Belanda

11.6K 841 79
                                    

Rain memasukkan seluruh pakaiannya ke dalam koper, dan juga pakaian Adlan yang ditinggalkan begitu saja selepas kepergiannya dengan Brendya. Malam itu juga Rain membeli tiket pesawat untuk kembali ke Jakarta. Malam itu juga ia memutuskan meninggalkan semua kenangannya. Karena hatinya terlampau remuk untuk tetap sekedar duduk di ranjang yang ia tinggali dengan Adlan beberapa hari ini. Dunianya sudah runtuh hanya dengan melihat debur ombak yang begitu menyiksa.
Ia menyeret dua koper besar itu sendirian ke dalam mobil yang sudah ia sewa untuk membawanya ke bandara.
------
  Begitu sampai di Jakarta, yang pertama ia datangi adalah Apartemennya. Apartemen yang dulu Ayahnya berikan untuknya sebagai hadiah. Meskipun saat ini barang-barang berharga yang ia miliki tertinggal di Apartemen Adlan.

  Rain hampir melupakan keberadaan Moyi, ketika kucing manis itu mengendus di kaki Rain meminta diberi jatah makannya. Rain mengelus lembut kucing milik Adlan itu, lalu tanpa sadar air matanya tumpah lagi. Ia menangis lagi, meskipun tangisannya tak bisa mengubah  apapun. Padahal ia berfikir bahwa air matanya sudah mengering, karena tak henti-hentinya menangis. Ia kalut, ia sendiri. Apa yang akan dikatakan orang tuanya? Apa yang akan terjadi dengan Ayah Adlan? Ia kembali menangis lagi hingga matanya terasa perih dan berat, dan tak terasa tanpa sadar ia tertidur dengan air mata yang masih tersisa di wajahnya.
--------------
  Rain membuka matanya, ia menyadari ia terkapar di lantai begitu saja. Lalu, ia mengambil segelas air putih karena tenggorokannya terasa sangat sakit akibat terlalu lama menangis. Ia bercermin melihat dirinya sangat kacau. Rambut yang terlihat sangat kusut, mata yang terlihat membengkak. Hidupnya seperti di ujung tanduk. Ia merasa perjuangannya selama ini hanya bernilai nol dimata Adlan. Dan ia menyadari nya sekarang bahwa seharusnya ia tak perlu berjuang sejak dulu, tak perlu berharap jika ia sudah mengira akhirnya akan semenderita ini.
"Kak, aku ingin pergi ke Belanda dlm wktu dekat ini. Bisa bantu aku utk urus perceraian?"

Send

Rain baru saja mengirim pesan singkatnya kepada Keno. Ia benar-benar butuh untuk mengasingkan dirinya. Ia ingin hidup di tempat yang baru, dan lagi memang ia harus menepati janjinya kepada Brendya.
Tak perlu untuk menunggu waktu yang lama untuk Keno menghubungi Rain.

"Halo," Rain menjadi yang pertama menyapa Keno. Lalu, menggigit bibir bawahnya berusaha meredam hasrat ingin menangis lagi. Ia benar-benar butuh sandaran, teman bercerita. Setidaknya untuk saat ini.

"Jadi? Semuanya udah berakhir?" Tanya Keno seakan mengerti dengan apa yang sedang Rain alami.

"Ya, Kakak bisa pulang dulu ke Indonesia? Aku.. terlalu lemah untuk mengurus ini itu." Ucap Rain dengan pelan. Rain mendengar di ujung sana Keno tengah menghela nafasnya.

"Apa yang dia lakukan?" Tanya Keno dengan lembut. Rain kembali menangis lagi, lalu setelah ia bisa mengatur kesedihannya ia mulai bercerita bahwa Adlan sempat mengalami hilang ingatan.

"Lalu?"

"Lalu, aku datang ke Bali dengan dia untuk menghadiri pernikahan temanku. Disana.. ada Brendya." Jelas Rain.

"Dia mempermalukanmu?" Tanya Keno dengan terdengar emosi.

"Tidak. Dia.. membuat Kak Adlan mengingat semuanya. Dia menceritakan semua kebenaran itu, tapi saat itu Kak Adlan masih tak mengingat apapun. Dia malah menampar habis Brendya, karena mengira sedang mengarang cerita. Tapi Brendya datang dengan beberapa staff nya, karena ternyata mereka memang teman dari mempelai pria." Ucap Rain menceritakan kejadian yang membuatnya kehilangan Adlan untuk selamanya.

"Setelah itu, apa yang terjadi?" Tanya Keno dengan serius. Rain menelan ludahnya, dan mulai bercerita lagi.

"Staff yang datang dengan Brendya merasa nggak terima dan menghajar Kak Adlan, mereka nggak mau reputasi Brendya hancur karena ditampar di depan umum. Tapi, saat itu Kak Adlan nggak membalas. Dia diam saat kepalanya terkena beberapa kali pukulan, lalu sebelum nggak sadarkan diri dia sempat melihatku tajam. Saat itu.. aku mulai curiga." Rain mengakhiri ceritanya dengan tangis yang lebih menggebu. Keno menghela nafasnya diujung telepon.

Rain marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang