Aira Frenelia : He Comes

10.7K 679 3
                                    


Aku menyipitkan mataku saat Deva tiba-tiba dimarahi habis-habisan saat Devina keluar dari ruang operasi. Ya, the accident was that worse. Sesampainya di rumah sakit Devina harus dioperasi, beruntung Meva ada di tempat sehingga Devina bisa diselamatkan.

Aku duduk di samping Meva yang masih shock, mencoba menenangkannya. "Aku harusnya gak ninggalin dia, Ra.." ucapnya berulang-ulang. Menjadi ibu muda seperti Meva pasti sangat berat, dia bahkan menghakimi dirinya sendiri atas keteledoran pendamping Devina saat di taman tadi.

Saat bermain, bola yang dimainkan oleh teman Devina menggelinding ke arah jalan raya.Aku masih ingat, jalan itu sangat ramai, apalagi jam-jam seperti ini. Devina di suruh mengambil bola itu oleh temannya dan sayangnya, seorang guru di sana sedang lengah sehingga Devina berjalan ke jalan raya seorang diri. Sebuah mobil sedang menabrak Devina. Meva bilang dia tak sanggup melihat kondisi Devina saat itu dan meminta orang lain mengurus Devina.

"Aku ingat.. kaca mobil itu retak, darah anakku di mana-mana.." Meva menangis lagi. Tetapi perhatianku masih terarah menuju Deva yang berdiri lemah di depan orang tuanya.

He lied. Orang tuanya tidak sedang berada di luar kota.

"...Papa rela pulang cepet biar bisa ketemu kamu, tapi lihat apa yang kamu perbuat ini!" samar-samar aku mendengar suara berat dari Papa-nya Deva.

"Mama kecewa sama kamu, Deva.. Kamu lebih memilih wanita itu dibanding menemani anakmu? Sekarang, kamu lihat 'kan akibatnya?"

Tak ada hal lain yang bisa kuperbuat selain menunduk dan menyalahkan diriku sendiri. Andaikan saja aku tidak di sini, Devina pasti masih bisa bermain dengan Papanya dan tidak akan terjadi kecelakaan ini. Harusnya Deva memberitahuku kalau orang tuanya memintanya untuk menemani Devina.

But it's alredy happened, Aira.

Aku bangkit dan pergi dari rumah sakit itu untuk kembali ke hotel.

'Kalau Papa gak ninggalin Mama, pasti Mama masih bisa lihat Aira jadi pramugari! Mama bisa terbang sama Aira! Ini semua gara-gara Papa!'

'Kenapa sih Papa jahat sama Mama, Kak? Mama gak inget sama kita lagi..'

'Papa lihat 'kan? Sekarang Mama harusnya bahagia karena Mama gak akan ingat lagi sama kejahatan Papa! Mama gak akan inget sama kita semua!'

Semua memori berputar di kepalaku. Entah apa yang membuat aku kembali mengingat hujatanku kepada Papa.

Aku memandang diriku di depan cermin sambil mengeringkan rambutku. Hari sudah hampir malam dan mungkin aku harus menemui Deva malam ini. Untuk meminta maaf.

Tidak Aira, you choose the wrong hole. Itu sama saja kalau aku merendahkan diriku sendiri.

Aku menyandarkan iPadku di sebuah bantal. Kontak Leon sedang tersedia dan mungkin dia sedang tidak terbang sekarang. Aku mencoba menghubunginya dan kami akhirnya bercakap-cakap via video call. Mata Leon dihiasi kantong hitam yang tebal, sejak kapan dia bergadang seperti ini? You don't know him, he would sleep everywhere he wants, asalkan jangan sampai bergadang karena hal yang ditimbulkan akan sangat merusak penampilannya.

"You work very hard Leon, I think you married a mama-panda.."

"Haha, aku masih punya selera tinggi. Maybe mama-bear is sexier than mama-panda?"

Devair (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang