Jatuh cinta? Semua orang pernah. Tidak. Semua orang pasti merasakannya. Setiap orang pasti mengukir sebuah nama di dalam hatinya, atau lebih jelasnya seseorang yang ia cintai. Ketika kamu berhenti mencintai seseorang, berarti saat itu juga kamu sedang mencintai orang lain. Tapi tidak dengan kisah seorang Raindita. Hingga saat ini ia tak pernah berhenti mencintai Adlan. Hatinya seperti tak memiliki sebuah penghapus untuk menghapus seseorang yang bahkan sudah berkali-kali menyakitinya. Mau bagaimanapun cinta selalu membuatnya melupakan bahwa ia cukup pintar untuk tak jatuh cinta pada orang yang salah. Orang yang tak seharusnya ia cintai. Rain tahu ia bukan prioritas utama Adlan. Tapi ia tak pernah berfikiran untuk berhenti mencintai pria yang saat ini berstatus menjadi suaminya.
"Rain, jangan melamun." Ucap Ayah Adlan ketika melihat tangan Rain hanya menggantung di udara dengan memegang sendok dan garpu.
Saat ini Adlan mengajak Rain untuk makan malam bersama di kediaman orang tua Adlan karena ajakan Ayah Adlan tentunya. Rain sudah melupakan rasa kecewanya sejenak dan mulai bersandiwara sebagai istri Adlan yang sesungguhnya.
"Ada apa?" Bisik Adlan di telinga Rain. Rain hanya menggeleng, lalu melanjutkan makannya.
"Hari ini, menginaplah. Kalian berdua belum pernah menginap disini semenjak kalian menikah." Ucap Ayah Adlan dengan semangat, Adlan dan Rain terpaku dan saling pandang. Sementara itu, Ibu Adlan menatap mereka tajam seakan-akan tak mengizinkan putranya untuk menginap di rumah orang tuanya, yang seharusnya rumah milik Adlan juga.
"Kami.. benar-benar sibuk." Ucap Adlan menolak dengan halus. Ayah Adlan terlihat sangat kecewa, namun setelahnya ia tersenyum tipis berusaha mengerti keadaan anaknya.
"Baiklah, lain kali tak ada kata sibuk." Gurau Ayah Adlan yang dibalas anggukan serius oleh Adlan. Adlan bukannya tak mau menginap dirumah orang tuanya, ia hanya merasa tak nyaman dengan keadaan pernikahannya yang hanya sebatas menunggu kekasih sesungguhnya untuk ia nikahi.
"Rain, kalau suami mu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tegurlah. Karena dokter hanya manusia biasa." Ayah Adlan mulai menasehati anak dan menantunya. Mereka terkadang tertawa satu sama lain karena mendengar lelucon Ayahnya.
"Ini waktunya Ayah istirahat. Kalau kalian senggang datanglah kesini." Ujar Ayah Adlan mengakhiri pembicaraan mereka di ruang makan. Karena saat ini Ayahnya sudah memasuki jam seharusnya ia istirahat. Adlan mengantar Ayahnya ke kamar, dan menunggu sampai Ayahnya tertidur. Lalu kembali lagi ke ruang makan untuk mengajak Rain pulang.
"Ayah sudah tidur, Kak?" Tanya Rain sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Sudah. Sekarang pamit dulu ke Ibuku." Ucap Adlan membawa Rain ke ruang televisi untuk pamit kepada Ibunya.
"Kami pulang dulu," Ucap Adlan dingin, dan dibalas tak kalah dingin oleh ibunya. Tak ada sahutan oleh ibunya, mereka hanya berdiam diri. Kecanggungan dan hubungan dingin ini mulai mengganggu Rain.
"Kapan-kapan kami kesini lagi," Ucap Rain berusaha mencairkan suasana. Kini tatapan Ibu Adlan beralih kepada Rain. Lalu sedikit meneduh meskipun kesan dingin dan tak tersentuhnya masih melekat.
"Ya.." Ucap Ibu Adlan menggantung, karena salah satu asisten rumah tangganya menghampiri mereka dengan panik. Adlan mengangkat alisnya seolah bertanya apa yang terjadi.
"Bapak.., sesak nafas Bu," Ucap asisten rumah tangganya kepada Ibu Adlan berusaha menahan diri agar tidak panik. Mereka bertiga langsung terkejut, wajah cerah Adlan terlihat pucat karena khawatir. Lalu, Adlan berlari ke kamar orang tuanya untuk memeriksa kondisi Ayahnya.
"Oksigen nya di taruh dimana?!" Adlan melihat ke sekeliling kamarnya untuk mencari oksigen.
"Tunggu sampai dokter pribadi Ayah datang." Ujar Ibu Adlan tak membiarkan Adlan memeriksa kondisi Ayahnya. Rain menatap Ibu Adlan tak percaya. Bagaimana bisa Ayahnya sudah kesulitan bernafas begitu harus menunggu dokter pribadinya yang entah kapan akan datangnya, lalu tak membiarkan anaknya yang juga seorang dokter hanya untuk memberikan pertolongan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain marriage
RomanceKarena jatuh cinta seorang diri itu rasanya sangat menyakitkan. - Raindita