[This part was written by sireneyes]
☆
Cyro tidak bisa berhenti menggigil. Ia memeluk tubuhnya erat-erat dan menenggelamkan diri di bantalan sofa. Dengan satu tangan, ia mendorong sekantong keripik yang ada di dekat kakinya menjauh. Di suatu sudut dalam pikirannya, ia sadar bahwa ia tengah berusaha agar dirinya tak terlihat. Ingin bersembunyi dari realita yang tiba-tiba mengubah dunianya. Dan Cyro tak perduli.
Ya Tuhan, betapa ingin dirinya untuk bisa keluar dari tempat ini. menjauh dari aroma darah yang amis dan aftershave yang dipakai belasan polisi yang berjalan mondar-mandir di rumahnya.
Ia menatap kosong mereka semua seakan tak percaya kalau para petugas itu ada di sini. Para penyelidik peristiwa kriminal berbaur dengan para polisi yang mengenakan seragam. Walkie-talkie berdengung dan percakapan timbul tenggelam seperti gelombang saat dua orang detektif mempelajari TKP di teras tempat dimana mayat Mary ditemukan.
Di luar pintu Perancis, bayangan menaungi teras dan Cyro tak akan bisa melangkah ke sana tanpa mengingat Mary yang terbaring dengan kondisi mengenaskan. Angin berhembus lembut menerpa rumah. Membelai wajah Cyro dan membuatnya merinding.
Petugas TKP menyapukan kuas-kuas mereka. Mendekorasi setiap permukaan datar dengan bubuk grafit yang mereka gunakan untuk memunculkan sidik jari. Benar-benar tindakan yang sia-sia. Karena hampir separuh penduduk Budapest berada di rumah ini semalam. Namun, ada rutinitas dan prosedur yang harus dilaksanakan, peraturan yang harus dipatuhi, dan Cyro masih amat terguncang hingga ia tak memperdulikan kegiatan yang mereka lakukan.
Apa pentingnya semua ini? Mary dan Jess telah tiada. Bryan tidak diketahui keberadaannya. Bryan… Cyro berharap pria itu benar-benar aman di suatu tempat.
Suara roda berputar dan besi bergesekan memasuki ruangan. Membuat Cyro terlonjak kaget. Ia bangun dari sofa. Menghiraukan orang lain di ruangan ini dan memperhatikan brankar lipat yang di dorong oleh dua orang pria menuju pintu depan.
“Jess...” bisiknya ketika melihat mayat temannya yang terbaring kaku. Perut Cyro melilit dan air mata yang ia kira telah mengering kembali mengalir menuruni pipinya. Bahkan, untuk bernapas saja rasanya sulit dan terlalu menyakitkan buatnya. Seolah paru-parunya diremas.
Bagaimana semua ini bisa terjadi? Bagaimana Mary bisa tewas dnegan mengenaskan? Bagaimana Jess bisa mendapat luka tusukan di lehernya? Jess bukanlah pengguna obat-obatan terlarang. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Permisi.” seorang paramedis berkata padanya sambil melirik sekilas pada jenazah yang dibawanya, “Tolong mundur sedikit, biarkan kami membawanya ke rumah sakit untuk melakukan autopsy.”
Cyro melangkah mundur saat mereka mendorong brankar lipat melewatinya. Yang mampu ia lakukan hanyalah berdiri dan mengamati. Sejauh ini, polisi menduga pelaku yang membunuh Jess dan Mary adalah orang yang sama.
Dengan mulut kering, air mata yang terus mengalir, ia memutar badan perlahan. Berusaha memahami peristiwa mengerikan ini. Akan tetapi, bagaimana ia mampu melakukan hal itu? Tak ada seorang pun yang siap menghadapi kejadian semacam ini. Pembunuhan tak terjadi di rumahmu sendiri. Pembunuhan hanya menimpa orang-orang ceroboh malang yang untungnya berada pada jarak aman dari kalian di layar TV. Pembunuh tidak menyusup ke rumahmu, membunuh mereka yang kau sayangi, meninggalkan mereka dalam kubangan darah mereka sendiri, seperti boneka yang dibuang di kubangan lumpur.
Di luar rumah, mobil-mobil van milik berbagai media telah terparkir. Tak butuh waktu lama untuk berita semacam itu hingga tersebar luas. Tidak butuh waktu lama untuk seluruh stasiun televisi, surat kabar, radio dan semua media yang ada di kota itu tersambung dengan frekuensi radio petugas kepolisian. Sekarang ini, semua reporter sudah bersiap di tempat masing-masing. Mereka menahan diri, namun bukan karena nilai-nilai moral yang mereka pelajari, tapi karena barisan polisi yang menjaga rumah itu.
Dalam beberapa jam, tak akan ada yang bisa menahan mereka lagi. Ia sangat mengenal rekan-rekan seprofesinya hingga ia tahu mereka tak akan membiarkannya tenang. Namun, apa yang ia bisa katakan pada mereka? Bahwa kedua teman serumahnya mati mengenaskan, seorang lagi hilang, dan ia tak tahu mengapa dia sendiri tidak terluka?
Mereka tak akan menerima penjelasan itu. Brengsek, bahkan dirinya sendiri pun sulit mempercayai kenyataan pahit itu lebih-lebih menerimanya. Karena ia sendiri tidak mempunyai jawaban yang cukup bagus untuk menjawab pertanyaan mengenai kenapa ia tidak terluka.
Sejak tadi pagi, bukan kali pertama nama Harry D’Vasquez terbersit di pikirannya. Baru tadi malam pria itu berdiri di dapurnya. Memperingatkannya bahwa dirinya berada dalam bahaya. Meminta Cyro untuk mengunci kamarnya. Untuk berlindung. Dari apa tepatnya ia tidak tahu.
Tapi, bagaimana pria itu bisa tahu kalau hal ini akan terjadi? Dan jika benar bahwa Cyro-lah yang terancam bahaya, mengapa justru Jess dan Mary yang tewas? Mengapa justru Bryan yang menghilang tanpa jejak?
Apakah segala sesuatu akan berbeda seandainya Cyro memberitahu Mary, atau Jess, atau Bryan mengenai peringatan yang Harry katakan padanya? Apakah hal itu akan berguna? Pertanyaan-pertanyaan itu akan menghantuinya sepanjang waktu. Mengetahui bahwa kemungkinan besar kematian kedua temannya itu adalah gara-gara dirinya yang terlalu egois akan keselamatan dirinya sendiri.
“Semua telah selesai diperiksa.” ucap sebuah suara dari teras dan Cyro memutar badan untuk melihat melalui celah pintu yang terbuka. Dua pria berseragam dengan tulisan ‘Petugas Medis’ perlahan mengangkat tubuh Mary dan memaksa Cyro untuk memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Tak sanggup melihat hasil kekejian yang tertoreh di tubuh kaku temannya itu.
Seperti yang selalu dilihat semua orang di dunia yang memiliki televisi, Cyro tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Para petuga medis itu akan mengangkat tubuh Mary dan meletakkannya ke dalam selembar kantung plastik hitam berat. Mereka akan menutup resleting plastik itu. Lalu Mary akan dibawa ke kamar mayat dan dimasukkan ke laci-laci pendingin. Seperti yang mereka lakukan pada mayat Jess. Mereka berdua tak lebih dari sekedar angka-angka statistik di kota. Di mana pembunuhan adalah hal yang biasa terjadi.
“Mr. Sexton?” panggil seseorang.
“Ya?” Cyro menyahut. Membuka kelopak matanya dan mendongak menatap Detektif Wilson. Pria itu paling tidak bertinggi badan 180 senti. Rambut pirang dan mata cokelat yang tajam dengan kerutan di dahi yang menunjukkan usia sekitar empat puluhan. Detektif itu menutup buku catatan dan memasukkannnya ke saku di bagian dalam mantelnya.
“Pemeriksaan kami telah selesai untuk saat ini.” katanya dengan suara yang sedikit parau. Sambil menatap sekilas pada para petugas dan penyidik TKP, ia menambahkan, “Mereka masih harus memproses TKP dan saya kira bukan ide bagus jika Anda tetap tinggal di sini.”
“Saya juga berpikir demikian. Memangnya menurut Anda orang waras macam apa yang akan tetap tinggal di tempat bekas pembantaian sadis?” tanya Cyro masam. Ia merinding dan melingkarkan lengan memeluk dirinya sendiri. Ia tak akan mau berada di sini meski seseorang menawarkannya segudang uang.
“Petugasku bisa mengantarkan Anda ke hotel jika Anda mau.” tawarnya pada Cyro.
“Itu tidak perlu.” jawab Cyro sambil menggeleng, “Terima kasih. Saya menghargai hal itu tapi tidak perlu. Saya belum tahu akan pergi kemana dan…” kalimatnya menggantung. Pikirannya melayang ke Bryan.
“Tidak apa-apa.” kata Detektif itu sopan, “Saya memahami keadaan Anda. Ini adalah persoalan yang berat.” ia mengeluarkan kartu nama dari sakunya dan menyodorkannya ke Cyro.
“Ini nomor telepon saya. Jika Anda teringat akan sesuatu, meskipun kecil, jangan ragu-ragu untuk menghubungi saya. Dan jika Anda sudah tahu akan pergi ke mana, tolong kabari saya. Saya akan terus menghubungi Anda.”
Cyro menatap kartu nama itu. Sulit untuk membacanya dengan linangan air mata yang mengaburkan pandangannya.
“Terima kasih. Saya sangat menghargai usaha Anda.” ucapnya lemah. Detektif itu mengangguk dan meninggalkannya. Cyro masih berdiri di tempatnya selama sekitar satu atau dua menit. Ia merasa tersesat. Ketakutan. Dan yang paling ia rasakan adalah sepi. Ia kini sendirian menghadapi ini.
☆
![](https://img.wattpad.com/cover/45354710-288-k563836.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal (LGBT) {INCOMPLETE} [OLD VERSION]
Paranormal♠ SILAHKAN BACA VERSI REVISI YANG SUDAH TAMAT DI AKUN @ksnapdragon ♠ Ketika bertemu dengan Cyro Sexton, Harry D'Vasquez tahu bahwa ia akhirnya telah menemukan mate-nya. Setiap kali mereka bersama, ikatan diantara mereka berdua terjalin semakin erat...