A.M.

14.2K 897 37
                                    

Sebelumnya, gatau kenapa aku mau kasih judul ini. Mungkin bab ini cocok sama lagu 1D yang A.M. Yaaa😂. Ohya, aku mau kasih tau juga kalau cerita ini murni otak aku sendiri, jadi harap di maklum kalau banyak salahnya yaaa, trus aku ngga banyak tau tentang kesehatan, jadi harap di maklum (lagi). Sebelum baca vote dulu. Setelah baca komen😊.
----------------------------------------
  Tak ada yang lebih bahagia dari bangun di pagi hari dan menemukan orang yang kau cintai berada di sisimu. Mungkin itu yang dirasakan seorang Raindita saat ini.
   Rain menyingkap selimut tebal yang menghangatkan tubuhnya dan suaminya, ia mengikat rambutnya asal lalu bergegas untuk mandi. Hari ini ia berencana cuti dari pekerjaannya untuk menemani Adlan. Jika ia bisa jujur, ia tak mau membuat Adlan mengingat semuanya, karena mengingat semuanya berarti Adlan akan kembali bersikap seperti dulu. Tapi, jika ia hanya diam saja dan tak membantu Adlan untuk mengembalikan ingatannya, itu juga membuatnya menjadi sangat buruk. Jadi, yang ia lakukan saat ini adalah membuat susu vanila hangat kesukaan Adlan di pagi hari. Ia akan mulai melakukan kebiasaan-kebiasaan kecil yang sering Adlan lakukan, dengan begitu mungkin membantu Adlan mengembalikan ingatannya.
  Rain mulai menyalakan kompor untuk menghangatkan susu vanila yang berasal dari lemari es. Mungkin ia akan membeli persediaan susu vanila untuk beberapa minggu ke depan. 

  "Hai."

  Rain mengalihkan pandangannya dari panci yang berisi susu yang sedang ia aduk tersebut dan melihat Adlan yang duduk di mini bar yang berhadapan dengannya.

  "Hai, Kak." Sapa Rain dengan senyum tipisnya. Sebelumnya, tak pernah ada pagi seperti ini selama ia menikah dengan Adlan. Dengan Adlan yang duduk sembari memerhatikannya yang sedang menyiapkan sarapan. Adlan terlihat lucu dengan menumpukan dagunya di atas tangannya yang bersedekap.

  "Aku kaget bangun sendirian. Aku kira.." Adlan mengatakannya seperti seorang anak yang kehilangan Ibunya di supermarket. Ketika melihat Rain tersenyum tipis, Adlan mengalihkan pandangannya ke pintu kaca besar untuk akses ke balkon.

  "Kalau Kakak bangun tidur dan nggak menemukan aku di sebelah Kakak, berarti aku disini. Bikin sarapan untuk kita." Jelas Rain, dan memberikan satu gelas susu vanila hangat untuk Adlan.

  "Kalau ternyata kamu nggak disini?" Tanya Adlan lagi dengan khawatir. Rain hanya terkekeh sembari mengedikkan bahunya. Adlan terlihat kecewa ketika Rain tak menjawab pertanyaannya, sikapnya sangat berbanding terbalik dari sebelum ingatannya hilang. Saat ini, Rain hanya bisa melihat Adlan sebagai seorang pria yang hanya mengenal dirinya di dunia ini, dan hanya dirinyalah yang bisa dijadikan sandaran oleh Adlan. Saat ini, Adlan begitu takut kehilangan Rain.

  "Sebelum kita nikah, siapa yang pertama kali jatuh cinta?" Adlan tiba-tiba mengungkapkan pertanyaan yang terlalu menyakitkan untuk Rain jawab. Beberapa menit Rain terdiam dengan tangan yang menggantung menggenggam pisau yang sudah terbalut selai dan satu lagi memegang roti.

"Pasti dulu aku tergila-gila sama kamu ya?" Tanya Adlan lagi dengan mata yang menerawang. Rain menggeleng dengan tersenyum getir.

"Engga kok. Dulu kamu.. nggak tergila-gila sama aku." Jawab Rain dengan suara yang amat pelan, hingga ia sendiri pun tak yakin Adlan mendengarnya.

  "Ohya? Kalau begitu, dulu aku pembohong, Rain. Harusnya kamu jangan percaya. Karena, mustahil kalau aku nggak tergila-gila sama perempuan seperti kamu."

  Rain terbujur kaku, menatap Adlan yang baru saja mengatakan sederet kata yang bahkan terdengar seperti gombalan untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rain terbujur kaku, menatap Adlan yang baru saja mengatakan sederet kata yang bahkan terdengar seperti gombalan untuknya. Tapi, Rain tak melihat sedikitpun kebohongan atau candaan dari mata Adlan.

"Kenapa?" Tanya Adlan ketika sadar Rain menatapnya dengan tak bergeming. Rain menggeleng dan menatap ke segala arah, menyembunyikkan matanya yang berkaca-kaca. Dengan Adlan yang bersikap seperti ini akan membuatnya semakin jahat, karena ia rasanya tak mau membuat Adlan menemukan ingatannya. Terlebih ingatan bahwa Rain bukan istri yang sebenarnya dan kenyataan bahwa sebentar lagi Adlan akan meminta cerai jika saja ingatannya tidak hilang.

"Di minum dulu susu nya, Kak." Ucap Rain lirih. Lalu, ia membawa panci ke tempat pencucian kotor yang letaknya membelakangi posisi Adlan yang sedang duduk.

"Aku senang disini."

Rain menoleh kepada Adlan yang ternyata menikmati susu hangatnya di balkon. Rain tersenyum tipis, lalu mengikuti Adlan ke balkon.

"Dulu juga Kakak sering baca buku disini. Sampai tertidur." Cerita Rain, Adlan melirik ke arah Rain dengan serius.

"Kalau aku baca buku, kamu dimana?" Tanya Adlan. Rain tergagap dengan pertanyaan Adlan. Sebenarnya jika Adlan membawa bukunya dan membaca disini, berarti ia sedang menghindari Rain.

"Aku duduk di sebelah kamu." Bohong Rain, lagi-lagi.

"Menemani aku?" Tanya Adlan.

"Ya."

Senyum Adlan mengembang mendengar jawaban terakhir Rain, ia merasa hidupnya bahagia karena memiliki istri yang mencintainya. Begitulah yang ia kira. Tanpa ia sadari, dulu bahkan dirinya lah yang menyakiti wanita yang saat-saat tersulit seperti ini menemaninya.

"Sekarang aku nggak mau membaca buku. Tapi aku ingin kamu menemani aku." Adlan sudah terlebih dahulu menempati sofa yang memang tersedia di balkon. Ia menepuk beberapa kali meminta Rain untuk duduk bersamanya. Awalnya Rain ragu, tapi karena Adlan terus memohon seperti anak kecil akhirnya Rain bersedia menemaninya.

Rain dan Adlan duduk di sofa, menikmati angin semilir yang menemani mereka berdua yang sedang menikmati Jakarta dari atas. Adlan menarik Rain untuk bersandar di dada bidangnya.

"Kita.. tetap seperti ini kan, Rain?" Bisik Adlan di telinga Rain.

"Hmm." Gumam Rain, tanpa Adlan tahu saat ini jantung Rain sedang berdebar.

"Janji ya?"

"Iya." Jawab Rain sudah menarik kepalanya untuk menatap Adlan langsung. Masih tidak puas dengan jawaban Rain, Adlan kembali bertanya.

"Apapun yang terjadi?"

"Iya aku berjanji. Aku akan tetap bersama kamu. Tapi, aku nggak tahu apakah kamu juga akan tetap bersama aku suatu saat nanti."

------------------------

Rain marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang