Haiii, sorry ya lama gak update, I've been so busy recently huhuhu T_T part yang ini pendek banget, so, sorry again wkwk buat pemanasan aja kok ;) happy reading!
Alexi Adeva : Still, This Feeling
Ini bukan soal rindu yang tidak bisa diucapkan, walaupun selalu ada kesempatan untuk mengatakannya. Di depan mata. Hanya sebuah kalimat 'I miss you' yang bisa kukirim lewat e-mail, pesan singkat, dan sosial media lainnya. Tapi tidak semudah itu. Ini semua adalah tentang rasa cinta yang tidak memberikanmu pilihan. Mencintai seseorang tetapi tak punya kesempatan untuk melakukan apapun.
Tolol.
Aku laki-laki yang pada dasarnya gampang mengutarakan perasaan. But it's getting hard ketika orang yang kau cintai sangat jauh, bukan jarak, masalahnya adalah perasaan.
Ratusan orang silih berganti duduk di kursi itu. Tetapi kenangan selalu membekas. Hari ini adalah hari terakhirku menerbangkan this little red sebelum dia akan diambil alih oleh cabang perusahaan lain. Satu persatu kenangan menghilang. Tentang dirinya, kita, semuanya. Aku tidak pernah ingin hal itu terjadi, tetapi waktu terus berjalan, 'kan?
Jakarta-Jogja-Jakarta dan terus berulang. Pesawat yang kuterbangkan akan kembali ke landasan yang sama sejauh manapun dia pergi. Dan aku selalu berharap pekerjaanku menjadi semudah itu, and it's not.
Keringat yang keluar dari pelipisku membuatku ada di sini. Seperti yang sudah kusebutkan, pekerjaanku tidak sesederhana mengoperasikan tombol dan yoke. Aku manusia biasa yang takut ketinggian, takut terbang, dan butuh pelarian. Hm, maksudku pelarian dari pekerjaanku yang melelahkan.
Mungkin untuk akhir tahun seperti ini tidak ada salahnya memilih Timur Tengah sebagai tujuan liburan. Aku tidak pernah mengunjungi tempat sepanas ini. Semuanya asing. Namun cukup di luar ekspektasiku.
Tak ada gurun di tengah kota. Tidak pula segersang yang kubayangkan. Pantas saja kota ini disebut sebagai kota paling berkembang. Gedung apartemen di sana-sini. Negara ini punya hotel termewah, gedung tertinggi, taman terluas, dan hal-hal 'terbesar di dunia' lainnya.
"Tau gak? Lo itu cowok ternekat yang pernah ada di dunia."
Aku terkekeh. Alfar mengoceh tanpa henti ketika kami masih dalam perjalanan menuju rumahnya. "Baju cuma bawa dua biji, landing pake celana pendek, kalau Dubai gak punya toko baju. Well, gue yakin lo pulang telanjang."
"Thanks, Far. Gue gak bawa banyak karena gue yakin duit gue masih cukup buat beli baju di sini. I bring something different."
"Terserah."
Kami sampai di rumah Alfar satu jam dari bandara. Di tengah kota semacam ini, Alfar membuat rumah cukup minimalis dengan taman dan kolam renang kecil di tengahnya. Rumah yang sangat nyaman untuk keluarga kecil Alfar Triana, juara 1 lomba balap karung sebelas tahun yang lalu.
"Ini kamar lo. Baru gue bersihin tadi malam soalnya istri gue masih flight dari Paris. Jadi maaf malau gak bersih-bersih amat."
Aku mengangguk dan menaruh tas jinjing di atas kasur empuk berlapis selimut putih yang tidak begitu tebal. Hal pertama yang harus kulakukan adalah mempersiapkan mental untuk mewawancarai istri Alfar. Wanita keturunan Arab yang ditaksir Alfar Triana saat masih berkuliah dulu. Such a luck bastard, wanita ini mau dinikahi oleh Alfar yang saat itu masih menjadi pegawai bawahan di perusahaan minyak Timur Tengah.
Semua berbeda.
Aku menandatangi kontrak dengan maskapai dan Alfar naik jabatan menjadi mekanik. Sungguh menggelikan melihat Alfar yang hanya seorang bocah pendek berkulit cokelat gelap anak dari Pak RT yang menjabat dua kali bisa bekerja jauh dari Tanah Air. But that's life, kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di depan, apa yang akan kita dapatkan, siapa yang akan bersama kita. Tetapi untuk yang terakhir, aku akan memilih sendiri siapa yang akan bersamaku. Dan aku sedang berusaha untuk itu.
"Who's that?"
Alfar berbisik dengan istrinya di sela-sela pintu kamar yang terbuka. Aku mengadah dan melihat istrinya tersenyum, masih dengan seragam kerjanya yang elegan, namun tanpa kain putih dan topi merah yang biasa menghiasi kepalanya.
"Oh, Deva, right?"
Kami berjabat tangan. Dengan tiga gelas iced tea, aku, Shena, dan Alfar berbincang di taman, tidak perduli dengan jetlag yang aku dan Shena alami, aku harus cepat mendapat informasi.
"Aku bukan tipe senior yang suka memperhatikan siapa junior yang terbang bersamaku. Aku juga tidak yakin aku pernah terbang dengannya." Ucap Shena menjawab pertanyaanku yang pertama. Well, failed.
"Tapi, jika dia tinggal di apartemen akomodasi maskapai, kamu bisa mencarinya di sana. Memang agak sulit, but that's how you show your feeling, apakah kamu benar-benar yakin untuk melakukan ini atau tidak."
Aku mengusap wajah frustasi.
Alfar melempar kunci mobilnya ke arahku, "Dilengakpi GPS dan kuharap itu bisa membantumu seperti di film-film." Alfar dan Shena saling berpandangan, lalu tertawa.
Aku trersenyum ke arah mereka berdua. Teman memang selalu ada saat dibutuhkan. Ah, aku ingin memeluk Alfar tetapi aku tidak mau diolok sebagai hermafrodit untuk kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devair (Completed)
Romance[BACKGROUND : A320 (local airlines), B777 (int. Airlines), A380 (int. Airlines)] "When everything seems to be going against you, remember that the airplane takes off against the wind, not with it." -Henry Ford Bagi beberapa orang, burung besi itu m...