu sih?" Riska menatap Anna kecewa.
"Gue banyak pr Cha.. Cepet sembuh biar cepet pulangnya.." Anna memeluk Riska.
Pr? Perasaan gak ada deh?
Aku yakin pasti ia tak kuat disini. Makanya ia memilih untuk pulang daripada menangis disini.
Ya tuhan aku merasa seperti terjebak diantara dua pilihan.
Ini amat sulit. Mengapa?
Aku mencintai Anna.
Tetapi aku juga kasihan terhadap Riska.Oh god. Help me..
"Hati hati yaa.." Riska tersenyum pada Anna.
Dan Anna pun meninggalkan kami.
Aku masih memandangi kepergian Anna. Hingga Riska menyadarinya. "Kamu kenal Anna kan?"
Apa? Kenapa ia bisa mengetahuinya?
"Ya kenal lah.. Kan waktu itu kamu kenalin ke aku?" aku mencoba untuk tidak gugup.
"Nah kalo kenal anterin dia gih? Aku khawatir kalo dia pulang sendiri. Plis ya Tam??" ia memohon padaku.
Syukurlah. Kukira ia tahu semuanya.
"Kamu gimana?" tanyaku ragu.
"Aku kan ada suster disini. Buruan gih keburu Anna nya jauhh.." ia mendorong tubuhku.
"Iya iya.. Kamu jaga diri ya.." aku pun mulai mengejar Anna.
Dan aku melihatnya sedang menunduk melewati koridor.
Akupun mendekatinya dan menepuk pundaknya.
Ia terkejut lalu tak bergerak. Selang semenit. Ia membalikkan badannya perlahan.
[ Anna POV ]
Aku menghembuskan nafasku perlahan.
"Demen banget bikin gue jantungan tau gak lo!" aku mendengus sebal saat mengetahui bahwa ia adalah Tamma.
Ia tersenyum "jantungan karena salting deket gue ya?"
Pipiku memerah.
Apa ini?
"Dih sotau lo!" aku memalingkan pandanganku agar menutupi blushing ku ini.
"Jangan salting gitu lah Ann.." Tamma mencolek daguku.
Aku menepis tangannya pelan "ish jangan bikin gue tambah merah deh! Bukan merah salting, tapi merah kesel. Gue tonjok disini juga lo!" aku mengacungkan kepalan tanganku.
Ia bergidik pura pura ngeri sepertinya. "Udah yuk gue anter balik" ucapnya sambil berjalan mendahului ku.
"Lah Icha ehh maksud gue Riska gimana?" aku sedikit terkejut mendengar ucapannya.
"Dia malah yang nyuruh gue. Udah yuk buruan.. Kasian tu Riska sendiri." akupun mengikutinya.
Selama diperjalanan, aku agak menjauhkan jarakku dengan Tamma.
Aku memilih memegang bagian belakang jok untuk berpegangan daripada harus berpegangan dengan pinggang Tamma.
Tiba tiba Tamma memberhentikan motornya di pinggir jalan.
"Na jangan gitu lah.. Lo mau jatoh? Pegangan aja gapapa." Tamma menarik kedua tanganku kepinggangnya.
Nyaman.
Itulah yang aku rasakan. Senang rasanya, namun aku terus teringat Icha. Bagaimana perasaannya jika ia melihatku seperti ini dengan cowoknya?
Aku agak mengendurkan pelukanku. Namun Tamma menarik tanganku untuk mengeratkannya kembali.
Ya aku hanya bisa pasrah.
Setelah sampai didepan rumahku, aku menuruni motor Tamma.
Tamma membuka helmnya."Thanks" ucapku sambil tersenyum.
"Bersikap kayak biasa aja kalo gak ada Riska. Gausah takut." ujarnya sambil tersenyum.
"Gue gak enak Tam.."
"Terus aja lo bilang gaenak. Ini bukan makanan Na.. Gue gak seneng liat lo sedih dan sakit hati. Gue mau liat lo seneng kayak sekarang. Bukan terpuruk." ia menyentuh pipiku.
"Tetep jadi Anna yang gue kenal. Jangan pernah ada kata berubah. Kita emang gak ada status. Tapi gue nyaman sama lo. I don't want to leave this comfort zone." ia melanjutkan kata kata nya sambil tersenyum.
"Me too.." aku memasangkan senyum termanisku
Ia memakai kembali helmnya. "Oke gue balik ya.." ia menyalakan mesin motornya.
Aku mengangguk "hati hati.."
Ia tersenyum dan menancap gasnya.
Aku bisa melihat punggungnya yang kian lama hilang ditelan tikungan.
Dan aku pun tersenyum dan memasuki rumahku untuk beristirahat.
YOU ARE READING
For Her
Teen FictionMengapa pilihan begitu sulit? Cinta itu tidak bisa dipaksa Jika dipaksa pasti bukan tulus yang diterima. Tetapi pilihan yang membuatku harus memaksa. Sehingga seseorang merelakan sakit hatinya untuk dia. copyright ©2015 by Skyegirlx