Another Room

17.8K 1.2K 21
                                    

Kamu harus tahu sesuatu. Ketika cinta sudah merasuki hati mu, logika mu akan lumpuh.

-------------

  Adlan menggenggam jemari Rain dengan mesra di depan keluarga besarnya, Rain juga mampu berakting dengan sangat baik meskipun hatinya terluka. Ia senang melihat Ayah Adlan yang tak henti-henti nya menebarkan senyum suka cita, keluarganya juga tampak bahagia meskipun masih terkejut dengan pernikahan mereka yang terkesan sangat terburu-buru. Hanya satu yang ekspresinya sangat datar. Ibu Adlan. Ia tak menunjukkan ekspresi apapun. Datar.

"Jangan fikirkan apapun," Bisik Adlan di telinga Rain ketika melihat Rain merasa tak nyaman:

"Anak Ayah sudah nggak tahan sepertinya, rapat terus kaya lem." Sindir Ayahnya ketika salah mengartikan ketika Adlan berbisik dengan sangat dekat dengan Rain.

"Ayah bisa saja," Jawab Adlan ringan.

"Kalian hari ini menginap disini saja ya," Ucap Ayah Adlan.

"Atau dirumah kami saja," Tambah orang tua Rain.

"Biarkan mereka yang menentukan," Timpal Ibu Adlan.

Rain diam menunggu keputusan Adlan. Semua nya ia serahkan kepada Adlan. Toh memang tak akan terjadi apapun, tak masalah mereka mau menginap dimana saja.

"Tidak, kami akan langsung ke apartemen ku saja," Jawab Adlan tanpa ekspresi.

"Lho, apartemen mu menurut Ayah terlalu kecil untuk kalian berdua tinggali," Sahut Ayah.

"Aku baru saja merenovasi nya beberapa hari yang lalu, jadi sekarang sudah bisa kami pakai." Jawab Adlan tersenyum tipis.

"Anak Ayah memang paling bisa diandalkan." Ucap Ayahnya dengan bangga. Rain tersenyum.

  Setelah acara benar-benar selesai, Adlan dan Rain sudah berganti pakaian dengan pakaian santai. Adlan menggunakan jeans dengan atasan polo T-shirt,dan Rain menggunakan mini dress.
  Keluarga Rain sudah kembali kerumahnya masing-masing, tamu penting dan kerabatpun sudah pulang.

  "Kamu lelah, Rain?" Tanya Adlan ketika melihat Rain meregangkan otot tangannya. Rain menggeleng disertai senyum tipisnya.

  "Aku tahu kamu lelah," Ucap Adlan sembari terkekeh.

  "Ayo pulang, aku juga lelah." Ucap Adlan sembari berlalu untuk berpamitan kepada orang tuanya.

________________________

Adlan memberikan sebuah card untuk pintu apartemen miliknya.

   "Ini untuk mu, kita masing - masing punya. Kamu bisa pergi dan pulang kapan pun kamu mau, anggap saja kamu belum menikah. Jalani hidup kita masing-masing,"

Rain mengangguk lemah.

  "Dan ini," Adlan memberikan kredit card. "Belanja sesuka mu."

tingg. pintu lift terbuka. Adlan keluar lebih dulu. Lalu disusul oleh Rain.

  "Kak," Ucap Rain lirih.

  "Ya?"

Rain meraih jemari Adlan, lalu mengembalikan kredit card yang sempat Adlan berikan di lift.

  "Aku, aku hanya istri sementara, berikan itu kepada Brendya ketika kalian menikah nanti." Rain tersenyum.

Adlan berulang kali membuka bibirnya, seperti ingin mengatakan sesuatu. Lalu bibirnya mengatup lagi.

  "Baiklah kalau itu yang kau mau." Jawab Adlan sembari berlalu meninggalkan Rain.

Rain membuka knop pintu apartemen Adlan untuk masuk, ia berada di ruang tamu mini dengan tiga sofa mungil di penjurunya, lalu skat kaca yang memperlihatkan ruang televisi yang bersebelahan dengan dapur bersih dan mini bar nya. Rain masih mengamati seluruh apartemen milik Adlan. Berbeda sekali dengan apartemen milik Rain yang setiap ruangannya memiliki ukuran yang amat besar.

"Masuklah, kenapa diam saja begitu," Ucap Adlan yang sudah berganti pakaian menjadi pakaian rumahan.

Rain melangkah sembari mengeret koper yang sempat ia bawa dari apartemen nya.

"Dulu, aku membeli apartemen ini menggunakan uang tabunganku sendiri, jadi ukurannya juga sangat kecil. Lagi pula kita hanya satu tahun disini, jadi ku fikir lebih baik kita tinggal disini saja," Ucap Adlan sembari mengambil orange juice dari dalam kulkas.

"Tak masalah," Jawab Rain datar.

"Kak, bisa tunjukkan dimana kamarku?" Tanya Rain dengan raut lelahnya.

"Ayo," Jawab Adlan.

Adlan lebih dulu masuk ke dalam kamar yang cukup besar. Dengan nuansa dark. Adlan membalikkan badannya dan tersenyum kepada Rain.

"Ini kamarku," Ucap Adlan masih dengan senyumnya. Rain tahu, saat Adlan mengucapkan 'Ini kamarku' itu berarti kamar mereka terpisah. Lagi pula Rain sudah mengira semua ini akan terjadi. Jadi, rasanya tidak terlalu menyakitkan untuknya.

"Oke, lalu kamarku?" Tanya Rain berusaha bersikap biasa saja.

Adlan berjalan menuju lemari, dan membuka salah satu pintu lemari dari empat pintu. Dan pintu itu ternyata pintu penghubung untuk masuk ke kamar Rain.

  "Itu kamar mu," Ucap Adlan sembari masuk lebih dulu. "Tadinya kau akan tidur satu ruangan denganku, namun berbeda kasur. Atau bisa juga kita membeli kasur tingkat. Tapi resikonya tinggi jika keluarga kita datang dan melihatnya, pasti menimbulkan banyak pertanyaan."   Jelasnya panjang lebar yang hanya di jawab Rain dengan anggukan.

Rain lagi-lagi merenung. Jika ia masuk ke kamarnya, apakah ia harus setiap hari melewati kamar Adlan? Apakah ia setiap hari harus menahan perasaannya dalam-dalam? Rasakan, ketika kau jatuh cinta kepada seseorang dan kau harus tetap bungkam. Kau harus menelan bulat- bulat saat melihat ia berceloteh mengucapkan kasih sayang dan rasa cintanya untuk kekasihnya.

  "Baiklah, selamat beristirahat little girl," Ucap Adlan sebelum menutup pintu penghubungnya.

Rain menelan ludahnya. Little girl. Dia hanya menjadi adik kecilnya Adlan. Mungkin selamanya. Mengapa rasanya selalu menyakitkan? Semua hal tentangnya akan selalu menyakitkan.

------------------------

Halohalooo

Voment!!!!!!

Awas kalau ngga.

Nanti Adlan datang bawa golok.

Rain marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang