Tell me a lie

17.3K 1.1K 39
                                    

Rain mulai menata pakaian nya di lemari di penjuru kamarnya. Kamar miliknya berukuran sama dengan kamar milik Adlan. Semua penataannya pun sama. Hanya saja nuansa nya tidak gelap seperti kamar Adlan.

Harusnya ini hari yang bahagia untuk ku. Rain lagi - lagi membatin.

Lalu, ia menggelengkan kepalanya. ini pilihannya. Sebenarnya bahagia itu tergantung pilihan kita. Jika kita menghindari hal yang mungkin akan menyakiti kita, kita mungkin akan bahagia. Tapi Rain adalah sosok wanita yang ingin selalu mencoba, mencoba pilihan lain. Mencari kebahagiaan versi lain, kebahagiaan yang belum terduga seperti apa akhir yang akan ia dapatkan.

Tersakiti dahulu, dan mungkin akan bahagia setelahnya. Itu prinsip yang ia pegang teguh setelah menikah dengan Adlan.

Ketika ia masih sibuk menata barang, bell apartemen nya berbunyi. Rain melanjutkan aktivitasnya, karena ia fikir Adlan yang akan membuka pintunya. Namun, setelah bell berbunyi berkali-kali Adlan masih belum juga membuka pintu. Akhirnya Rain keluar dari kamar nya, dan melihat Adlan sedang meringkuk tertidur dengan lelap di ranjang. Rain menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju ruang tamu, ia menyalakan interkomnya.

  "Selamat sore mbak, saya mengantarkan pizza,"

Rain mengerutkan keningnya, pizza? Apakah Adlan yang memesan?

Rain membawa masuk dan menyimpan pizza di meja makan, setelah membayar dan menandatanga ni nya.

"Kakak pesan pizza?" Tanya Rain ketika melihat Adlan baru saja keluar dari kamarnya. Rain ingin tertawa ketika melihat mata Adlan masih sipit dan berjalan dengan wajah mengantuk.

  "Ya, tadi terasa sangat lapar. Tapi karena pizza nya belum di antar terus, akhirnya aku tertidur." Ucap Adlan sebelum meneguk air mineral dari dalam lemari es.

  "Aku baru tahu Kakak suka makan junk food,"  Ucap Rain datar. Tanpa menjawab pertanyaan Rain, Adlan meraih sepotong pizza dan memasukkan ke dalam mulutnya dengan lahap.

  "Mau ku masakkan sesuatu, Kak?" Tanya Rain ketika melihat Adlan kelaparan.

  "Jangan, habis ini aku akan menemui kepala rumah sakit Amster, dan besok mulai praktek." Jawab Adlan masih dengan mengunyah pizza.

Rumah sakit? Praktek? Rain berfikir sejenak, mengurutkan semua kata kata Adlan seperti puzzle. Jadi, Adlan seorang dokter? Bagaimana bisa Rain yang telah sah menjadi seorang istrinya tak tahu apa-apa? Bukankah terdengar sangat lucu? Rain fikir Adlan kuliah dan akan melanjutkan perusahaan Ayahnya saja. Rain berfikir bahwa ia sudah cukup banyak mengetahui hal pokok tentang Adlan. Tapi bahkan pekerjaan Adlan pun ia baru tahu, secara tak sengaja. Adlan tak berusaha membagi tentang kehidupan pribadinya kepada Rain. Rain lagi-lagi hanya tersenyum dengan miris.

  "Rain, nggak makan?" Tanya Adlan ketika melihat Rain hanya merenung. Tepat ketika Rain akan mengatakan sesuatu, ponsel Adlan berbunyi menandakan ada telepon masuk. Rain melihat sekilas siapa yang menelepon Adlan.

BeeMine

Rain meringis pilu siapa yang menghubungi Adlan. Ia meremas bajunya. Menekan dalam-dalam air matanya agar tak keluar. Ia tak akan menangis. Ini awal baginya.

Adlan menggeser layar ponselnya dan menjawab panggilan dari Brendya.

  "Ya sayang?,"  Ucap Adlan sembari menyimpan potongan pizza dengan sembarangan dan meninggalkan Rain di Apartemen sendiri.

Hingga larut malam Adlan tak kunjung pulang. Meskipun begitu Rain tetap menunggu. Ia terus memupuk harapannya dan berharap. Dan harapan nya pun terkabul. Pintu Apartemen terbuka. Adlan pulang dengan wajah lelahnya. Rain tersenyum dengan senang.

  "Rain, kenapa belum tidur?" Tanya Adlan ketika melihat Rain masih memakai baju yang sama dengan sore hari dan terduduk di sofa ruang televisi.

  "Aku sedang menunggu acara tv kesukaanku, Kak." Jawab Rain sembari membenarkan poni yang menutupi matanya.

Adlan mengangguk, lalu mengambil segelas susu di kulkas dan meneguknya dengan rakus. Adlan menghampiri Rain dan ikut duduk di sofa sebelah Rain.

  "Sebenarnya Kakak bersyukur kamu belum tidur. Jadi nggak usah menunggu besok untuk membicarakan hal ini." Ucap Adlan setelah mengecilkan volume tv. Rain menatap Adlan dengan serius dan penasaran.

  "Membicarakan apa?" Tanya Rain.

  "Tadi aku sempat ke rumah Ayah sebelum ke rumah sakit. Ayah ku membelikan kita paket bulan madu ke paris untuk lusa, aku juga sudah memutuskan untuk mulai masuk kerja minggu depan saja setelah waktu bulan madu nya selesai." Ucap Adlan mengelurkan satu amplop cokelat besar dan memberikannya kepada Rain. "Tapi, aku mengambil cuti bukan untuk pergi bulan madu, aku tak bisa pergi denganmu Rain. Kamu, pergilah dengan kekasihmu ke Paris menggunakan paket bulan madu itu lusa, dan aku akan pergi ke Amerika.Tadi Bee. Maksudku Brendya telepon dan dia akan menjadi model pertama di majalan Hanyo. Kau tahu kan majalah mahal itu? Jadi aku akan datang untuk mendukungnya."

Rain bersyukur lupa menyalakan lampu ruang tamu, sehingga wajah pucatnya tak terlalu kentara oleh Adlan.

  "Baiklah, aku yang akan pergi." Ucap Rain sembari mengambil amplop yang diberikan Adlan. "Dengan kekasihku," lanjut Rain dengan dusta.

  "Oke Rain, Kakak istirahat dulu ya," Ucap Adlan mengangguk sebelum meninggalkan Rain sendiri. Sepertin biasanya. Tanpa terima kasih. Tanpa basa-basi. Tanpa memfikirkan pihak yang tersakiti.

------
Typo bertebaran. Maafkan . Ga nyambung sama judul maafkan . Komen atuh kalian teh, vote juga. Suka bingung kalau kalian diem aja haha. Mau lanjut lagi juga suka jadi bingung

Rain marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang