X

2.3K 224 21
                                    

[This part was written by sireneyes]

S

aat malam tiba, Cyro sudah mengunci diri di kamar hotel. Mendengarkan bunyi degup jantungnya sediri. Berharap ia tidak sendirian. Berharap bahwa ia tidak sedang ketakutan seperti ini. Berharap…

“Benar-benar bodoh jika aku terus berharap.” gumamnya pada diri sendiri.

Biasanya, saat ia ingin keluar sejenak dari rumah dan menyelesaikan tugas kantor dalam suasana tenang dan hening, ia akan memilih menginap di hotel terdekat. Hotel kecil di kawasan eksklusif di sekitar Budapest.

Cyro beranjak menuju jendela besar dan memandang ke luar, ke arah gemerlap malam kota Budapest. Cyro memandangi lautan cahaya yang terbentang di bawahnya dan bertanya-tanya di mana kedua pembunuh itu berada? Dan ia masih bertanya-tanya.

Iblis. Vampir.

Harry menyampaikan kata-kata itu dengan amat sangat jelas hingga membuat Cyro menggigil. Apakah Harry benar-benar mempercayai ucapannya sendiri? Apakah pria itu sama gilanya dengan kedua pembunuh yang membuat hidupnya berantakan?

Cyro memeluk tubuhnya sendiri. Menggosokkan kedua telapak tangannya ke lengan atasnya. Berusaha mengusir hawa dingin yang telah menemaninya berjam-jam. Sayangnya, usaha itu tidak berhasil.

“Tidak ada seorang pun yang sedang mengamatiku.” bisiknya. Ia memandang kegelapan yang dilingkupi cahaya. Sialnya, ia tidak bisa menepis perasaan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Cyro menarik napas panjang dan menghembuskannya buru-buru. Mencoba mengurai simpul ikatan yang seakan menghimpit perutnya.

Sensasi mencekam itu masih ada dan bersikeras bertahan. Bulu kuduknya meremang dan tangannya menggosok-gosok bagian itu. Jantungnya berdegup kencang hingga Cyro bertanya-tanya apakah hidupnya akan kembali seperti kemarin?

Fucking great. Sensational.” katanya. Jijik pada dirinya sendiri. Mary dan Jess tewas, Bryan hilang, dan ia malah mengasihani diri karena paranoia konyol. Akhirnya ia memutuskan untuk bergerak menjauhi jendela. Menutup tirai yang menjadi penghalang atau pemisah antara dirinya dan bahaya yang merangkak di luar sana.

Cyro duduk di tepian tempat tidur. Tubuhnya terlonjak kaget dan tangannya melayang ke arah dadanya tepat dimana jantungnya berada saat telepon di kamarnya berbunyi. Ia mengucapkan sederetan sumpah serapah dan berjalan mendekati benda yang tengah berdering itu. Lalu akhirnya mengangkatnya.

Cyro Sexton speaking…” gerutunya.

“…” tak ada jawaban dari seberang telepon. Ia menjauhkan gagang telepon dari telinganya dan memandangi gagang telepon itu seolah gagang itu akan berubah bentuk sewaktu-waktu.

“Halo? Siapa di sana?” Cyro bertanya sekali lagi.

“…”

“Bung, bicaralah sekarang atau kututup teleponnya.” ancam Cyro. Terdengar gemerisik di seberang saluran dan Cyro mengerutkan alis.

“Ini aku.” kata suara di telepon. Cyro membelalakkan matanya mendengar suara itu.

“Br-Bryan? K-Kau… be-benarkah kau B-B-Bryan St-Strong?” Cyro bertanya dengan tergagap saking terkejutnya.

“Ya ini aku.” jawab suara yang terdengar terlalu kasar di telinganya itu. Ini sudah jelas memang suara teman serumahnya itu. Cyro bisa menemukan suara berat dan kasar itu dimanapun. Bahkan diantara kerumunan sekalipun.

“Jesus Bryan… Di mana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu? Apa kau tahu tentang kejadian yang menimpa Mary dan Jess? Apa kau di sana kemarin malam?” ia membombardir pria itu dengan serentetan pertanyaan.

Immortal (LGBT) {INCOMPLETE} [OLD VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang